Intelijen harus Diawasi Lembaga Independen

Reporter : Hendra Makmur

JAKARTA--MIOL: Kegiatan intelijen harus diatur dalam Undang-Undang (UU) serta diawasi lembaga independen. Selain itu, dengan adanya UU Intelijen, UU Kerahasiaan Negara tidak lagi diperlukan.



Aturan terkait rahasia negara juga cukup dimuat dalam UU Kebebasan Memperoleh Informasi Publik (KMIP). Demikian terungkap dalam diskusi yang digelar Institut Studi Arus Informasi (ISAI), Rabu (22/8).

Diskusi dengan moderator Parulian Manulang tersebut menghadirkan pengamat intelijen Brigjen (Purn) Ignatius Soeprapto dan Wakil Ketua Tim Pencari Fakta (TPF) Kasus Munir Asmara Nababan sebagai pembicara.

Soeprapto memaparkan, pemahaman intelijen di Indonesia masih melenceng dari hakikat sebenarnya. "Intelijen di manapun memang tersembunyi dan rahasia. Namun, lembaga ini tidak punya kewenangan untuk menangkap dan memeriksa orang sebagaimana halnya penyidik," katanya.

Peranan intelijen negara, lanjut Soeprapto, hendaknya diarahkan untuk menjaga pertahanan negara dari ancaman luar negeri. "Seharusnya, seperti Mossad di Israel dulu yang disegani dunia. Untuk ke dalam negeri, cukup kepolisian saja," ujarnya.
Badan Intelijen Negara (BIN), menurut Soeprapto, seharusnya bisa menjadi mata dan telinga bagi Presiden. "BIN harus bisa menjadi lembaga pemasok peringatan dini (early warning) bagi Presiden. Namun, dalam melaksanakan tugasnya ia harus dibatasi oleh hukum dan demokrasi," katanya.

Terkait ini, menurut Asmara, BIN belum menjadi mata dan telinga yang baik bagi Presiden. "Dalam kasus Munir, misalnya, BIN sudah diminta Presiden membuka pintu seluas-luasnya agar TPF bisa mengumpulkan keterangan. Namun, TPF di-block," katanya.

Menurut Asmara, TPF Kasus Munir terkesan dihalangi dalam mengumpulkan data dan bertemu dengan agen intel yang diduga tahu dan terkait dengan kematian pejuang HAM tersebut. Apakah BIN tidak mengindahkan perintah Presiden, Asmara tak menjawab tegas. "Anda artikan saja sendiri. Faktanya seperti itu," ujarnya.

Menurut dia, agar lembaga intelijen tidak lagi terjebak pada kepentingan kelompok tertentu, harus ada UU yang mengatur tentang intelijen. "Juga mesti ada lembaga independen yang bisa mengawasi kinerja BIN agar tidak melanggar HAM," ujar Asmara.

Ia tidak sepakat bila aturan mengenai BIN dimasukkan dalam UU Kerahasian Negara. "UU itu tidak perlu. Mestinya, hal-hal tentang rahasia negara dimasukkan sebagai pengecualian dalam UU KMIP. UU tersebut harus memuat dengan tegas dan rinci apa saja batasan informasi yang merupakan rahasia negara dan bukan informasi publik," ujarnya.

Perlunya UU Intelijen ini, menurut Asmara, karena BIN merupakan lembaga yang paling terseok-seok melakukan reformasi.

"Syamsir Siregar bohong bila mengatakan sudah membuka ruang kepada TPF Munir. Seharusnya bila sudah ada indikasi keterlibatan BIN dalam kematian Munir, harus ia manfaatkan untuk membersihkan BIN dan memulihkan kredibilitas lembaga tersebut," ungkapnya. (HR/OL-06)


Media Indonesia [Rabu, 22 Agustus 2007 17:45 WIB]

0 tanggapan: