Empat Organisasi PJTKI Laporkan Praktik Pungutan TKI ke KPK

Jakarta-RoL-- Empat organisasi perusahaan jasa tenaga kerja Indonesia (PJTKI) mendesak Kepala Badan Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) Moh. Jumhur Hidayat mundur dari jabatannya karena dinilai gagal melaksanakan program penempatan dan perlindungan TKI.


Keempat organisasi itu juga melaporkan tindak pungutan itu ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Agung dan Polda Metro Jata, atas dugaan terjadinya praktik korupsi miliar rupiah dalam proses penempatan TKI ke luar negeri.

"Dugaan korupsi itu telah dilaporkan ke KPK Kamis (14/2)," kata Sangap Sidaurup kuasa hukum keempat organisasi itu kepada wartawan di Jakarta, Sabtu.

Keempat organisasi itu adalah Himpunan Pengusaha Jasa Penempatan TKI (Himsataki), Asosiasi Perusahaan Jasa TKI (Apjati), Asosiasi Jasa Penempatan TKI Asia Pasifik (Ajaspac) dan Indonesia Development Employe Association (Idea).

Ketua Umum Himsataki Yunus Moh. Yamani dan Wakil Sekjen Apjati Mustofa Najib mengatakan, kasus korupsi itu karena mengaitkan pelayanan pemeriksaan kesehatan calon TKI dengan Sistem Komputerisasi Terpadu Pelayanan Penempatan TKI ke Luar Negeri (Sisko TKLN) milik pemerintah.

Organisasi itu adalah HIPTEK (Himpunan Pemeriksaan Kesehatan TKI) yang bekerja sama dengan GAMCA (Gulf Country Committee Approved Medical Centre Association) dengan memanfaatkan Sisko TKLN milik BNP2TKI yang dikelola PT Anugerah Karya Utama Persada (AKUP).

Dikatakan, proses penempatan TKI melalui Sisko TKLN yang semula dikelola Depnakertrans bekerjasama dengan PT AKUP sejak Oktober 2003 tanpa memungut biaya karena ditanggung APBN.

Namun kenyataannya terjadi pungutan biaya melalui medical, BLK, PAP (Pembekalan Akhir Pemberangkatan), LUK (Lembaga Uji Kompetensi) dan asuransi total sekitar Rp1,2 miliar per bulan. "Ini sudah berlangsung selama empat tahun," kata Mustofa. Rinciannya, sebulan sekitar 40.000 TKI diberangkatkan dengan biaya Rp30.000 per orang.

Sejak 4 Februari 2008, berdasarkan surat edaran HIPTEK dan GAMCA, pelaksanaan Sisko TKLN dikaitkan dengan pemeriksaan kesehatan (medical) dengan biaya Rp300.000 per TKI. Surat kesehatan ini sebagai syarat untuk mendapatkan rekomendasi paspor yang dikeluarkan Badan Pelaksana Penempatan Perlindungan TKI.

Menurut Mustofa, tanpa membayar Rp300.000, PPTKIS (Pelaksana Penempatan TKI Swasta) tidak dapat mengakses TKI yang akan dikirim melalui Sisko TKLN yang kini dikendalikan BNP2TKI. Artinya, untuk bisa mengakses Sisko TKLN, PPTKIS harus membayar Rp300.000 per-TKI.

Rusdi Basalamah dari Apjati menambahkan, pungutan itu sebulan bisa mencapai Rp12 miliar (40.000 TKI kali Rp300.000). Tapi dari biaya itu (Rp300.000) yang diberikan ke klinik pemeriksaan kesehatan hanya Rp125.000.

"Jadi yang Rp175.000 lagi ke mana larinya?," kata Rusdi. Sisa uang yang tidak dapat dipertanggungjawabkan itu sebulan bisa mencapai Rp5 miliar.

Aturan yang diberlakukan sejak 11 Februari itu mengakibatkan terhentinya proses penempatan calon TKI. "Sekarang ada sekitar 5.000 calon TKI di sejumlah penampungan tidak bisa diproses,? ujar Yunus Moh. Yamani.

"Kalau dalam beberapa hari ini tetap seperti ini, kami akan meminta agar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberhentikan Kepala BNP2TKI mundur dari jabatan," ujarnya. Dia lalu juga meminta Presiden untuk meninjau kembali fungsi BNP2TKI. [mim]

Republika, Sabtu, 16 Februari 2008 15:51:00

Nyi Ngatirah selama 34 Tahun Menjadi Sinden Andalan Ki Narto Sabdo

Tetap Dipertahankan Komunitas Meski Ingin "Pensiun"

Laporan: Anton Sudibyo, Semarang

Usianya sudah menginjak kepala enam, namun suara emasnya dalam menembangkan Jawa tak tergantikan. Karena itu, ketika berniat mundur dari aktifitas menyinden, Ngatinah ternyata digondeli karena belum ada penggantinya.



Pergelaran wayang kulit malam Jumat Kliwon Teater Lingkar Kamis (27/3) lalu terasa istimewa. Bukan lantaran Ki Manteb Sudarsono yang menjadi dalang malam itu, tetapi kehadiran Nyi Ngatirah, 64, malam itu membuat suasana menjadi luar biasa.

Orang menjulukinya sinden andalan Ki Narto. Betapa tidak, hampir semua (90 persen) gending-gending yang digubah orang nomor satu di Ngesti Pandhawa itu mampu dikuasainya. Cengkok khasnya pun menjadi panutan sinden-sinden muda. Hingga epigon Nyi Ngatirah bermunculan tanpa satu orang pun yang pernah menjadi muridnya.

"Mboten nate gadhah murid, paling nggeh niru saking kaset (tidak pernah punya murid, paling mereka meniru dari kaset)," ujar Ngatirah malam itu.

Namun ia mengaku tidak masalah jika ada orang bisa meniru teknik dan cengkoknya. Malah ia sering merasa heran. "Cengkok begitu saja kok ya banyak yang mau niru," katanya terkekeh.

Ditemui di sela-sela pentas wayang kulit dalam rangka 28 tahun Teater Lingkar itu, Ngatirah lalu menceritakan awal karirnya menjadi seoran sinden. Nenek 8 cucu dan 1 buyut ini awalnya adalah penari di kelompok Ngesti Pandhawa yang waktu itu masih berpentas keliling dari kota ke kota. Sejak usia belasan tahun ia sudah menari dan berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain.

Perempuan yang menikah diusia 16 tahun dengan Siswanto, pemain wayang orang Ngesti Pandhawa) itu cukup lama menjadi penari. Hingga suatu hari ketika usianya menginjak 30, Ki Narto menghampirinya kala dirinya sedang berlatih tari.

"Sampeyan ki rak pantes nari. Wes rak entuk dedeg yo rak entuk rupa. Nek tak ajari nembang wae piye, dadi sinden, gelem? (Kamu itu tidak pantas menari. Sudah postur tidak mendukung, muka juga tidak. Saya ajari menyanyi saja ya, jadi sinden, mau?)," ucap Ki Narto kala itu.

Dan sejak itulah, Ngatirah putar haluan. Ia tidak lagi menari. Hari-harinya selalu diisi dengan berlatih nembang secara privat kepada Ki Narto. Dan naluri Narto Sabdho memang tidak salah. Ngatirah muda ternyata mempunyai bakat terpendam dalam hal nembang. Setiap apa yang diajarkan selalu mampu ia serap dan kuasai dengan baik.

Malah terkadang, Ki Narto dibuat geleng-geleng dengan kemampuan Ngatirah. Diceritakannya, Ki Narto kaget karena ketika berlatih Ngatirah sering tidak memperhatikan. Namun saat dites, ia mampu melakukannya dengan baik. Ngatirah sendiri juga tidak tahu dari mana kemampuannya itu berasal.

"Perasaan saya ya sulit, tapi ketika mencoba kok tahu-tahu bisa," akunya .

Diajari begitu rupa, dengan ketekunan dan kesabaran menumbuhkan kekaguman tersendiri pada diri perempuan kelahiran Desember 1944 itu. Ia memandang Ki Narto sebagai sosok yang luar biasa baik.

Menurutnya, secara moral dan tindakan, Ki Narto, hampir tidak ada cacatnya. "Disiplin dan tekun, itulah yang selalu dikatakan Ki Narto pada saya."

Namun, jangan harap bisa membantah jika Ki Narto sudah marah. Jika merasa disepelekan dan tidak diperhatikan, dalang Ngesti Pandhawa itu paling tidak suka.

"Ya mudah-mudah sulitlah, harus tahu celahnya," ujar Ngatirah.

Mulai 1959, Ngesti Pandhawa masuk Semarang dan mulai berpentas secara rutin di gedung GRIS yang berlokasi di belakang Gedung Rakyat Indonesia Semarang (GRIS). Mengenang masa jaya Ngesti Pandhawa, Ngatirah bercerita dengan semangat. Kejayaan Ngesti hingga terkenal ke seluruh Indonesia, penonton yang selalu penuh, dan beberapa kali diundang Presiden Soekarno ke istana negara, adalah memori indah yang ia akui sulit terulang di masa sekarang.

Sesudah Kusni meninggal pada 1980, kemudian diikuti Sastrosoedirdjo pada 1984, dan Ki Narto Sabdho setahun kemudian, Ngesti Pandowo kehilangan tokoh-tokoh panutan. Bersamaan dengan itu, muncul kesulitan kronis soal manajemen dan kreativitas. Dan zaman keemasan Ngesti Pandhawa perlahan-lahan surut.

Sekarang jadwal pasti pentas Ngesti pandawa hanya Sabtu malam Minggu. Namun ini pun tak mampu menaikkan kembali pamor Ngesti Pandowo. Setiap pementasan hanya dihadiri segelintir orang.

Dengan keadaan Ngesti Pandhawa yang begitu mengenaskan, pun juga usia Nyi Ngatirah yang kian lanjut, tidak menyurutkan aktifitasnya sebagai sinden. Sosoknya masih bisa didapatkan dengan mudah disetiap Ngesti Pandhawa pentas.

Bahkan, dengan keseniorannya itu, beberapa kali Ngatirah menjadi duta kesenian. Bersama rombongan kesenian, pada 1994, ia berkesempatan keliling dunia di antaranya ke India, Cekoslowakia, dan Yunani. Belum lagi acara kesenian tingkat nasional yang sudah tak terhitung banyaknya.

Tak heran, ia beberapa kali mendapatkan penghargaan dari pemerintah Jawa tengah. "Pak Mardiyanto dan Pak Mail (almarhum Ismail), nate maringi (pernah memberi)," tuturnya.

Terakhir, Teater Lingkar memberikan pengharagaan tali asih di tengah pertunjukan wayang Ki Manteb.

Ketika disinggung mengapa tidak berhenti mengingat usia, Ngatirah malah tersenyum. Ungkapnya, ia bukannya tidak mau tetapi tidak bisa. Ia mengatakan sudah beberapa kali membicarakan kemundurannya pada pimpinan, namun selalu ditolak dengan alasan belum ada penggantinya.

"Ampun mandeg Nyi, mboten sah niru pegawai negeri. Sinden niku mboten wonten pensiune (jangan berhenti Nyi, jangan meniru pegawai negeri, sinden itu tidak ada pensiunnya)," ujarnya menirukan ucapan Cucuk, pimpinan Ngesti Pandhawa.

Ketika ditanya perbandingan sinden dulu dan sekarang, ibu yang mempunyai 5 anak (3 meninggal) itu menuturkan keheranannya mengapa sinden sekarang duduk berjajar menghadap penonton. Menurutnya, lebih nyaman dulu, yaitu duduk di kanan dan kiri dalang membentuk letter V dan menghadap kelir.

Selain itu, ia juga tidak setuju dengan pergelaran wayang dicampur dengan lagu dangdut atau campursari yang mulai marak sekitar 1990-an itu.

"Lebih srek yang dulu. Bisa nonton wayangnya. Kalau seperti tadi kayaknya nggak srek. Apalagi sudah tua seperti saya ini. Wong wes tuo kok dadi tontonan," ujarnya dengan senyum dikulum. []

Radar Semarang Senin, 31 Mar 2008

Siswi SMPN Dilacurkan Ortunya

Diamankan di Denpasar Saat "Dilarikan" Pengusaha Barang Antik

TUBAN-Siswi salah satu SMPN di Jatirogo diduga diperjualbelikan atau dilacurkan kedua orang tuanya. Kasus trafficing (perdagangan wanita) bertarif Rp 500 ribu per tiga jam tersebut kemarin (31/3) dibongkar Satreskrim Polres Tuban. Ae, 15, inisial siswi tersebut dijemput polisi di salah satu rumah kost di Denpasar, Bali. Selain warga salah satu desa di Kecamatan Jatirogo ini, polisi juga mengamankan Skn alias Jn, 37. Warga Jalan Karangsari V/19, Kelurahan Robokan, Pds Kaja, Denpasar, Bali ini dilaporkan kedua orang tua Ae atas tuduhan melarikan gadisnya. Laporan justru terbalik setelah Ae ditemukan. Dia mengaku terpaksa lari ke Denpasar karena tak kuat dengan perlakuan kedua orang tuanya yang menjualnya kepada pria berduit. Bukan hanya dipaksa melacur. Gadis berwajah cantik ini juga mengaku disetubuhi bapak kandungnya sejak kelas dua SMP.


Pengakuan Ae ini bertolak belakang dengan laporan Sw, 39, ibu kandungnya. Dia mengatakan, gadisnya tersebut dilarikan sejak Sabtu (15/3) atau sekitar dua pekan lalu. Kronologisnya, usai pulang sekolah pada Sabtu itu, Ae diantar Cc ke terminal Jatirogo menuju Tuban. Cc adalah ibu kost Ae.

Sesampai di Tuban, Ae dibelikan tiket bus malam PO Karya Jaya jurusan Denpasar oleh Surip, teman Jn yang tinggal di Tuban.

Di Denpasar, tinggal di sebuah kamar kost milik Surindayat, 51, di Saring Gading 14, Gatsu Timur, Denpasar.

Polisi menduga selama hampir dua pekan di Denpasar, Ae disetubuhi Jn. Dugaan polisi tersebut dibantah Jn. Didampingi Marthen Blegur Laumuri, penasehat hukum yang dibawa dari Bali menyatakan, dia menyatakan kepergian Ae di Bali itu tanpa sepengetahuanya. Justru saat gadis berkulit kuning langsat tersebut tiba di Pulau Dewata tersebut, Jn tengah berada di Jember. "Saya pulang dalam kondisi sakit," tandas pria berpenampilan dendy ini.

Jn juga menyatakan dirinya tak pernah sekali pun menyetubuhi Ae. Perlindungan yang diberikan menurut dia karena rasa iba terkait penderitaannya yang dipekerjakan menjadi wanita panggilan kelas atas. "Tarifnya Rp 500 ribu untuk short time tiga jam. Kalau tidak percaya tanyakan langsung. Dia janji akan membeberkan kebobrokan kedua orang tuanya," terang dia mengutip keterangan Ae.

Wartawan koran ini yang mendapat kesempatan singkat bertemu Ae saat diperiksa di ruang Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (UPPA) Satreskrim hanya bisa mengkonfirmasi terkait dugaan dirinya disetubuhi bapak kandungnya. "Memang benar, saya akui," tandas dia yang mengenakan jaket tipis warna hijau tua tersebut.

Dia spontan membantah saat ditanya saat ditanya apakah selama dilarikan disetubuhi Jn. Kapolres Tuban AKBP Bambang Priyambadha melalui Kasat Reskrim AKP Efendi Lubis menyatakan, pengakuan Ae tersebut akan dikonfrontir dengan keterangan saksi lainnya. Meski dia mengaku telah diperjualbelikan orang tuanya, dikatakan Lubis polisi tidak bisa langsung menetapkan mereka sebagai tersangka. Begitu Jn yang dilaporkan melarikannya. "Kami masih mendalami kasus ini. Tidak bisa kami menerima laporan sepihak," tandas dia.

Sementara itu, untuk mengamankan Ae dan Jn, sebuah tim kecil yang dipimpin Kaur Bin Ops Reskrim Iptu Budi Santoso dikirim ke Denpasar. Untuk memudahkan komunikasi dengan bahasa daerah setempat sekaligus penunjuk arah, seorang anggota Reskrim asal Bali diajak juga. Dia inilah yang bersama Budi menghubungi ponsel Jn dan menyampaikan maksud kedatangan ke rumah untuk membeli barang antik yang dikoleksinya. Begitu Jn keluar dan mengajak melihat barang antik koleksinya, Budi langsung menyergap. Jn pun melawan. Setelah menanyakan surat perintah penangkapan dirinya, dia menghubungi penasehat hukumnya. Penasehat hukum inilah yang menyertai saat Jn dibawa ke Mapolres Tuban.

Karena masih juga belum mau menyerah, akhirnya polisi membawanya ke Mapolsek Denpasar Kota. Di mapolsek inilah, Jn berjanji akan mencarikan Ae. Setelah mengajak putar-putar Denpasar selama kurang lebih empat jam, polisi akhirnya diajak ke tempat pondokan Jn yang tak jauh dari rumahnya.(ds)

Radar Bojonegoro Selasa, 01 Apr 2008

Renovasi Dewan Kesenian Jawa Timur

DEWAN Kesenian Jawa Timur (DKJT) mengalami penyegaran. Sabtu (29/3) terpilih ketua umum yang menjabat lima tahun ke depan. Pada hari itu, Achmad Fauzi diresmikan sebagai ketua umum yang menggantikan Prof Dr Setyo Yuwono Sudikan.


Fauzi terpilih secara aklamasi. "Ini merupakan amanah buat saya," kata Fauzi kemarin (31/3). Bagi Fauzi, terpilih menjadi ketua bukanlah sesuatu yang mudah. Namun, di sisi lain, dia optimistis dengan kepengurusan sekarang. "Saya punya tim yang solid," lanjutnya.

Dia juga menyatakan bahwa optimismenya itu didukung Dewan Kesenian di setiap kabupaten/kota. "Banyak amanah dari hasil rekomendasi musyawarah," ujar warga Sidoarjo itu.

Salah satu yang akan dia lakukan adalah pemetaan terhadap potensi kesenian Jawa Timur. "Selama ini, banyak yang belum tertangani," tambahnya. Perhatian dari pemerintah, kata Fauzi, masih terlampau minim. Dia mencontohkan, pengklaiman reog oleh Malaysia disebabkan lemahnya perhatian pemerintah terhadap kesenian.

Salah satu bentuk konservasi terhadap seni, menurut Fauzi, bisa diwujudkan melalui museum seni. Lewat museum itu, masyarakat bisa tahu kesenian yang selama ini terlewat. Dia berharap masyarakat tidak sekadar tahu nama, namun juga tahu visualisasinya. "Ooo.. seperti ini bentuknya," ungkap pria kelahiran 7 November 1964 itu. Dia juga menyampaikan bahwa saat ini perlu ada payung hukum yang jelas bagi kesenian. (dee/dos)

Jawa Pos Selasa, 01 Apr 2008

Negeri Wacana dan Republik Mimpi

Oleh: Zulkifli*

Tuhan telah menganugerahkan kekayaan sumberdaya alam, kemajemukan bangsa dan masyarakat serta beraneka kebudayaan agar bisa dimanfaatkan bagi kesejahteraan manusia. Namun hingga kini, masih terdapat banyak tindakan yang tidak bertanggung jawab untuk keberlanjutan dan kelestarian lingkungan hidup.



Seiring bertambah dan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi serta kebudayaan, revolusi industri, pengurasan terhadap SDA semakin gila dan menjadi-jadi. Global Warming, menjadi isu yang sangat sentral akhir-akhir ini. Itulah buah dari kerakusan badut kapitalisme.

Pembangunan berkelanjutan adalah yang bisa melestarikan dan menyejahterakan manusia tanpa harus merusak alam. Maka dari itu, pembangunan berkelanjutan bukan hanya harus memenuhi persyaratan ekonomi, tetapi juga persyaratan sosial budaya dan ekologi (Soemarwoto; 1992).

Undang Undang No 23 Tahun 1997 menyebutkan, dimaksud dengan lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, makhluk hidup, termasuk manusia dan prilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk lain. Dengan demikian, prinsip pembangunan berkelanjutan menghendaki peningkatan kualitas hidup manusia yang selalu berorientasi jangka panjang dengan memperhatikan aspek keberlanjutan hidup manusia sekarang dan akan datang.

Paham kapitalisme juga telah menggeser nilai kepercayaan dan rasa hormat terhadap manusia. Trust, faktor jaminan kepercayaan manusia selalu diukur dengan seberapa banyak materi dan benda bernilai ekonomi yang dia miliki dan kuasai, tidak hanya di ranah bisnis atau usaha, kini merasuk ke aspek sosial kemasyarakatan. Aspek moralitas dan etika jauh terpinggirkan oleh cara yang tidak adil dan culas alias curang, tindakan yang menafikan harkat kemanusiaan (dehumanisasi). Sayangnya hingga kini pola kebijakan pembangunan Indonesia, paradigma ekonomi masih mendewakan pertumbuhan dengan bumbu pemerataan yang tidak jelas. Prinsip penetesan (trickle down effect) yang jelas-jelas tidak efektif dan menyengsarakan rakyat, masih saja dipertahankan. Konglomerat dan kelompok tertentu dimanjakan melalui berbagai kebijakan dan fasilitas negara yang menggiurkan. Satu contoh, bagaimana kasus BLBI yang hingga kini tak kunjung tuntas penyelesainnya.

Potensi dan SDA yang melimpah di negeri kita, kenapa tidak bisa mewujudkan cita-cita luhur seperti yang diamanatkan Pembukaan UUD 1945 maupun dalam pasal-pasalnya. Bahwa, Bumi dan air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Jangan hanya bisa mimpi (baca: berwacana). Itulah sindiran sekaligus tamparan buat pengelola negeri. Kalau kita mau berkaca, seharusnya hal itu bisa menjadi inspirasi sekaligus motivasi. Bukannya caci maki dan dibenci, apalagi ada sebuah ketersinggungan yang amat berlebihan terhadap tayangan Republik Mimpi di salah satu station TV swasta.
Berita hasil penemuan bakteri sakazakii oleh IPB pada beberapa susu formula, malah ditanggapi pemerintah dalam hal ini menteri kesehatan dengan sikap ketus dan terkesan menutupi, bukan malah berterimakasih. Itu sebuah bukti betapa tidak berdaya dan lambannya Depkes termasuk BPOM dalam pengawasan dan peredaran makanan dan minuman di pasar yang layak konsumsi dan tidak berbahaya.

Semoga PP No 2/2008 tentang Penyewaan Hutan tidak jadi dilaksanakan dan segera dicabut, karena hal ini sangat kontra produktif dengan kebijakan pemerintah sendiri. Seperti program Gerhan (Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan), termasuk banyaknya persoalan illegal logging dan illegal mining yang belum tuntas.

Pemerintah sebaiknya konsentrasi dan serius untuk menumbuhkembangkan sektor riil, maupun perbaikan dan peningkatan bidang pendidikan. Pengambilan keputusan dan kebijakan yang partisipatif, akomodatif sekaligus transparan dan akuntabel akan mewujudkan pemerintahan yang baik (Good Governance). Bukan saja benar secara peraturan atau perundangan-undangan, tetapi harus punya etika dan moral dan itu terlihat dalam prilaku serta tindakan nyata, bukan di mulut saja. Begitu juga tentang Otonomi Daerah, harus lebih dimaknai pada sebuah kompetisi pelayanan publik. Kepala Daerah dan DPRD seharusnya berlomba bagaimana menelorkan kebijakan dan perda yang berorientasi kepentingan publik, atau pro poor.


*) Penulis adalah Konsultan Community Development

Banjarmasin Post, Rabu,19-03-2008|01:01:11

Bye Bye DPR

Oleh Moh. Mahfud MD *

Ketika pada 2003 setiap parpol harus menyusun daftar calon anggota legislatif (caleg) untuk Pemilu 2004, Gus Dur menyarankan saya tak ikut mendaftar untuk menjadi caleg. Sebab, kata Gus Dur, saya tak cocok menjadi anggota DPR. "Pak Mahfud lebih cocok di bidang penegakan hukum. Nanti kita usahakan Pak Mahfud masuk ke MA saja," katanya ketika itu.



Gus Dur juga menyarankan Alwi Shihab, Khofifah Indar Parawansa, dan A.S. Hikam yang juga dari PKB tidak ikut menjadi caleg karena lebih tepat di lembaga non-DPR. Tetapi, ketika itu, kami tetap menjadi caleg karena selain direkomendasi oleh daerah, nanti masih dapat berpindah ke lembaga lain yang lebih tepat. Seperti biasanya, Gus Dur tak memaksa. Menyetujui pilihan kami.

Interupsi Celometan

Ketika benar-benar terpilih sebagai anggota DPR, saya mempersiapkan diri dengan serius. Buku-buku tentang parlemen, proses legislasi, teknik berargumen, teori konstitusi, dan perundang-undangan saya siapkan untuk berlaga di DPR. Tetapi, begitu dilantik dan mulai ikut dalam sidang-sidang DPR, saya agak "shocked" karena apa yang pernah dikatakan Gus Dur bahwa DPR seperti "taman kanak-kanak" mulai terasa.

Buku-buku bermutu yang saya siapkan untuk berlaga di DPR tak ada gunanya karena tak diperlukan di sana. Pada hari-hari pertama sidang DPR, saya punya kesan bahwa yang diperlukan adalah keahlian celometan, rebutan ngomong tanpa arah melalui interupsi yang salah kaprah.

Bayangkan, sidang baru dibuka dan pimpinan baru memberikan pengantar sudah ada teriakan-teriakan interupsi. Interupsi yang dalam teknik persidangan hanya dipergunakan untuk meluruskan pembicaraan yang melenceng agar kembali ke pokok masalah yang sedang dibahas ternyata dibelokkan menjadi alat celometan. Belum ada pokok masalah yang dibahas sudah diinterupsi dengan berbagai hal yang remeh temeh.

Bahkan, menyebutkan interupsi pun banyak yang salah. Ada yang meneriakkan "instruksi", ada yang meneriakkan "instrupsi", yang lain lagi meneriakkan "intruksi". Bahkan, ada yang meneriakkan "interaksi" tanpa kikuk. Kacaunya lagi, belum diberi izin bicara banyak penginterupsi yang nyerocos berbicara.

Kalau yang memimpin sidang kebetulan Mbah Tardjo, saya agak terhibur juga karena politikus gaek asal PDIP itu bisa berimprovisasi dengan ringan.

Misalnya, ada adegan begini. "Interupsi pimpinan sidang, nama saya Sigit, nomor anggota sekian...," kata sang penginterupsi.

Mbah Tardjo merespons dengan enteng. "Ono opo, Giiit," katanya. Setelah Sigit selesai berbicara "bla bla bla", Mbah Tardjo kembali menjawab enteng. "Yo, wis tak catet, mengko tak sampekne nang pemerintah, sopo ngerti dirungokne," kata Mbah Tardjo disambut tepuk tangan peserta sidang.

Aneh juga, ada anggota DPR yang menginterupsi anggota lain yang sedang menginterupsi sambil mengatakan, "Harap jangan berpolitik dan mempolitisir masalah di sini, ya." Padahal, di DPR memang tempatnya berpolitik dan memolitisasi masalah untuk mencari keputusan politik.

Ada lagi yang menginterupsi hanya untuk memberi tahu bahwa jepitan laundry di lengan baju seorang pembicara belum dibuang.

"Insterupsi pimpinan sidang, harap diingatkan kepada pembicara bahwa forum di DPR ini terhormat; itu yang sedang berbicara jepitan laundry di lengan bajunya belum dibuang," katanya yang juga disambut dengan tertawa riuh.

Serius dan Bermutu

Tetapi, sebenarnya tak semua anggota DPR bermutu rendah. Yang seperti itu mungkin tak sampai 25 persen dari seluruh anggota DPR yang 550 orang. Sangat banyak anggota DPR yang cukup bermutu dan bekerja sebagai wakil rakyat dengan baik. Hanya, mereka tak bertingkah atraktif sehingga tak menarik untuk disorot media massa.

Itu saya ketahui dari situasi di sidang-sidang komisi dan pansus di DPR. Sidang-sidang di sana berjalan serius serta ditingkahi dengan adu argumen dan teori bermutu. Mereka yang suka interupsi secara salah kaprah biasanya tak bisa berbunyi dalam sidang-sidang komisi dan pansus yang serius dan bermutu itu. Sidang-sidang yang serius itu sering sampai tengah malam, bahkan menjelang pagi.

Dalam sidang-sidang yang serius tersebut, interupsi digunakan secara proporsional dan biasanya orang yang suka interupsi dengan bekal pengetahuan yang pas-pasan tak suka menginterupsi karena tak mampu membuat kontra argumen.

Tetapi, suasana serius yang seperti itu hampir tak pernah disorot media massa. Saya merasakan bahwa pemberitaan media massa dalam konteks tersebut sering tidak seimbang.

Memang, ada juga noda atas keseriusan dan mutu yang seperti itu. Yakni, isu politik uang dalam pengambilan keputusan berbagai isu penting. Bau busuk tentang itu memang menyengat, tetapi sulit membuktikan. Masalah yang seperti ini memang harus dihantam habis dari berbagai penjuru, terutama oleh pers dan LSM.

Selamat Tinggal DPR

Mulai besok (1/4) saya pindah dari DPR ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menjadi hakim konstitusi. Dengan segala kenangan manis dan pahitnya, saya mengucapkan selamat tinggal kepada DPR.

Selain bersyukur ke hadhirat Allah, saya berterima kasih kepada Gus Dur yang telah meletakkan saya di tempat-tempat penting di negara ini. Di negeri ini banyak orang pandai, banyak profesor, tapi tak banyak yang beruntung seperti saya dalam berkarier.

Saya akademisi yang dituntun Gus Dur untuk masuk ke tiga pilar negara demokrasi, yakni legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Saya direkrut ke ekskutif untuk menjadi menteri saat Gus Dur menjadi presiden. Saya diantar masuk ke legislatif untuk menjadi anggota DPR melalui posisi Gus Dur sebagai ketua dewan syura PKB. Mulai besok (1/4) saya berkantor di lembaga yudikatif (MK) juga atas dukungan Gus Dur. Kini saya akan berkhidmah di lapangan tugas yang baru.


* Moh. Mahfud M.D., mantan anggota DPR, baru terpilih menjadi hakim konstitusi di MK

Jawa Pos Senin, 31 Mar 2008

Gubernur untuk Rakyat

Ini bukan analisis politik, tetapi hanya sekadar uneg-uneg seorang warga masyarakat Jawa Timur yang merasa geregetan untuk ikut mengajukan pendapat seputar Pilgub Jatim. Maka, jika banyak yang terasa ganjil, jangan diolok-olok. Jika kelak ada yang sudi meluruskannya dengan ’’bahasa rakyat’’ pastilah saya akan sangat berterima kasih.


Pilgub Jatim yang kini baru pada tahap pendaftaran balon [ketika tulisan ini dibuat, penyunting] sudah terasa sebegitu seru. Buktinya, di Jawa Pos saja, sekian banyak artikel muncul, belum lagi yang di media lain. Opini, berita, silih muncul. Bahkan, tulisan-tulisan itu sejak awal sudah menguarkan aroma kekhawatiran, Pilgub Jatim nanti bakal berlangsung terlalu seru, terlebih dengan bakal bertarungnya Sekdaprov dengan Wagub Jatim, Soekarwo dengan Soenarjo.

Hal pertama yang terasa mengganggu ’’pikiran-rakyat’’ saya adalah diharuskannya para bakal calon itu menumpang kendaraan politik yang namanya ’partai’. Mereka harus mendaftar lewat partai.

’’Lha, memang hukumnya bilang begitu, kok! Adanya pemerintahan itu kan ditandai dengan adanya hukum!’’ sengak komentar sahabat saya yang masih manget-manget keluar dari kawah Jurusan Hukum Tatanegara.

Nah, itulah soalnya! Pikiran saya ini agaknya memang perlu di-update, atau jangan-jangan malah perlu di-scan antivirus! Soalnya, bilangnya begini:

Pertama, sebagai kendaraan, partai politik itu pastilah boros bahan bakar.

Kedua, kendaraan itu sering melaju terlalu kencang, terlalu jauh meninggalkan rakyat. Padahal, bukankah adalah rakyat pemilik kekuasaan yang sejati di dalam tatapemerintahan yang mengagungkan sistem demokrasi? [Maaf, ini bukan berteori, melainkan hanya sedang kemaruk mengingat pelajaran sekolah dasar].

Ketiga, tampaknya partai –sebesar apa pun ia-- juga bukan alamat yang tepat untuk me-numplek-kan [menumpahkan] segenap cinta. Mau bukti? Lihatlah baik-baik Wakil Rakyat dari partai-partai itu, kadang mereka juga tergagap-gagap mengartikulasikan aspirasi pihak yang diwakilinya [baca: aspirasi rakyat].

Saya juga selalu risih dengan istilah ’wakil’ itu. Sebab, lazimnya eksistensi pihak yang diwakili lebih penting daripada yang mewakili. Derajat wakil lazimnya berada di bawah yang diwakili. Begitu pengertian yang tertanam dalam tatapikir saya, sehingga saya menerima istilah wakil presiden, wakil tuan rumah, wakil wali, dan sebagainya. Yang namanya wakil presiden, di mana-mana derajatnya ya di bawah presiden-nya. Lha, ini kok nyleneh, yang diwakili saja makan nasi thiwul kok yang mewakili malah makan pizza di Roma, kencing di Amerika, dan bercinta di hotel bintang lima. Mbok ya Pusat Bahasa sudi mengevaluasi ulang istilah yang satu ini.

Ada contoh yang cukup menarik pula, kenyataan yang bisa kita baca di Banyuwangi. Ratna Ani Lestari bisa melenggang ke kursi Banyuwangi Satu, padahal sebagian besar Wakil Rakyat Banyuwangi menyeteruinya. Menurut saya, kejadian seperti yang muncul di Banyuwangi dimana Bupati dengan DPRD-nya bagaikan [nuwun sewu] kucing dengan kirik, adalah sangat menarik dikaji untuk memperkaya materi kuliah ilmu politik di perguruan tinggi.

’’Itulah gara-gara money politic. Banyak orang menang dalam pemilihan karena membeli suara rakyat!’’ sahut Togog dangan nada tanpa rasa berdosa.

Politik uang? Rakyat dibayar untuk menjatuhkan pilihannya kepada seorang calon? Nah, ini dia! Teori politik pastilah mengharamkannya. Tetapi, sebegitu besarkah kadar dosa seorang rakyat yang terpaksa menjual suaranya untuk barang sepekan dua pekan mengganti thiwul-nya dengan uncet [nasi beras] syukur-syukur bisa beli lauk walau hanya berupa ikan asin?

Jika demokrasi dimaknai sebagai kekuasaan tertinggi ada di tangan rakyat, andai pun ia mau menjual diri, siapa berhak melarangnya? Dan apalagi kalau hanya menjual suaranya!
Panitia Pengawas, Komisi Pemilihan, Pakar Politik, mahasiswa, mereka akan antre atau serentak ’menghukum’ rakyat yang menjual suaranya itu. Tetapi, sungguh menyedihkan, mereka tak pernah bicara ketika justru rakyatlah yang terjual, ketika rakyat hanya bisa merintih [tak lagi punya energi untuk berteriak]. Pernahkah Anda melihat wajah rakyat yang telah terjual? Dan bagaimana perasaan Anda?

Begitulah riak tatapikir saya. Dan saya jadi semakin tersinggung ketika suatu saat mendengar kalimat semacam ini, ’’Janganlah memilih seseorang [calon gubernur] yang hanya akan melupakan partai!’’ Sebab, dalam pengertian yang sebegitu dalam menancap di dalam ’’pikiran-rakyat’’ saya, begitu seorang pemimpin menyejahterakan, menenteramkan, dan membahagiakan rakyatnya, lunaslah segenap kewajibannya. Lha, emang partai itu berjuang untuk siapa? Untuk dirinya sendirikah?

Saya masih pula ingat kata-kata almarhum kakek, ’’Jangan pikir tidak ada perempuan yang lebih jantan daripada laki-laki!’’ Analoginya, jika kita bicara dikotomis soal partai dan nonpartai, pastilah, ada kalanya orang partai lebih bijaksana daripada orang nonpartai, ada kalanya orang nonpartai lebih julig daripada orang partai. Tetapi, kalau belum-belum sudah teriak-teriak, ’’Jadikanlah saya pemimpin untuk membesarkan partai!’’ walah nggih no way mawon-lah! Yang kita mau, setidaknya di Jawa Timur kita, adalah gubernur untuk rakyat, sebab partai-partai sudah punya gubernur, menteri, dan bahkan sudah pula punya presidennya sendiri! [Purwo Santosa, seorang rakyat biasa].

dari radar tulungagung

Melihat Sisa Peradaban Majapahit di Dusun Beteng, Sidomekar, Semboro, Jember

Diyakini Berasal dari Benteng Pertahanan Brawijaya V

Bisa jadi tak banyak yang tahu bahwa kemajuan peradaban Majapahit juga meninggalkan sisa di Jember, tepatnya di Dusun Beteng, Desa Sidomekar, Kecamatan Semboro, Jember. Seperti apa jejak sejarah kerajaan yang disebut-sebut pernah menyatukan Nusantara itu?



DI sebuah pelataran luas itu, dua pohon beringin besar seolah tertancap kokoh. Di bawahnya, fondasi dengan batu bata besar membujur ke segala arah. Di ujung pelataran tersebut, terlihat sebuah rumah sederhana. Di bagian dinding rumah itu masih tegak berdiri batu bata dengan ukuran sangat besar. Siapa pun tentu mafhum bahwa pelataran itu merupakan komplek peninggalan sejarah.

"Daerah ini disebut Beteng (benteng, Red). Dan, dari sini nama Dusun Beteng, Desa Sidomekar, Kecamatan Semboro, berasal. Tapi, ini beteng dari kerajaan apa, saya sendiri tidak tahu," kata Gito, salah seorang warga setempat.

Wajar saja banyak warga yang tidak tahu. Sebab, kondisinya saat ini tidak menggambarkan sebuah bangunan benteng pertahanan. Di areal itu hanya terdapat pohon-pohon besar dari sebuah rumah yang ditempati Ngadulgani, seorang lelaki tua. "Pak Ngadulgani ini menjadi juru kunci wilayah ini. Dia yang tahu banyak tentang lokasi ini," kata Gito memperkenalkan juru kuci saat Erje berkunjung ke lokasi tersebut.

Setelah berbincang-bincang, Ngadulgani akhirnya membuka rahasia tempat itu. Menurutnya, dia sendiri sebagai penerus dari pendahulunya, yakni Mat Salam, yang juga ayah kandung Ngadulgani.

Menurut Ngadulgani, sang juru kunci, daerah itu disebut dengan Beteng. "Ini sisa kejayaan Kerajaan Majapahit. Beteng dalam bahasa Jawa atau benteng dalam bahasa Indonesia ini dibangun oleh Raja Kertabumi atau terkenal dengan sebutan Brawijaya V," papar pria sepuh yang umurnya sudah mencapai 65 tahun ini.

Konon, kata dia, kala itu Majapahit diserang oleh kerajaan Demak. Penyerangan itu dipimpin Raden Patah yang juga masih anak turun Raden Brawijaya V. Setelah kerajaan Majapahit berhasil dikalahkan, Raja Brawijaya dan seluruh pasukannya lari ke Tengger.

Raden patah belum puas dan nekat mengejar Brawijaya sampai ke Tengger. Terus terdesak, Brawijaya lari ke arah timur dan akhirnya masuk ke Jember dan menemukan daerah lapang di daerah ini. Kemudian dia mendirikan benteng pertahanan.

Selama di tempat tersebut yang tidak lain adalah asal muasal Dusun Beteng, Brawijaya membangun peradababan baru. Dia juga menciptakan sebuah kota yang akhirnya diberi nama Kedawung, yang sekarang menjadi nama sebuah dusun di sebelah utara Dusun Beteng. "Lokasinya tak jauh dari beteng ini. Dan dulunya berfungsi sebagai pasar," kata Ngadulgani.

Keberadaan benteng ini kian ramai hingga terdengar oleh pasukan Raden Patah. Pengejaran dilakukan. Namun Brawijaya terus berlari hingga masuk ke Blambangan, Banyuwangi. "Seluruh peralatan dan beberapa benda pusaka pun ditinggal di sini. Termasuk bendera merah putih dan bangunan beteng ini," katanya.

Akibat kalah perang, lokasi ini ditinggal begitu saja. Banyak barang-barang warisan sejarah yang ditinggalkan rombongan Brawijaya V. "Saya berhasil mengamankan barang yang ada. Namun semua berbentuk batu yang gunanya untuk peralatan membuat ramuan jamu," katanya.

Kemudian Ngadulgani mengajak ke sebuah bilik di rumahnya. Di tempat yang kecil itu terdapat banyak peralatan dari batu. Seperti lumpang (alat penumbuk, Red), batu pipisan, gerusan, bengkok (alat pembuat jamu, Red) dan serpihan keramik. "Sebetulnya banyak peninggalan. Namun banyak juga diambil orang. Yang ada di sini tinggal sisanya," katanya.

Sisa benteng pertahanan itu, sambung dia, sempat tidak terurus. Setelah itu, benteng kembali ditemukan pada 1908 oleh Mat Salam, seorang warga Pagerwojo, Kecamatan Kesamben, Kabupaten Blitar.

Kedatangan Mat Salam ke lokasi itu sebetulnya bukan untuk mencari situs sejarah Majapahit. Namun dia nyantrik (berguru, Red) ke Markonah, warga Semboro. "Saat itu Markonah tengah menikahkan anaknya. Dan Mat Salam di suruh mencari kayu bakar. Di daerah ini masih hutan," paparnya.

Karena di dalam hutan tidak ada kayu yang kering, Mat Salam pun mencari lebih jauh lagi. Sampai kemudian dia menemukan hamparan lahan seluas 2 hektare. Dan di tengah hamparan itu ada sebuah gundukan tanah setinggi 2,5 meter yang tidak lain adalah sisa benteng pertahanan tersebut.

Kemudian di dalam gundukan itu terdapat bangunan yang temboknya memiliki tebal 20 cm. Bahan yang digunakan sebagai tembok dari batu bata dengan ukuran 30-55 cm. "Dan batu bata itu masih banyak yang utuh. Lihat di dinding rumah itu," katanya sambil menunjuk bukti batu bata sisa situs Majapahit.

Mat Salam pun akhirnya menjadikan tempat itu sebagai lokasi peristirahatan. Dan, masih cerita Ngadulgani, dia sering menjumpai peristiwa aneh di luar akal manusia. Kemudian setahun kemudian Mat Salam menjadikan lokasi itu sebagi tempat ritual larung sukerto (penyucian benda pusaka di situs Majapahit, Red).

Seiring dengan perkembangan, lokasi itu dibersihkan. Dan sangat jelas bahwa lokasi itu merupakan benteng pertahanan. "Dahulu ada tembok keliling," katanya.

Namun bangunan itu rusak setelah peristiwa 1968. Bangunan itu dihancurkan oleh gerakan yang dimotori para mahasiswa. Bahkan, patung Siwa yang ada di tengah lokasi itu diambil dan dibuang ke Sungai Menampu.

Sejak itu bangunan tersebut rusak dan tidak terurus. Banyak barang-barang sejarah hilang entah ke mana. "Sampai saat ini lahan beteng terus berkurang oleh bangunan-bangunan yang ada di sebelahnya," katanya.

Dari tempat itu, banyak ditemukan benda-benda bersejarah warisan dari Majapahit. Seperti tombak yang berdiri dengan sudut 45 derajat yang kala itu ditemukan Sukadi tahun 1956. Kemudian keris lekuk sembilan ditemukan Mat Salam pada 1958, batu lempeng yang ditemukan berjarak 500 meter dari lokasi pada 1961.

Selain itu, lumpang ukuran besar ditemukan 150 meter dari pusat situs pada 1991, 1992, dan 1994. Dan, pada 1995 ditemukan batu akik warna merah. Selain itu beberapa kotak, uang logam mata uang China.

Bahkan dari informasi di lokasi tersebut masih tersimpan beberapa senjata pusaka. Di antaranya pedang Kongkam Pamor Kencono yang menjadi senjata Brawijaya V, bendera Merah Putih sebagai simbol kejayaan Majapahit, mahkota raja, Bokor Kencono, dan beberapa peti senjata.

"Namun sampai saat ini benda itu di mana banyak orang yang tidak tahu. Yang jelas ini semua peninggalan Majapahit. Itu terlihat ada kesamaan dari peningggalan yang ada di Trowulan, Mojokerto," kata Ngadulgani.

Selain itu dari bentuk prakiraan bangunan, semua mirip dengan arsitek khas Majapahit. Di dalam beteng itu, terdapat tempat pemujaan, podium, gapura, dan kebun kelapa. Dan ciri yang tidak bisa hilang adalah kelapa bercabang dua dan tiga. "Jika dijumlah, hasilnya lima dan itu merupakan Bhineka Tunggal Ika yang disimbolkan dengan Pancasila. Ini sudah ada sejak zaman Majapahit," ujar Ngadulgani dengan gaya yang meyakinkan.

Meski hanya sebatas pelataran, namun sampai saat ini daerah tersebut masih banyak dikunjungi orang. Mereka ada yang berasal dari Wonogiri Jawa Tengah, Surabaya, Semarang, bahkan Bali. Tidak lain yang dilakukan para "peziarah" itu adalah melakukan ritual. [BARID ISHOM, Jember]

Radar Jember, Jumat, 28 Mar 2008

Greenpeace: Dukung Kebijakan Larangan Ekspor Kayu Bulat dari Tanah Papua atau Indonesia akan Kehilangan Hutan Terakhirnya

Jakarta, Indonesia — Hari ini Greenpeace menyerukan kepada pemerintah Indonesia untuk mendukung kebijakan larangan ekspor kayu bulat dari Tanah Papua di tengah sejumlah tekanan dari kalangan industri kayu untuk memberikan kelonggaran atas pemberlakuan kebijakan tersebut. Larangan ekspor kayu tersebut adalah inisiatif dari Gubernur Papua dan Papua Barat, yang ditetapkan sejak tanggal 19 Desember 2008.


Kebijakan tersebut mendapat dukungan penuh dari masyarakat Papua dan pihak-pihak lain yang peduli pada penyelamatan hutan Papua, Saat ini kayu bulat dari Tanah Papua hanya diperuntukkan bagi kebutuhan masyarakat Papua. Sementara itu, pada tanggal 17 Maret 2008 di Jayapura, Gubernur Papua Barnabas Suebu telah ditemui oleh 40 perwakilan industri kehutanan yang meminta keringanan atas ketatnya kebijakan tersebut. Disayangkan permintaan pihak industri ini juga didukung oleh pemerintah pusat melalui Presiden dan Wakil Presiden. Greenpeace menyerukan kepada pemerintah pusat untuk mendukung komitmen penyelamatan hutan Indonesia dalam Pembahasan Iklim di Bali. Secara global, laju penggundulan hutan tropis telah berkontribusi dan menaikkan emisi gas rumah kaca sekitar 20%. Sebagai negara di urutan ketiga dunia dalam emisi karbon dioksida dari aktivitas penggundulan hutan, maka Pemerintah Indonesia seharusnya mendukung penuh kebijakan larangan ekspor kayu bulat dari tanah papua sebagai wujud dari keseriusan dalam penyelamatan hutan dan penanganan perubahan iklim global.

“Pemerintah daerah Papua adalah satu dari sedikit pemerintah daerah dengan sikap yang kuat untuk menyelamatkan hutannya serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada hutan. Seharusnya pemerintah pusat mendukung kebijakan ini agar hutan Papua dapat terus bernafas sebagai salah satu paru-paru dunia. Penggundulan hutan di Tanah Papua harus dikurangi secara terencana hingga mencapai titik nol dengan tetap memperhatikan kesejahteraan masyarakat Papua”, tegas Juru Kampanye Hutan Greenpeace Asia Tenggara, Bustar Maitar di Jayapura.

Tanah Papua, meliputi hutan-hutan di bagian barat Pulau Nugini yang terdiri atas hutan di Propinsi Papua dan Papua Barat. Hutan-hutan di Pulau Nugini telah dipahami sebagai hutan alam asli yang tersisa di kawasan Asia Pasifik. Hutan papua adalah permata terakhir hutan Indonesia, setelah hutan di kawasan Sumatera dan Kalimantan mengalami penghancuran besar-besaran karena pembabatan hutan dan konversi hutan secara luas untuk perkebunan kelapa sawit. Membiarkan peningkatan penggundulan hutan Papua pada tingkatan yang sama tidak hanya merupakan sebuah kejahatan lingkungan namun juga kejahatan atas masyarakat papua yang menggantungkan hidupnya pada hutan alam itu. Sebelum diberlakukannya pelarangan ekspor kayu bulat, selama bertahun-tahun kayu bulat telah dikirim secara langsung keluar dari Tanah Papua tanpa memberikan nilai tambah untuk masyarakat Papua dan pemerintah daerah.

Pada bulan April 2007, Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam, Gubernur Papua dan Papua Barat telah mendeklarasikan komitmen mereka untuk menyelamatkan hutan. Komitmen ini telah memberikan optimisme bahwa di Papua tidak akan terjadi lagi kesalahan pengelolaan hutan seperti halnya di Sumatera dan Kalimantan. Deklarasi tersebut memperoleh tanggapan positif dari berbagai kalangan pada tingkat nasional dan internasional.

"Sekaranglah saatnya untuk melakukan aksi nyata, perluasan areal pembabatan hutan di hutan-hutan alam asli yang tersisa harus dihentikan. Hutan Papua harus diselamatkan dan pengelolaan hutan berbasis masyarakat harus terus didorong”, tambah Bustar Maitar.

Greenpeace adalah organisasi kampanye yang independen, yang menggunakan konfrontasi kreatif dan tanpa kekerasan untuk mengungkap masalah lingkungan hidup, dan mendorong solusi yang diperlukan untuk masa depan yang hijau dan damai.

Untuk informasi lebih lanjut, hubungi:

> Untuk informasi lebih lanjut, silakan menghubungi:
Bustar Maitar, Juru Kampaye Hutan Greenpeace Asia Tenggara, +62 813 44 666 135, bmaitar@greenpeace.org
Arie Rostika Utami, Assistant Media Campaigner Greenpeace Asia Tenggara, +62 0811 177 0920, arie.utami@greenpeace.org

dari sini

Sby: Buruh dan Pengusaha Kompak Dulu

JAKARTA - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengimbau para pengusaha untuk menjaga hubungan baik dengan buruh. Sebab, kekompakan antara pengusaha dan buruh menjadi kunci keberhasilan untuk memajukan dunia usaha.


Di depan para pengusaha yang mengikuti pembukaan Munas Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) di Istana Negara, SBY menegaskan, sebelum memantapkan hubungan tripartit (pemerintah, buruh, pengusaha), hubungan bipartit, yakni pengusaha dan buruh, harus dibangun terlebih dahulu.

"Pekerja tidak ingin PHK, pengusaha tidak ingin usahanya ambruk. Kalau diperlukan kehadiran pemerintah, kita akan hadir. Tapi, (sebaiknya) saya mencegah agar tidak terlalu mengintervensi," kata SBY saat pembukaan Munas VIII Apindo di Istana Negara kemarin (26/3).

Pengusaha dan buruh diberi kesempatan seluas-luasnya untuk duduk bersama menyatukan komitmen. Pemerintah akan bergabung menjadi tripartit apabila harus mengembangkan undang-undang, peraturan pemerintah, dan kebijakan yang tepat.

Kalau sebelumnya pemerintah menerapkan triple track strategy, yakni pro-growth, pro-poor, dan pro-job, menurut SBY, akan ditambah satu lagi, yakni pro-business. Dalam hal ini pemerintah akan mengajak semua pihak memberikan peran, ruang, dan memfasilitasi dunia usaha.

Menurut SBY, pertumbuhan usaha bisa meningkatkan lapangan pekerjaan. Kemampuan pemerintah menciptakan lepangan pekerjaan sangat terbatas. Yakni, hanya mampu mengangkat PNS dan anggota TNI-Polri. Jumlahnya maksimal 1,5 juta orang per tahun.

Ketua Umum Apindo Sofyan Wanandi dalam sambutannya mengatakan, Apindo berusaha menciptakan hubungan pengusaha dan buruh menjadi hubungan yang saling membutuhkan.

"Tanpa pengusaha, buruh tidak ada. Sebaliknya, tanpa buruh, pengusaha juga tidak ada. Karena itu, pengusaha dan buruh bisa bekerja sama untuk membantu kemajuan bangsa yang kita cintai," kata Sofjan.

Munas Apindo kali ini mengusung tema Memecahkan Pengangguran, Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi, dan Investasi di Indonesia. Peserta Munas sekitar 400 pengusaha dari berbagai daerah di Indonesia.

Acara pembukaan Munas itu dihadiri Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Erman Suparno, Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu, Menteri Sekretaris Negara Hatta Radjasa, Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi, dan Ketua Kadin M. S. Hidayat.

Menanggapi keputusan Mahkamah Konstitusi menganulir pasal sistem sewa tanah dalam UU Penanaman Modal, Apindo mengatakan telah menerima keluhan dari sejumlah investor yang mengaku terpukul. Putusan tersebut menyebabkan pengusaha melakukan kalkulasi ulang.

"Itu menimbulkan ketidakpastian hukum. Kalkulasi bisnis yang dilakukan investor menjadi amburadul," ujar Sekjen Asosiasi Pengusaha Indonesia Djimanto kepada Jawa Pos kemarin.

Menurut dia, banyak pengusaha yang telah mengadu ke Apindo terkait dibatalkannya sistem perpanjangan HGT dan HGB yang bisa dilakukan dengan uang muka di depan itu. "Sudah banyak keresahan di kalangan pengusaha. Bahkan, keresahan pengusaha muncul sejak rencana judicial review tersebut digulirkan," ujarnya.

Menurut Djimanto, para pengusaha menilai, tidak ada kepastian hukum dalam berbisnis di Indonesia. Hal itu yang sebenarnya selalu ditakuti investor yang ingin menanamkan modal ke Indonesia.

Sebuah produk hukum bisa saja berubah setiap saat tanpa memperhitungkan kerugian yang ditimbulkan. "Katanya mau mengundang investor, tapi kalau peraturannya selalu kacau balau seperti ini, siapa yang nggak deg-degan," ujarnya.

Akibat pembatalan perpanjangan HGT dan HGB itu, beberapa investor sekarang berhenti mengalkulasi bisnisnya. Dia mencontohkan, untuk memulai sebuah proyek di daerah atau pedalaman negeri ini, investor harus juga membangun infrastruktur yang lain. Misalnya, pelabuhan, pembangkit listrik, perumahan karyawan, sarana sanitasi, dan pengolah limbah. "Investor sudah ngalahi bangun infrastruktur untuk membangun kawasan pedalaman, tapi kok nggak diperhatiin," ungkap Djimanto.

Pembangun infrasturktur yang mesti dibangun investor itu merupakan suatu paket yang memerlukan kalkulasi bisnis luar biasa. Jika investor sudah menghitung semacam itu, setidaknya mereka juga menghitung pengembalian investasinya. Tetapi akibat pembatalan perpanjangan itu, kalkulasi perhitungan beberapa bisnis menjadi terganggu. "Sektor perkebunan dan pertambangan termasuk yang memerlukan pengembalian investasi jangka panjang," lanjutnya.

Dalam sektor tersebut, lanjut Djimanto, tidak mungkin mengembalikan investasi (return of investment -ROI) dalam jangka waktu 20 tahun. Setidaknya, menurut dia, dibutuhkan waktu 50 tahun untuk balik modal. Akibat pembatalan itu, penghitungan ROI tidak bisa lagi dilakukan dalam jangka panjang. Padahal, pasar belum tentu mendukung pengembalian modal secara cepat. "Kami sedang bingung," ujarnya.[tom/wir/iw/el]

Jawa Pos, Kamis, 27 Mar 2008

Bongkar Sindikat Penjualan ABG

Ditampung di Surabaya, Dikirim ke Makassar

SURABAYA - Sindikat perdagangan wanita antarpulau dibongkar Polda Jatim. Komplotan tersebut mempekerjakan 74 orang sebagai pekerja seks komersial (PSK) di Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel). Di antara 74 orang itu, 71 orang berasal dari Jawa Timur.



Di ibu kota Sulsel itu, para wanita yang rata-rata berusia 17-19 tahun tersebut dipekerjakan dengan kedok sebagai pemijat di hotel Jalan Sumba. "Kedoknya pemijat. Tapi, yang sebenarnya adalah pelacuran," kata Kanit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polda Jatim Kompol Yayuk Krismintarti.

Dalam kasus tersebut, polisi menangkap dan menahan empat orang. Mereka adalah Imanuddin, 53, warga Makassar; Hadaning, 39, warga Makassar; Rudy, 22, warga Ponorogo; dan Asmanto, 41, warga Jl Kedung Anyar, Surabaya.

Keempatnya memiliki peran berbeda. Imanuddin merupakan pengelola massage plus-plus. Hadaning adalah pemilik hotel, Rudy berperan merekrut wanita, dan Asmanto bertugas menampung para korban sebelum diberangkatkan ke Makassar.

Rudy biasa mencari para korban di terminal atau stasiun. Sasarannya gadis anak baru gede (ABG). "Tersangka menawarkan pekerjaan di kafe dengan gaji besar. Banyak tamu, gaji juga tambah banyak. Jika tertarik, korban kemudian dikirim ke rumah tersangka AS (Asmanto, Red)," jelasnya.

Untuk mengelabui bisnis ilegalnya, Asmanto mendirikan perusahaan jasa pengerah tenaga kerja, khususnya pembantu rumah tangga (PRT). Asmanto mendirikan CV Paku Mas Mandiri.

Namun, sebenarnya di tempat itu, para wanita di-screening. Jika berwajah cantik dan berbodi bagus, mereka akan dijual sebagai PSK ke Makassar. "Kalau wajahnya jelek, ya dijadikan pembantu," ujar Yayuk.

Sebelum dikirim ke Makassar, para ABG yang akan dijadikan PSK itu lebih dahulu "dicicipi" Asmanto. Mereka juga ditekan supaya mau menjadi pemuas laki-laki oleh pria berkulit legam tersebut.

"Selama di penampungan, HP korban disita. Korban diisolasi hingga stres. Sehingga korban akhirnya mau dikirim ke Makassar dan dipekerjakan sebagai PSK. Tersangka AS juga menyetubuhi korban. Karena itu, selain dijerat pasal trafficking, dia dijerat pasal tentang pemerkosaan," tegasnya.

Setiba di Makassar, para ABG malang itu diminta meneken surat perjanjian. Isinya, mereka tidak keberatan dipekerjakan sebagai PSK. Surat-surat perjanjian tersebut disita penyidik PPA sebagai barang bukti.

Pengelola hotel juga membebani para korban dengan utang Rp 1,7 juta tiap orang. Tujuannya, ABG korban trafficking itu tidak kabur karena harus melunasi utang. "Di hotel, korban dijual dengan tarif Rp 125 ribu sekali kencan. Tapi, korban hanya menerima jatah Rp 10 ribu dari pengelola hotel," jelas Yayuk.

Terbongkarnya kasus itu berawal dari sebuah keluarga yang melaporkan kehilangan anaknya ke Mapolda Jatim. Tak lama setelah melapor, anak yang diduga hilang tersebut memberi tahu bahwa dirinya berada di Makassar. Di sana, dia mengaku dipekerjakan sebagai PSK.

Atas informasi itulah, Tim PPA Polda Jatim dengan dibantu Polda Sulsel menggerebek Hotel Virgo. Di situ, tim gabungan menemukan 74 ABG, 71 orang di antaranya berasal dari Jatim. "Satu korban lainnya dari Kalimantan dan dua orang dari Jateng," tambah Kabid Humas Polda Jatim Kombespol Pudji Astuti.

Selain menyelamatkan para gadis, polisi menyita sejumlah barang bukti praktik prostitusi. Yaitu, puluhan alat injeksi antihamil, pil KB, kondom, alat tes kehamilan, telepon, alat perekam, serta tumpukan kuitansi pembayaran.

Pudji mengatakan, sindikat itu diperkirakan beroperasi sejak lima tahun lalu atau sejak 2003. Dalam sehari, omzetnya mencapai Rp 30 juta. "Pelanggannya cukup banyak. Sehari bisa menerima 200 hingga 300 tamu," katanya.

Rencananya, polisi akan memulangkan 71 korban trafficking itu dari Makassar ke Jatim. "Kami akan memulangkan mereka melalui jalur laut. Mungkin dalam minggu-minggu ini," ucap mantan wakil ketua DPRD Kota Surabaya itu.

Sementara itu, tersangka Asmanto tak mengakui bahwa dirinya memerkosa para ABG sebelum dikirim ke Makassar. Dia mengaku hubungan itu dilakukan atas suka sama suka. "Saya tidak memerkosa," ujarnya singkat.

Bisnis ilegal itu ditekuni setelah dia dikenalkan dengan Imanuddin tahun lalu. "Saya dikenalkan oleh seorang teman. Awalnya, kami bisnis jasa tenaga kerja, khususnya PRT. Sejak itu, saya terus berhubungan dengan dia," akunya.

Dia mendapatkan upah setelah wanita yang ditampungnya bekerja di Makassar. Namun, keuntungan itu tidak terlalu banyak. Dia mengaku hanya mendapatkan persenan Rp 300 ribu-Rp 500 ribu. (fid/nw)


Jawa Pos Rabu, 26 Mar 2008

Penertiban PJTKI: Register Tiap Tiga Tahun

TULUNGAGUNG - Puluhan Perusahaan Pengerah Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) mulai kemarin ditertibkan. Mereka diwajibkan melakukan registrasi surat izin operasional dari Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Tulungagung jika tidak ingin dianggap PJTKI illegal.


Tidak hanya itu. Seluruh tenaga perekrut calon TKI juga diharuskan membawa kartu tanda pengenal yang telah disahkan disnakertrans. ID Card tersebut wajib dipasang di dada saat staf perekrut saat berada di lapangan untuk menjaring calon TKI.

"Penertiban ini dimaksudkan untuk mempermudah pendeteksian jika ada PJTKI illegal beroperasi di Tulungagung," ujar Kepala Disnakertrans Bangun Harmanto saat melakukan pembinaan terhadap 51 perwakilan lembaga PJTKI se-Tulungagung.

Pertemuan digelar di Hall Hotel Malinda di Jalan Jayengkusumo, Tulungagung, mulai pukul 09.00 hingga 11.00. Aturan sebelumnya memungkinkan PJTKI memiliki izin yang berlaku seumur hidup. Untuk saat ini, surat izin yang diberlakukan mulai kemarin harus diregistrasi tiap tiga tahun sekali. Hal ini selain dimaksudkan untuk meminimalisir munculnya PJTKI fiktif atau ilegal, juga untuk menertibkan PJTKI yang mati suri. Memiliki surat izin, punya tenaga rekruiter tapi tidak memiliki obyek TKI untuk dikerahkan ke luar negeri.

Pemberlakuan izin secara periodik tersebut, menurut Bangun, mengacu PP no 19 tahun 2006 yang mulai diberlakukan tahun ini tentang tentang pengerahan tenaga kerja Indonesia keluar negeri. "Setelah menata ulang tata perizinan operasional PJTKI resmi, baru kami akan menertibkan PJTKI ilegal," imbuh Bangun.

Menanggapi acara tersebut, salah satu perwakilan PJTKI dari Campurdarat menyambut kritis. Mewakili rekan-rekannya yang lain, dia mengharap pemerintah lebih konsentrasi dalam melakukan pengawasan maupun penertiban terhadap aktivitas PJTKI ilegal. Pasalnya, jumlah mereka diduga jauh lebih banyak ketimbang PJTKI resmi yang ada di Tulungagung. "Mereka jelas menyalahi aturan, jadi jangan malah kami yang memiliki PJTKI legal yang terus ditertibkan," ujar Sofyan, wakil dari PT Bidar Putra Sukses mengomentari.

Kenyataan tersebut nyatanya juga diakui oleh Kasi Pentalata Disnakertras Supandri. Dia mengatakan jumlah TKI ilegal jauh lebih besar ketimbang jumlah yang terdata di Disnakertrans saat ini. Yaitu sekitar 18,929 ribu terhitung mulai tahun 2004 hingga sekarang. "Mungkin jumlahnya (TKI ilegal, red) mencapai 60 persen dari total TKI yang berangkat ke luar negeri," kata Supandri membenarkan. (des)

Radar Tulungagung Jumat, 28 Mar 2008

PESTA PENYAIR NUSANTARA 2008

Sempena The 2nd Kediri Jatim Internasional PoetryGathering

A. DASAR PEMIKIRAN

Pada awal tahun 90-an tercatat suatu fenomena yang menarik, yakni munculnya kelompok-kelompok pegiat sastra di berbagai daerah di Indonesia yang menempatkan diri sebagai “sastra pinggiran” (pedalaman dan emperan), atau mengidentifisi diri dengan kota-kota kecil.



Lahirnya berbagai komunitas sastra tersebut secara langsung maupun tidak langsung merupakan gejala penolakan terhadap pemusatan kesenian di kota-kota besar, seperti Jakarta dengan TIM dan Dewan Kseniannya. Kini aktifitas sastra bisa digelar di sembarang tempat, bahkan di rumah pedesaan atau pedusunan sekalipun. TIM dan DKJ-nya kini bukanlah satu-satunya sumber legitimasi kepenyairan Indonesia.

Kemudian, awal dari peta kesusastraan Nusantara terkini bermula dari gagasan, ide, pemikiran brilliant lewat penyair dari Medan, dengan mengambil tema Pesta Penyair Indonesia Sempena the 1st Medan International Poetry Gathering pada 25–28 Mei 2007. Dalam acara tersebut selain penyair Indonesia, teman-teman penyair dari Malaysia, Brunai Darussalam, Singapura, Thailand turut menyemarakkan.

Di prakarsai oleh Laboratorium Sastra Medan sebagai pengendali acara tentunya menjadi awal gerakan kebudayaan & kesusastraan yang menancapkan tonggak peta kepenyairan di daerah-daerah, dan berarti sentral kepenyairan terkini tidak hanya terdapat di Jakarta, melainkan sudah merebak ke seluruh penjuru pelosok Nusantara.

Dr. Muklis Pa’Eni (Dirjen Nilai Budaya, Seni & Film Depbudpar RI) dalam kata sambutannya mengatakan bahwa ”Keberhasilan penyair dalam memperbaharui dan sekaligus memperbaiki fenomena kehidupan melalui karya-karya puisi (syair-syairnya) adalah teori penyemangatan dan penyiasatan terhadap tantangan kehidupan, … syair-syair yang mampu jatuh ke ruang terdalam perasaan penikmatnya akan berubah menjadi gunung kreatifitas atas badai inspirasi yang dapat di desakkan kemana saja, untuk menerjangi keterjalan perjuangan hidup yang riil”.

Kalau kita menengok ke belakang sejenak bahwa mayoritas pegiat sastra di berbagai daerah tersebut memiliki ciri yang sama, yakni lokal, bersifat nirlaba, dan merupakan usaha swadaya masyarakat, artinya kelahirannya dari inisiatif para pengarang sendiri, bukan dari pemerintah atau Dewan Kesenian. Jenis dan tempat kegiatan, teknik penggandaan dan distribusi penerbitan juga relatif berskala kecil dan sederhana.

Kondisi demikian memberikan kesempatan yang luas bagi masyarakat banyak untuk berpartisipasi dalam kegiatan sastra, serta memungkinkan sastrawan lebih luas berkreasi. Sayangnya, justru karena keberadaan komunitas yang lokal dan sifatnya yang informal, aktifitas sastra tersebut kurang terdokumentasi dan perhatian dari pemerintah. Padahal fenomena ini sangat penting, karena menunjukkan dinamika bersastra secara riil, masih terpeliharanya kegairahan dan kebebasan berekspresi, serta tumbuhnya kesadaran masyarakat sastra memprakarsai pengembangan sastra melalui pendidikan informal.

Seperti teman-teman penyair di daerah, pada akhir April 2007, Dewan Kesenian Blitar Jawa Timur telah mengadakan “Festival Sastra Buruh”; Laboratorium Sastra Medan menggelar “Pesta Penyair Indonesia” (25–28 Mei 2007); Dewan Kesenian Kota Kediri (DK-3) Jatim menggelar “Festival Seni Kali Brantas” (7–15 Juli 2007); “Ode Kampung Jilid #2 mengadakan “Temu Komunitas Sastra se-Nusantara” pada 20–22 Juli 2007; dan mungkin masih banyak lagi aktivitas yang monumental digelar oleh kawan-kawan seniman, budayawan, dan sastrawan di daerah.

Dalam pada itu sudah merupakan konsekuensi logis bahwa hasil keputusan Musyawarah Penyair Nusantara di Garuda Palace Hotel Medan Sumatera Utara pada 28 Mei 2007 untuk kita tindak lanjuti (follow up). Diantara keputusan Musyawarah Penyair di Medan antara lain sebagai berikut :

1. Nama acara tetap pertama penyair selanjutnya adalah Pesta Penyair Nusantara.
2. Di bawah nama acara tersebut dicantumkan “Sempena the 2nd Kediri Jatim International poetry Gathering”.
3. Waktu penyelenggaraan acara adalah setiap setahun sekali; bulan Mei-Agustus.
4. Penyelenggaraan Pesta Penyair Nusantara Tahun 2008 adalah Kediri Jatim.
5. Struktur kepanitiaan terdapat dalam lampiran. Untuk itulah maka, Pesta Penyair Nusantara 2008 di Kediri Jatim sebagai jembatan gerakan pemetakan kesusastraan Nusantara mencapai kesempurnaannya.

A. TUJUAN

1. Sebagai forum silaturrohim dan komunikasi antara penyair se-Nusantara;
2. Sebagai ajang kompetisi Festival baca puisi se-Nusantara;
3. Sebagai wahana apresiasi penyair-penyair se-Nusantara;
4. Sebagai wadah pembentukan Komunitas dan pemetakan kesusastraan Nusantara;
5. Sebagai forum tertinggi dalam Musyawarah Penyair Nusantara;
6. Memperoleh gambaran yang terperinci dan akurat para pegiat sastra di Nusantara.

B. PANITIA

Penyelenggara acara ini adalah PANITIA ADHOC yang di bentuk oleh forum Musyawarah Penyair Nusantara Sempena The 1st Medan Internasional Poetry Gathering pada 28 Mei 2007 bertempat di Garuda Plaza Hotel Medan Sumut. Sedangkan Panitia Pelaksana adalah Khoirul Anwar delegasi Kediri Jatim membentuk Panitia Lokal kerja bareng bersama Tim Event Organizer (EO) Sanggar Sastra “Ki Ageng Mulang Sara’” Cakarwesi Pesantren Kota Kediri, Forum Komunikasi Pemuda Pelopor (FKPP) Propinsi Jatim dan di dukung oleh DK-3 Pemkot Kediri. Susunan panitia terlampir. (Lampiran 1).

C. WAKTU & TEMPAT
Pelaksanaan Pesta Penyair Nusantara 2008 “Sempena The 2nd Kediri Jatim Internasional Poetry Gathering besok pada :

Hari/Tanggal : Sabtu tanggal 26 Juni-Sabtu tanggal 02 Juli 2008
Tempat :
1. Padepokan Sastra “Ki Ageng Mulang Sara” Kota Kediri
2. Taman Budaya Sumber Cakarwesi Kota Kediri
3. Insumo Palace Hotel Kediri
4. Gedung STAIN Kediri
Acara : 1. Festival Baca Puisi Nusantara 2008
2. Seminar & Dialog Sastra & Budaya Nusantara
3. Pameran Seni Rupa, Puisi & Potret Penyair
4. Musyawarah Penyair Nusantara

INFORMASI DESTINASI :

Dari Kuala Lumpur atau Jakarta,naik pesawat ke Bandara Juanda,Surabaya.

Dari Terminal BUNGURASIH Surabaya, naik bas atau teksi ke kota Kediri.

(Dari bandara Juanda ada teksi atau bas ke TERMINAL BAS “Bungur Asih” Surabaya.)

E. PESERTA

Peserta Pesta Penyair Nusantara 2008 “Sempena The 2nd Kediri Jatim Internasional Poetry Gathering adalah :

1. Peserta Khusus & Undangan adalah Para Penyair yang ditentukan oleh Panitia di wilayah Asean (Indonesia, Malaysia, Brunai Darussalam, Singapura, Thailand, Filipina,Kamboja, dan Vietnam,juga Melayu Srilangka,Afrika Selatan,Suriname,Madagascar dan sebagainya);

2. Peserta Utusan/Delegasi adalah Penyair/sastrawan yang dikirimkan oleh Pusat Bahasa Pemerintah Propinsi/Kabupaten/ Kota seluruh Indonesia;

3. Peserta Utusan/Delegasi adalah Penyair/sastrawan yang dikirimkan oleh Komite Sastra Dewan Kesenian Pemerintah Propinsi/Kabupaten/ Kota seluruh Indonesia;

4. Peserta Partisipatif adalah peserta umum yang terdiri dari Pengamat Seni Sastra & Budaya, Akademisi, Mahasiswa, Pejabat Eksekutif & Legislatif; Pendidik, Profesi; dan Umum;

5. Peserta Festival Baca Puisi se-Nusantara 2008 adalah wilayah Asean (Indonesia, Malaysia, Brunai Darussalam, Singapura, Thailand, Kamboja, dan Laos).

Catatan :

1. Seluruh peserta yang akan hadir dalam acara pesta penyair nusantara 2008 di kediri, diharapkan berkenan untuk menyumbang dana ke panitia sebesar Rp. 50.000, untuk biaya pencetakan antologi puisi nusantara 2008, dan biaya antisipasi untuk akomodasi tambahan bagi peserta yang datang membludak.

2. Dana sumbangan tersebut dikirimkan ke rekening panitia yang akan diumumkan kemudian bersamaan dengan pengumuman peserta partisipatif yang puisinya lolos seleksi untuk dimasukkan ke dalam antologi puisi pesta penyair nusantara 2008.

3. Penerimaan puisi yang akan dimasukkan dalam antologi puisi penyair nusantara 2008, dibuka mulai tanggal 25 Maret 2008 s/d 25 Mei 2008.

4. Peserta yang akan ikut acara pesta penyair nusantara diharapkan mengirimkan maksimal 5 buah puisinya ke panitia pesta penyair dengan alamat email pesta_penyair 2008@yahoo.com.

5. Puisi yang akan lolos seleksi maksimal 2 buah yang akan dimuat di dalam antologi puisi penyair nusantara 2008.

6. Pengumuman peserta yang lolos seleksi untuk dimasukkan dalam antologoi puisi penyair nusantara akan diumumkan pada tanggal 31 Mei 2008.

7. Bagi peserta lolos seleksi diluar Jawa, yang membutuhkan surat undangan sebagai bekal rekomendasi untuk biaya Keberangkatan ke kediri, dapat menghubungi panitia pelaksana dibawah ini :
1. Khoirul Anwar/ Ketua Panitia Pelaksana : 085230592013
2. Jack Efendi Alias Ponadi Efendi Santoso : 085655467993, atau 08569024880

Demikianlah informasi ini kami sampaikan. Atas nama seluruh panitia baik panitia pelaksana, maupun panitia ad hoc pesta penyair, kami ucapkan banyak terima kasih.


Kediri, Jawa Timur, 22 Maret 2008
Khoirul Anwar Jack Efendi/Ponadi Efendi Santoso
Ketua Panpel Pesta Penyair Nusantara 2008 Sekretaris
Panpel Pesta Penyair Nusantara 2008



SUSUNAN PANITIA
PESTA PENYAIR NUSANTARA 2008
Sempena The 2nd Kediri Jatim Internasional Poetry
Gathering


I. TIM ADVISER 1. DR. Mukhlis Pa’eni (Dirjen Nilai
Budaya, Seni & Film DEPBUDPAR RI)
2. DR. Dendy Sugono (Kepala Pusat Bahasa DEPDIKNAS RI)
3. Korrie Layun Rampan (Kutai, Kaltim)
4. Fakhrunnas MA Jabar (Pekanbaru, Riau)
5. Diennullah Rayes (Sumbawa, NTB)

II. TIM ADHOC (INDOSESIA, MALAYSIA, DAN BRUNAI
DARUSSALAM) 1. Idris Pasaribu (Medan, Sumatera Utara)

2. Antilan Purba (Medan, Sumatera Utara)
3. Afrion (Medan, Sumatera Utara)
4. Zeffri Ariff (Brunai Darussalam)
5. SM. Zakir (Malaysia)
6. Ahmadun Yosi Herfanda (Jakarta)
7. Viddy AD Daery (Lamongan, Jatim)
8. Sarah Serena (Jakarta)

III. PANITIA PELAKSANA a. Pelindung :
1. H. Imam Utomo
(Gubernur Jatim)
2. H. A. Maschut (Walikota Kediri)

b. Penasehat : 1. Wakil Gubernur Jatim
2. Kepala Biro Mental Spiritual Pemprop Jatim
3. Kepala Dinas Pariwisata Jatim
1. Kepala Dinas Pendidikan & Kebudayaan Jatim
2. Kepala DISPORA Pemprop Jatim
5. Kepala Kantor Parsenibud Kota Kediri
6. Kepala Dinas Pendidikan Kota Kediri
7. Kepala DISPORA Kota Kediri
8. Ketua Umum Dewan Kesenian Kota Kediri

c. Tim Editor : 1. Drs. Subardi Agan, M.Pd
2. Khoirul Anwar, S.Pd.I (Ex Offisio)

d. Pelaksana :
† Ketua : Khoirul Anwar, S.Pd.I
† Wakil Ketua : Doddy Eko, SH
† Sekretaris : Ponadi Efendi Santoso, SH
† Wakil Sekretaris : Ahmad Nabhani, A.Md
† Bendahara : Endah Pusporini, S.Pd
† Wakil Bendahara : Yetty Novi C, SE

e. Seksi-seksi :

† Kesekretariatan : Anas Jauhari, S.Pd.I (Koord.)
Anggota : 1) Rhama Triana, S.Pd; 2) Anis Khurin, S.Pd.I; 3) Yuli; 4) Sella 5) Mufida Gaman; 6) Uswatun, S.Th.I; 7) Mitha; 8)Diah; 9) Astrid 10) Dewi Nilan Sari; 11) Endang; 12) Puji Lestari 13) Alfiana YS
† Dek. Dok. Pub. : M. Said, S.Pd.I & Langgeng Widodo
† Humas : Jaya, Sutikno, Nur Kusuma
† Konsumsi : Aida Insani, S.Pd.I, Endang Susilowati, & Ike Muji Hartanti
† Tim Dialog & Seminar : Sri Wulandari, S.Pd; Tim FKPP & STAIN
† Tim Festival Baca Puisi : Aris NV; Astutik dan
Tim Universitas Nusantara Kediri
† Tim Pameran : Arie HS & Tim DK-3
† Tim Hiburan : Mbah War, M. Choirul Anam, Dwi Efendi Dkk
† Perlengkapan : Hamzah, Chozin, Imam, Juli Wiyono, S.Pd, Heru Kurniawan Dkk
† Keamanan : Polresta, Dishub, SatPol PP dan Banser Kota Kediri[]

HANYA Rp 35.000 untuk PENATARAN JURNALISTIK TINGKAT LANJUT

LPM RETORIKA
present :
Pelatihan Jurnalistik
tingkat lanjut
investasi Rp 35.000
+ souvenir bagi 5 pendaftar pertama
terbuka untuk UMUM...



29-30 Maret 2008
Ruang 302, Lantai 3
Gedung A FISIP UNAIR

Materi:
- Jurnalisme Investigasi
- Advokasi Pers
- Jurnalisme Sastrawi
- Diskusi Civic Jurnalism Era Blogging
- Manajemen Pers Kampus
- Kode Etik Jurnalistik
-
Pembicara :
1. Kris Razianto Mada (Wartawan Senior Kompas Jatim)
2. Iman D. Nugroho (Wartawan The Jakarta Post)
3. Wahyu KOmang Dhyatmika (Wartawan Tempo Jakarta)
4. Maria Hasugian (Redaktur Hukum Tempo)
5. Dwi Eko Lokononto (Berita Jatim)
6. Munib Rofiqi (Redaktur Duta Masyarakat)


Contact Perso:
Liza 081803040041
Tika 08121733281
Sundari 085645136634


Sekretariat LPM RETORIKA:
Gedung Stedent Center Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga
Jl. Dharmawangsa Dalam No. 9 Surabaya

SEGERA DAFTARKAN DIRI ANDA! JANGAN SAMPAI KETINGGALAN...

supported by:
pt sier
pocari sweat
beritajatim.com

Wahyu Trisno Budoyo, Grup Ketoprak Lansia dari Nganjuk

Bila Sudah Manggung, Pemain Pun Lupa Utang

IKA MARIANA, Nganjuk

Usia tua tak mengendurkan semangat berkesenian orang-orang ini. Impitan ekonomi pun tak mengurangi antusias mereka. Latihan dan pentas pun menggunakan gamelan pinjaman. Bila diminta pemiliknya, mereka terpaksa berlatih tanpa iringan suara gamelan.



Siang itu, beberapa orang bekrumpul di rumah sederhana yang ada di RT 02 RW 04 Kelurahan Kertoraharjo, Kecamatan Nganjuk. Rata-rata berusia di atas empat puluh tahun.

Mereka adalah anggota kelompok ketoprak Wahyu Trisno Budoyo. Kelompok ketoprak yang bernaung di Karang Werda Ngudi Mukti. Saat itu, kelompok ketoprak tersebut tengah berkumpul di rumah Gendut Sudarman, yang juga penggagas kelompok seni tersebut.

Empat tahun silam, Gendut mendapat tawaran tampil di panggung seni Agustusan. Kebetulan Gendut punya latar belakang sebagai pemain wayang orang. Dia pun mengajak beberapa tetangganya yang berbadan gemuk. Yang diminta untuk menari gambyong.

Ternyata, yang datang puluhan orang. "Ada 27 warga sini yang ingin tampil, saya yang jadi bingung," kenang Gendut sambil menahan tawa.

Bersama Sukarniati, istrinya yang juga mantan pemain wayang orang, keduanya membuat fragmen seni rakyat. Dan sukses! Dari situlah awal mereka terlibat dalam kesenian ketoprak. Di antara penonton terdapat orang dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Nganjuk. Selesai pentas, Gendut pun didatangi orang tersebut dan diminta agar terus mengembangkan kelompok ketopraknya.

Akhirnya, 13 September 2004 dipilih sebagai hari lahir kelompok tersebut. Dibimbing ketua RW, kelompok ini mulai berlatih. Anggotanya lansia yang sebenarnya tak punya latar belakang seni. Dengan pekerjaan yang beragam. Mulai PNS, penjual cenil, tukang becak, pemilik warung, hingga ibu rumah tangga. Kemudian, mereka mengembangkan latihan karawitan sebagai pengiring. Saat ini, jumlah anggota ketoprak 30 orang dan pengrawitnya 13 orang. "Kami biasa latihan bersama menjelang pentas, yang main ketoprak dan pengrawit," tutur pria 57 tahun yang masih tampak bugar tersebut.

Sayang, sampai sekarang kelompok ini tak punya perangkat gamelan. Tapi, mereka tetap semangat. Latihan di rumah Gendut berlangsung dengan gamelan pinjaman. "Biasanya pinjem ke dinas pariwisata, pernah juga pinjem punya koperasi guru Guyub Rukun," sahut sang istri.

Sayangnya, jika gamelan diminta pemiliknya mereka harus segera mengembalikan. Akibatnya, latihan terpaksa tanpa menggunakan iringan gamelan. "Sekarang ini kami dipinjami dispora. Tapi latihannya harus di sana," lanjut perempuan yang juga guru taman kanak-kanak ini.

Kerja keras mereka tak sia-sia. Undangan tampil tak terbatas pada panggung Agustusan. Tapi juga saat hari jadi Nganjuk, tahun baru, atau tampil bareng dengan grup ketoprak luar kota. Pada 2006 misalnya, mereka pentas bareng dengan ketoprak dari Kudus, Semarang, Blitar, dan Kediri.

Selain itu, beberapa lomba sudah diikuti. Hasilnya, juara harapan I pada lomba Karang Werda 2006 se-Jatim mereka raih. Juga, pada 2007, mereka jadi penyaji terbaik dalam lomba Acara Adat Tradisi Nyadranan di Nganjuk.

Bagi anggota kelompok ini, bisa manggung saja sudah suatu kehormatan. Kalau perlu, tak dibayar pun mau. "Diberi makan saja sudah seneng sekali," gelak Gendut, yang pensiunan anggota satpol PP ini.

Sebenarnya, di antara anggota kelompok ini ada yang buta huruf. Karena itu, bila latihan mereka tak menggunakan naskah. Ketika berlatih hanya diberi tahu agar mengatakan ini. Selanjutnya, improvisasi mereka. Hebatnya, sekali arahan, mereka langsung bisa.

Pariyem, penjual cenil, termasuk yang tak bisa baca tulis itu. Saat ditanya tentang bermain ketoprak, dia menjawab lugu. "Nggih remen, gawe guyu (Ya senang, buat tertawa, Red)," ujar perempuan 50 tahun yang sering didapuk jadi mbok emban ini.

Demikian juga dengan Suparti, 60, seorang ibu rumah tangga. "Seneng main ketoprak, iso lali karo utang (bisa lupa kalau punya utang, Red)," ujar perempuan yang dijuluki Bu Gembrot karena badannya yang besar dan lucu ini.

Soal cerita, kebanyakan karya Gendut. Tapi, ketika menulis skenario dia berkonsultasi dulu dengan seniornya. Beberapa karya Gendut di antaranya ’Joko Pengung’ yang bercerita tentang kisah bersaudara yang mencari jodoh. Juga, ’Sendang Biru’ yang ditulis berdasarkan kisah nyata. Menceritakan mata air empat warna. "Saya hanya otak-atik tapi akhirnya mathuk, ya baguslah," aku bapak tiga anak ini.

Kelompok ini berharap nantinya kesenian ketoprak dan karawitan yang dirintis tersebut bisa diwariskan kepada generasi yang lebih muda. Meskipun saat ini hanya sedikit anak muda yang tertarik. "Semoga juga bupati yang baru bisa memperhatikan nasib orang-orang seni dan kegiatan kebudayaan yang beragam sekali di Nganjuk ini," harapnya. [fud]

Jawa Pos Radar Kediri, Selasa, 25 Mar 2008

Jatuh dari Truk, TKI Tewas di MALAYSIA

JEMBER - Kepergian Yasid, 25, warga Desa Langkap, Kecamatan Bangsalsari, pergi ke Johor Malaysia harus berakhir tragis.
Tenaga Kerja Indonesia (TKI) itu tewas dalam sebuah kecelakaan. Yang menyakitkan lagi, kepergian Yasid ke Malaysia belum lama. Dia bekerja menjadi kuli bangunan di negeri Jiran itu masih dua bulan. Namun belum sempat menikmati hasil kerja kerasnya dia harus pulang tanpa nyawa.



Menurut Manan, orang tuanya, Yasid berangkat ke Malaysia untuk mengubah nasib. Dia melihat beberapa tetangga dan temannya yang bekerja di luar negeri hidup makmur. Sehingga dia bertekad memperbaiki ekonomi keluarganya.

Akhirnya melalui sebuah PJTKI di Lumajang dia berangkatkan dan ditempatkan di Johor Malaysia. Di tempat tersebut Yasid bekerja sebagai kuli bangunan. "Dia sudah pernah mengirim uang ke sini," kata Manan.

Selama bekerja dia mendapatkan penginapan majikannya. Menurut Maksum, keluarga korban, kematian korban terjadi 16 Maret lalu. Saat itu Yasid sedang menuju ke penginapannya dengan naik truk. Dia duduk di bak belakang sedangkan dua rekannya berada di depan. Sampai di jalan dia terjatuh. "Kemudian Yasid dilarikan ke rumah sakit di Johor," kata Maksum.

Namun belum mendapat perawatan, Yasid sudah mengembuskan napas terakhir. Kabar ini pun disampaikan ke keluarga di Bangsalsari. "Kami yang mendengar juga langsung bingung," katanya.

Setelah kabar itu muncul, pihak keluarga meminta jenazah Yasid dikirim pulang. Dan Rabu (19/03) pukul 16.00 jenazah sampai di Bangsalsari. Setengah jam kemudian jenazah langsung dimakamkan. Sementara itu, majikan Yasid di Malaysia juga memberikan santunan kepada keluarga korban. Selain itu pihak PJTKI yang memberangkatkan korban juga berjanji memberikan santunan. "Sekarang semuanya sedang diurus," kata Maksum lagi. (rid)

JAWA POS RADAR JEMBER
Jumat, 21 Mar 2008

Telah Terbit Buletin JANGKAR di Hong Kong


Telah terbit sebuah buletin bernama JANGKAR di Hong Kong. Penerbitnya adalah Organisasi Sekar Bumi (Seni & Karya Buruh Migran Indonesia di Hong Kong). Buletin ini akan diterbitkan setiap bulan. Demikianlah surat elektronik yang sempat mampir di milis Kossta, tanpa penjelasan bagaimana mendapatkannya, apakah hanya terbit on line ataukah ada edisi cetaknya. Layoutnya bagus banget deh. Isinya, silakan baca sendiri. Berikut ini terlampir wara-wara-nya:


dear kawan-kawan milis,

perkenalkan kami dari sekar bumi hong kong
berikut kami informasikan, bahwa buletin perdana Sekar Bumi 'JANGKAR'
telah terbit pada minggu pertama maret lalu.
Buletin tersebut akan kami terbitkan rutin setiap bulan
demikian informasi ini kami sampaikan.
atas apresiasinya diucapkan terima kasih.
'lewat seni kami melawan'

salam,

rubi setiadinanti/ bidang Sastra & Jurnalistik

untuk melihat keseluruhan isi buletin silahkan klik di sini atau di sini

Zeffa Yurihanna, Sastrawan Cilik Tulungagung

Laporan: Destyan Sujarwoko, Ratu

Dikagumi si Oneng, Diundang sebagai Tamu Kick Andi
Bakat menulis puisi Zeffa Yurihanna, 12, terlihat sejak kelas 3 SD. Bersama ayah dan ibunya, siswi MI Al Azhaar, Kecamatan Bandung, Tulungagung, ini barusan menerbitkan buku antologi sajak cinta dengan judul Angin Pun Berbisik.



Banyak orang lalu lalang
Bertukar uang bertukar barang
Tidak pernah tidur
Selalu ramai sekali
Pasar
Banyak orang bertukar barang
Sedikit orang bertukar senyum
Seorang anak ingin membeli senyum
Tapi tidak ada yang menjual senyum,
Sedihnya

Rangkaian puisi bertema sosial itu merupakan salah satu karya Zeffa Yurihanna, 12. Anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Irwan Dwi Kustanto, 41 dan Siti Atmamiah, 42, yang kini tinggal di Desa/Kecamatan Bandung, Tulungagung. Tidak sulit menemukan rumah keluarga sastrawan ini. Begitu masuk kompleks MI Al Azhaar, Radar Tulungagunglangsung menuju rumah di belakang masjid.

Suasananya tampak asri dengan saung (semacam rumah gubuk menyerupai pos kampling, red) di depannya. Saat itu Zeffa tengah asyik bermain. Gayanya terkesan cuek. Apalagi jika ketemu dengan orang yang belum dikenalnya. Mungkin karena dia malu, atau memang karakter unik seorang anak yang memiliki bakat seniman telah mengendap dalam dirinya.

Sekilas, orang tidak akan pernah menyangka jika Zeffa memiliki bakat di bidang sastra. Terutama dalam hal menulis puisi. Prestasi spektakuler dibidang ini juga belum pernah diraih Zeffa.

Tapi, di balik penampilannya yang biasa itu, sejumlah sastrawan dan selebriti nasional pernah menyampaikan rasa kagumnya atas rangkaian kata-kata puisi buatan Zeffa. Sebut saja Dyah Rieke eOnengf Pitaloka, sastrawan Joko Pinurbo hingga kolumnis Fajrul Rahman dan masih banyak lagi. Mereka bahkan saling berebut ingin membacakan karya sastra Zeffa saat peluncuran antologi karya sastra mereka di Gedung Kesenian Jakarta (GKJ) pada 23 Januari lalu.

Bahkan Andi F Noya, pengasuh acara Kick Andi sempat mengundang Zeffa dan keluarganya secara khusus untuk tampil dalam talkshow yang dia pandu pada pertengahan Februari lalu. ‘’Ini merupakan karya sastra pertama yang dibuat tiga orang dalam satu keluarga sekaligus di Indonesia,’’ h tutur Irwan menjelaskan.

Antologi karya sastra itu telah mereka siapkan sejak setahun lalu. Selain memuat kumpulan sajak-sajak puisi buatan Irwan, karya puisi yang bikinan istrinya Siti Atmamiah dan anak pertamanya Zeffa Yurihanna juga ikut dilibatkan.

Dalam buku ini Zeffa menyumbang sekitar 30 karya puisi yang ditulisnya sejak tahun 2004 hingga sekarang. Tidak disangka, buah tangannya justru paling banyak mendapat pujian dari teman-teman sastrawan di Indonesia,h kenang wakil direktur yayasan Mitra Netra, Jakarta ini bangga. Hasil penjualan antologi buku tersebut, rencananya akan disumbangkan untuk membuat buku braile untuk masyarakat tuna netra di Indonesia melalui yayasan Mitra Netra yang dikelola Irwan. gSaat rencana gerakan seribu buku untuk tuna netra ini dilontarkan ayahnya, Zeffa mengaku sangat ingin berpartisipasi. Dia ingin menyumbang melalui keahlian yang dimilikinya,h tutur Siti Atmamiah menimpali.

Bakat Zeffa sendiri sbenarnya muncul sejak masih kecil. Dia banyak belajar dari budaya menulis dan membaca puisi yang dilakukan ayah dan ibunya saat berkumpul di rumah mereka di desa/Kecamatan bandung. Irwan menuturkan, Zeffa biasanya hanya mendengar sambil sekali-sekali ikut membacakan puisi untuk ayahnya saat menulis di internet. Maklum, sang ayah tidak biasa membaca langsung karena keterbatasan penglihatan.

Tidak disangka, kebiasaan itu diserapnya dengan baik. Kami justru baru tahu bakat Zeffa saat duduk dibangku kelas 3. dia sering menulis puisi yang kemudian dipamerkan pada ayahnya saat pulang ke Tulungagung,h lanjut Atmamiah.

Berbeda dengan ayahnya yang lebih suka menulis puisi tentang kritik sosial-politik, atau ibunya yang lebih suka menulis puisi bertema cinta, Zeffa memiliki karakter tulisan berbeda. Sejumlah sastrawan yang pernah mengupas puisi keluarga sastrawan ini, puisi Zeffa lebih berkarakter sosial-lingkungan anak. Lihat saja beberapa tulisan puisinya seperti alam; anak gembala, angin; bintang-bintang; ibu ataupun seorang anak. Semua dibikin sangat apik dengan karakter tulisan yang dalam dan memiliki makna filosofis kuat meski dibungkus dengan kalimat yang sederhana.

Dari Ratu

Perhatikan Hak Buruh

Penulis: Kemis Djunaidi

“Pergi pagi pulang petang, penghasilan pas-pasan, pontang panting banting tulang, datang gajian tak cukup bayar hutang, jual tenaga tak sesuai di harga jual keahlian tak cukup mahal, untung di badan tak berasa malang nasib siapa duga” (Dilema kaum buruh).



Satu pertanyaan yang harus kita jawab, mengapa nasib kaum buruh masih seperti itu?
Seiring dengan waktu, bahwasanya Provinsi Kepulauan Bangka Belitung adalah provinsi baru yang masih membutuhan investor, baik dalam maupun luar negeri, untuk menanamkan modal membuka investasi guna mengelola aset Sumber Daya Alam (SDA) yang bertujuan untuk membangun daerah.

Tak jarang para penanam modal mengumbar janji kepada aparat pemerintah dan masyarakat untuk mendapat simpatisan. Bahkan tak jarang pula aparat di daerah mencari kepentingan di dalam kesempatan. Alhasil modal tertanam dan usaha berjalan dengan umbaran janji untuk mengembangkan modal yang sebenarnya tak lain adalah Sumber Daya Manusia (SDM) daerah itu sendiri.

Namun sayang begitu usaha mulai berjalan, aparat pemerintah kita lupa bahwa tenaga kerja yang dipekerjakan adalah manusia dan lupa bahwa pemerintah kita telah merancang, mengatur, mengonsep, serta memberlakukan aturan-aturan tertentu.Tapi mereka (pengusaha) tidak melapor kepada instansi atau dinas yang membidangi ketenagakerjaan, padahal jelas sekali bahwa undang-undang mengatur masalah hak dn kewajiban antara pengusaha dan pekerja. Sangat mengherankan badan usaha yang berbadan hukum justru tidak berjalan di jalur hukum bahkan terkesan menjadi liar.

“Pengusaha atau pengurus wajib melaporkan secara tertulis setiap mendirikan, menghentikan, menjalankan kembali, memindahkan atau membubarkan perusahaan kepada Menteri atau pejabat yang ditunjuk” (Pasal 4 ayat 1 UU nomor 7 tahun 1981).

“Pengusaha atau pengurus wajib melaporkan secara tertulis kepada menteri atau pejabat yang ditujuk selambat-lambatnya dalam jangka waktu 30 hari setelah mendirikan, menjalankan kembali atau memindahkan perusahaan” (Pasal 6 ayat 1UU nomor 7 tahun 1981).

Akan tetapi masih banyak pengusaha nakal dan mendirikan perusahaannya secara liar. Lebih mengherankan lagi aparat pemerintah terkait lupa/sengaja menulikan telinga mendengar laporan tentang hubungan industrial yang tidak berjalan, tidak dijalankan, tidak harmonis, tidak sinkron, tentang hak-hak normatip yang terabaikan atau diabaikan. Dan membutakan mata melihat risiko sosial yang dialami oleh buruh.

Dengan sendirinya kerena terkadang berangkat dari ketidaktahuan, ketidakmautahuan, ditambah lagi dengan aparat pemerintah yang sudah tahu tetapi pura-pura tidak tahu dan tidak mau memberi tahu. Jadi dari hasil survey penulis di lapangan, masih ada pengusaha yang tidak memenuhi kewajiban dan tidak memberikan apa yang seharusnya sudah menjadi garis hak dari pada pekerja itu sendiri. Lebih parah lagi para kuli diperlakukan dengan prinsip Asal Bapak Senang (ABS).

Berangkat dari paparan di atas, penulis selaku aktivis buruh mengkaji bahwa undang-undang mempunyai kelemahan dan kekadaluarsaan. Pada bagian lain sanksi yang diberikan terlalu ringan dan sangat enteng bagi kalangan pengusaha.

“Pengusaha atau pengurus yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat 1, pasal 7 ayat 1, pasal 8 ayat 1 dan pasal 13 diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya 3 bulan atau denda setinggi-tingginya Rp 1.000.000 (satu juta rupiah) (pasal 10 ayat 1 UU nomor 7 tahun 1981).

Dari pasal di atas penulis merasa sanksi yang dikenakan kepada pelanggar hukum terlalu ringan dan nominal Rp 1.000.000 sudah kedaluarsa karena nilai tersebut wajar berlaku di era pra reformasi. Untuk itu pada bagian pasal yang mengatur sanksi tersebut dipandang perlu untuk direvisi. Semoga tulisan ini menjadi bahan pembelajaran terhadap seluruh pihak terkait. []

(* Penulis Adalah Anggota Federasi Serikat Pekerja Kimia, Energi & Pertambangan (FSP.KEP) Kabupaten Belitung)

dari Bangka Pos

DIANGGAP ORANG HONG KONG PETUGAS MTR PUN TERKELABUHI


Kisah ini aku alami sekitar 3 tahun yang lalu, di tempat majikanku yang ke dua.
Pagi itu kerjaanku bener-bener numpuk. Aku pun ngebut untuk segera menyelesaikan semua kerjaan tetapku sebagai pegawai BCA alias Babu China Asli. Aku bener-bener memburu waktu, karena aku mesti ke Imigrasi untuk mengambil KTP ku yang baru.



Sekitar pukul 11 siang, semua kerjaan pun beres.Aku segera ganti baju kemudian mengambil dompet dan uang dari lemari bajuku.Aku bener-bener terburu-buru, karena aku nggak mau terlalu lama keluar dan memakan waktu kerjaku, yang membuat majikan kesayangku memasang wajah garang kepadaku.

Aku langsung terbang ke MTR dan tak lama kemudian sampailah aku di Imigrasi Wan Chai. Bersyukur karena nggak begitu banyak orang yang ngantri untuk mengambil KTP.

Setelah semuanya beres, aku segera pulang sambil lari-lari menuju Stasiun MTR Wan Chai. Setelah sampai, aku langsung membeli tiket. Aku segera mengambil uang recehan dari saku celanaku. Namun alangkah kagetnya aku, ternyata uang yang aku bawa kurang karena saking terburu-burunya tadi saat mau berangkat.Aku langsung panic seketika, karena takut nggak bisa pulang, dan pasti bakalan kena damprat dari sang majikan.

Berulang kali aku cek kembali saku celanaku, barangkali masih ada uang tersisa. Tapi ternyata hasilnya NIHIL lagi. Karena saking kepepet, aku pun membeli tiket anak kecil , yang harganya Cuma separoh dari harga tiket orang dewasa.TKTK alias tengok kanan tengok kiri aku persis maling kali. Setelah aku rasa aman nggak ada petugas MTR, aku segera membeli tiket anak-anak. Setelah tiket MTR di tangan, aku berjalan dengan Pe De nya.Tapi..upss…lagi-lagi jantungku mau copot. Tiba-tiba dua orang laki-laki tinggi besar berpakaian preman mengahadangku dan menanyakan tiket masuk MTR. Aduh maakk…ternyata mereka adalah petugas MTR yang menyamar preman.

Aku bingung setengah mati. Bagaiamana tidak, kalau ketahuan aku membeli tiket anak kecil , pasti bakal kena denda HK$500.

Kedua petugas itu terus menanyakan tiket. Namun aku masih menunduk ketakutan.

“Siuce…tei dit fei a, emkoy?” ( Nona, tiket MTR nya mana?), tanya petugas. Aku menunduk, panik, takut semua bercampur jadi satu.Keringat pun mulai bercucuran dari wajahku karena saking gemetaran.Petugas itu terus bertanya.Kali ini mereka menanyakan KTP ku.Namun lagi-lagi aku tak menjawab.Lama aku terdiam, tiba- tiba petugas tadi bertanya padaku.

“Siuce…lei hai maiya hok sang a?”(Nona…apakah kamu pelajar ?), tanya petugas.

Aku kaget mendengar pertanyaan itu.”Apa mereka menganggap aku ini orang Hong Kong ya? Aku kan kecil, lumayan putih lagi,” pikirku saat itu.Aku pun terbesit untuk mengiyakan pertanyaan petugas tadi. Karena pelajar Hong Kong biasanya memang diperbolehkan membeli tiket anak.

Tanpa pikir panjang lagi, aku segera menyodorkan tiket yang aku pegang.

“ Haiya sinsang..ngo hai hok sang a,”(Iya tuan..saya pelajar), kataku pada petugas dengan logat bahasa kanton yang sangat fasih. Maklum sebagai Pegawai BCA teladan aku memang sudah mahir berbahasa Kantonis. He he he…

Anehnya petugas itu, langsung percaya begitu saja. Dan mengijin kan aku masuk.

“Emkoy sae sinsang,”(terima kasih tuan) …Dengan wajah berbinar, aku segera memasukkan tiket dan lari menuju MTR sambil cengar cengir sendiri.

“Selamet…selamet...coba kalo tadi ketangkep petugas gara-gara tiket, apa nggak HK$500 melayang,” gerutuku waktu itu.Ternyata boleh juga ya sekali-kali ngibulin petugas. He he he..buat pembaca..jangan ditiru ya….[]

Aliyah Purwati

PAHLAWAN DEVISA


benarkah aku pahlawan devisa
yang aku tahu
ku hanyalah pekerja rumah tangga
yg tiap hari dibentak dan disiksa



makan hanya seadanya
istirahat hanya 3 jam saja
dimana penghargaanku sebagai pahlawan devisa
tiap kali pemerintah
mengembar ngemborkan
akulah pahlawan devisa
tapi keadilan apa yg kudapat

pemerintah hanya sibuk membuat aturan
dengan segala kekuasaannya
tanpa mampu membantu
para pahlawan devisa dg kekuasaannya
pahlawan devisa........
mungkin sebutan itu
hanya untuk
membuat senang para pembantu saja

[]
dikopas dari sini

Guru Guru Kab Bojonegoro Berguru kepada Mantan BMI-HK


Dewan Pendidikan Kabupaten Bojonegoro mengundang Eni Kusuma penulis buku Anda Luar Biasa!!! untuk memotivasi para guru di wilayah tersebut. Acaranya akan digelar 20 April 2008.


Eni Kusuma, selain menyiapkan senuah buku kumpulan cerpen, buku baru setelah ALB-nya kini sudah terbit pula, judulnya, Good Housekeeping.[]

Ketua Dewan Pendidikan Jatim: Sekolah Harus Lengkap

Pendidikan adalah fondasi perubahan. Begitu pentingnya, sampai-sampai dibentuk Dewan Pendidikan meskipun sudah ada Dinas Pendidikan. Sejauh manakah peran Dewan Pendidikan? Apa Surat Keputusan (SK) pengangkatan Anda sebagai Ketua Dewan Pendidikan Jatim sudah diterima?


Ya, sebenarnya sudah lama saya menunggu kok tidak turun-turun. Tapi beberapa hari kemarin, akhirnya saya menerima SK dari Pemprov Jatim. Sekarang tinggal menunggu pelantikannya saja.

Apa langkah pertama yang akan Anda lakukan setelah resmi dilantik?

Mungkin, pada tahap pertama, saya ingin memberikan proses penyadaran kepada masyarakat dan pemerintah tentang peran dan fungsi Dewan Pendidikan. Organisasi ini adalah lembaga dan institusi yang bisa dijadikan media membangun pendidikan dengan konsep learning community (perkumpulan pembelajaran). Yang terjadi, selama ini dunia pendidikan kita kurang memberi porsi yang cukup atas masuknya partisipasi masyarakat. Akibatnya, sistem pendidikan belum bisa menyentuh kebutuhan masyarakat. Hanya orang-orang tertentu yang bisa menikmati indahnya pendidikan.

Apa efeknya ketika masyarakat tidak dilibatkan secara aktif dalam proses pendidikan?

Itu yang sebenarnya berbahaya. Selama ini, pendidikan dipandang sebagai tanggung jawab pemerintah. Selain itu, juga menjadi tanggung jawab sekolah. Padahal kalau berbicara tentang pendidikan, itu menjadi tanggung jawab semua. Nantinya, kalau pandangan seperti itu masih melekat dalam pikiran masyarakat, sulit bagi kita membangun kinerja baik pendidikan. Harusnya, pemerintah dan masyarakat bisa membentuk sebuah jaringan. Pembentukan itu bisa saling berkorelasi antara satu dan lainnya. Di satu sisi, terdapat unsur pemerintah, pelaku pendidikan dan masyarakat sendiri.Itu yang dari awal saya sebut learning community.

Kalau Anda melihat, seperti apa konsep pendidikan di Jatim sekarang?

Selama ini, di Jatim pendidikan dipandang sebagai total institution, kalau konkretnya, seperti dunia militer. Semua pola-pola yang sering kita jumpai dalam dunia militer terdapat dalam pola pendidikan di Jatim saat ini. Seperti kalau kita masuk barak militer, pasti tertutup. Di dalamnya ada pengawalan dan mengharuskan seseorang melapor terlebih dahulu.
Makanya, orang luar tidak mudah kalau ingin masuk, bahkan anggota sendiri harus masuk dengan prosedur yang ketat dan memakan banyak waktu. Lha, pendidikan di Jatim tak ubahnya seperti itu. Pendidikan tertutup rapat, orang luar tidak boleh masuk kecuali ahli pendidikan. Tentu hal seperti ini merugikan masyarakat sebagai pelaku dan konsumen pendidikan. Pendidikan yang harusnya bisa diakses mudah, menjadi sulit.

Bisa dijelaskan apa akibatnya bagi masyarakat kita?

Yang jelas, tindakan seperti itu menyebabkan blunder bagi pendidikan. Upaya kita membangun pendidikan akan sia-sia. Mereka yang bisa mengonsumsi pendidikan hanya orang-orang tertentu. Padahal, seharusnya pendidikan bisa dirasakan setiap orang, setiap warga negara. Parahnya, model seperti itu masih kental di Jatim. Kalau pun masyarakat dilibatkan dalam pendidikan, hanya sebatas proses inputnya. Seperti sebuah sekolah ingin menambah lokal atau menambah infrastruktur, harusnya masyarakat dilibatkan dalam partisipasi dengan cara urunan.
Setelah itu, mereka juga dilibatkan dalam sebuah proses yang kompleks, di dalamnya ada unsur input, output, dan outcome. Nyatanya, sampai sekarang masyarakat tidak pernah tahu out put dan outcome. Mereka hanya dilibatkan dalam proses pembayaran. Setelah itu, semua kebijakan dan hasil yang diterima masyarakat terus disembunyikan.

Menurut Anda, apa fenomena ini terjadi karena masyarakat kita yang tak sadar perannya, atau malah pemerintah yang cenderung menutup-nutupi peran dan fungsi masyarakat?

Memang itu yang terus menjadi tanda tanya. Masyarakat kita tidak pernah tahu perannya, begitu juga fungsi pemerintah yang tidak mampu memainkan perannya. Buktinya, masyarakat kita tidak pernah dilibatkan dalam proses pembelajaran dan tata cara pendidikan. Sekarang, tugas DPJ yang pada hakikatnya berasal dari unsur masyarakat, saya harap bisa melaksanakan tugasnya. Yang terpenting, peran penyadaran masyarakat serta upaya advokasi bisa kami lakukan. Nantinya, kami turut menciptakan dan mendorong masyarakat, terkait penyediaan anggaran pendidikan yang cukup.
Apakah anggaran pendidikan di Jatim masih kurang?
Kalau melihat minimnya angka partisipasi siswa untuk sekolah, menunjukkan minimnya anggaran pendidikan yang ada di Jatim. Harusnya, komitmen dari pemerintah untuk serius menggarap pendidikan, terletak pada alokasi anggaran pendidikan yang besar dalam proses pembagian APBD.

Bagaimna Anda melihat perangkat pendidikan di Jatim, apa sudah proporsional?

Belum! Sangat terlihat jelas peran publik dalam menyusun kurikulum. Semua itu tak lepas dari dominasi beberapa kelompok pendidikan. Berbeda dengan Australia yang memiliki curriculum council. Di dalamnya diwarnai beberapa kelompok masyarakat. Dengan demikian, dominasi ahli pendidikan bisa dihindari. Kalau di Australia, anggota Dewan Pendidikan ada 20 orang. Dari jumlah itu, tidak hanya menjadi dominasi perwakilan dari perguruan tinggi (PT). Malah, untuk perwakilan PT hanya ada 2–4 orang. Selebihnya diambilkan dari unsur masyarakat, pengusaha,lawyer (pengacara), advokat, jurnalis, dan kelompok sosial lainnya.

Apa bedanya dengan di Jatim?

Jelas ada perbedaan yang signifikan. Ketika kurikulum di susun dengan mengandalkan perwakilan dari PT saja, itu menghasilkan sistem pendidikan yang historis, kurikulum yang diharapkan oleh masyarakat tidak tersampaikan.

Kira-kira seperti apa tantangan yang akan dihadapi untuk membangun pendidikan di Jatim lima tahun ke depan?

Kultur learning community di Jatim belum terbentuk. Masyarakat hanya bisa berkata dan menyerahkan masalah kepada pemerintah. Sekolah tinggal tunggu hasilnya. Kalau jelek, kita timpalkan dosadosa kegagalan kepada pemerintah. Kultur semacam ini yang harus diubah.Tentu membutuhkan waktu yang lama. Makanya, saat ini harus ada inklusi di masyarakat.
Jadi, masyarakat membuka diri untuk pendidikan. Misalnya, pendekatan dan pelibatan langsung kalangan industri. Pasalnya,sektor industri memiliki sarana dan fasilitas. Mereka bisa membantu dalam proses produksi. Seperti penggunaan sarana dan prasarana sebagai alat pembelajaran bagi siswa maupun mahasiswa. Dengan begitu, kesempatan siswa di SMA atau PT untuk memanfaatkan fasilitas yang mereka miliki, bisa menyediakan media pembelajaran.Yang punya rumah sakit juga bisa membantu dalam pendidikan rumah sakit. Makanya, perusahaan bisa menjadi tempat dalam learning community.

Lima tahun ke depan konsentrasinya berarti apa?

Saya sedih ketika membaca berita angka buta aksara di Jatim yang terus tinggi. Apalagi,jumlahnya paling tinggi di Indonesia. Meskipun beberapa kalangan meragukan data itu. Orang tidak mengenal huruf latin, tapi mengenal huruf Arab dianggap buta aksara. Sebetulnya data itu kurang akurat, akurasi dan validitasnya kurang terjamin. Secara umum, kita sedih juga kalau ada berita seperti itu.
Padahal kalau melihat jamaah haji, di Jatim paling tinggi. Orang yang pergi naik haji harusnya bisa berkorelasi dengan kesempurnaan di bidang pendidikan.Jadi, angka buta huruf bisa dihentikan. Sayangnya, sampai saat ini belum terkorelasi dengan baik. Saya kira kita perlu ada alokasi anggaran dan perhatian,supaya modal sosial untuk pendidikan bisa tertolong. Itu modal dasar kita untuk membangun bangsa. Kalau kualitas kita lemah, maka lemah juga pendidikan kita.

Apa yang harusnya dilakukan untuk mencegah buta aksara di Jatim?

Jatim sebenarnya sangat kaya sumber daya alam (SDA). Kalau SDA itu disentuh dengan SDM yang terlatih dan kreatif, maka bisa menjadi barang dengan nilai layak jual. SDM dan SDA bisa membantu masyarakat dalam pengembangan dan pemanfaatan SDA dengan baik. Total ekspor kita masih kalah dengan ekspor Malaysia. SDM mereka bisa menyentuh SDA dengan baik, sehingga nilai jual suatu produk di sana lebih tinggi. Sedangkan kita tidak bisa menyentuh, makanya nilainya rendah. Semakin banyak masyarakat kita yang melek huruf, maka tenaga terlatih serta angkatan kerja bisa lebih kompetitif. Tidak lagi didominasi masyarakat yang lulus SD saja.

Selain menekan angka buta aksara, apa lagi yang dijadikan program unggulan kepengurusan Anda?

Tentunya peningkatan partisipasi anak sekolah. Supaya biaya sekolah terjangkau, perjuangan anggaran pendidikan menjadi prioritas kami. Butuh perhatian pemerintah untuk menyesuaikan anggaran yang cukup. Jadi, bisa menaikkan angka partisipasi kasar (APK) dan angka partisipasi murni (APM). Selama pendidikan kita mahal, APK di Jatim tidak akan bergerak. Faktornya, masyarakat kita memang tidak sekolah karena tidak mampu. Selama pendidikan kita terjangkau, perlu perhatian yang lebih baik.

Kira-kira siapa saja yang dilibatkan untuk menyukseskan pendidikan?

Kalau saya ya…. itu, sekolah kalau mau belajar. Maka saran saya, pembelajaran sekolah harus lengkap. Kalau sekolah ingin maju, kayaknya tidak mungkin berjalan sendiri. Kalau kita ingin mengajarkan anak pelajaran tentang kuliner, di Jatim punya restoran, ada puluhan hotel dan rumah makan yang bisa dimanfaatkan. Bahkan, pendapatan asli daerah (PAD) Jatim juga ada sumbangan yang besar dari sektor kuliner.

Maka sektor itu juga harusnya bisa dimanfaatkan sekolah.Ada proses pemagangan siswa. Sektor industri yang ada di Jatim juga bisa dipakai. Nanti bisa menghasilkan pembelajaran dan pemilihan bidang yang bagus bagi siswa, kalau sudah terjun langsung di masyarakat. Semua elemen masyarakat harus dilibatkan. Ciptakan sekolah yang kreatif. Sekolah punya pikiran misalnya, berhubungan dengan jejaring di sektor usaha. Jadi dapat membantu proses pendidikan itu. (aan haryono)



KETUA DEWAN PENDIDIKAN JATIM ialah PROF DR ZAINUDDIN MALIKI MSI

Koran SINDO Jatim Minggu, 09/03/2008