Dalang Munir Tuntas sebelum Juni

Pengacara Polly Dinyatakan Langgar Kode Etik

JAKARTA - Penyidikan kasus Munir dipastikan tidak berhenti pada pemenjaraan Pollycarpus Budihari Priyanto. Tim khusus kasus Munir yang diketuai Kabareskrim Komjen Pol Bambang Hendarso Danuri tetap bekerja untuk menuntaskan kasus pembunuhan yang terjadi pada 2004 itu. Bambang bahkan berjanji membekuk dalang kasus tersebut sebelum Juni 2008.



Janji itu terungkap saat istri almarhum Munir bin Said Thalib, Suciwati, bersama sejumlah rekannya yang bergabung dalam Komite Aksi Solidaritas untuk Munir (KASUM) bertemu Kabareskrim kemarin (14/3) sore. "Dalam pertemuan yang terakhir, Kabareskrim berjanji sekitar Juni bisa selesai. Ternyata, tadi (kemarin) dia berjanji bisa lebih cepat," kata Hendardi.

Yang dimaksud dengan "selesai" adalah dalang di balik aksi Pollycarpus melakukan pembunuhan berencana terhadap Munir bisa dibekuk polisi. Namun, Hendardi yang juga pernah menjadi anggota Tim Pencari Fakta Munir itu mengelak saat ditanya siapa saja tersangka baru yang dibidik polisi tersebut. "Soal itu tadi belum disebut," ujar Hendardi yang kini aktif di Setara Institute tersebut. Selain Hendardi, terlihat pula Choirul Anam dari HRWG.

Sementara itu, Majelis Kehormatan (MK) Persatuan Advokat Indonesia (Peradi) memberikan sanksi peringatan keras kepada advokat senior M. Assegaf dan Wirawan Adnan. Dalam sidang putusan MK Peradi, dua pengacara Pollycarpus itu diputus bersalah karena terbukti melanggar kode etik profesi advokat.

Sidang MK Peradi menyebutkan, kedatangan Assegaf dan Wirawan ke kantor Badan Intelijen Negara (BIN) untuk meminta data atau informasi terkait pembunuhan Munir dianggap memengaruhi saksi. Tindakan yang diadukan KASUM tersebut dinilai melanggar kode etik pengacara.

"Hasil sidang memutuskan kedua pihak teradu (Assegaf dan Wirawan) terbukti telah melanggar kode etik. Peradi memberikan peringatan keras," tegas Ketua MK Peradi Alex R. Wagi di Kantor Peradi, Plaza Kebon Sirih, Jakarta, kemarin.

Usai membacakan putusan, Alex menyatakan, pihak teradu bisa mengajukan banding sebelum putusan ditetapkan sebagai ketetapan hukum. Keduanya juga diwajibkan membayar biaya perkara Rp 3,5 juta.

Setelah sidang, Assegaf maupun Wirawan langsung mengajukan banding. Keduanya berkeberatan atas sanksi oleh MK Peradi itu. Wirawan menuturkan, dirinya kecewa karena putusan tersebut hanya menuruti keinginan KASUM.

"Saya kecewa atas putusan tersebut. Sebab, putusan majelis itu jelas hanya berpihak pada LSM KASUM," tegas Wirawan.

Dia juga berkeberatan atas terminologi MK Peradi soal memengaruhi saksi. "Kami minta informasinya pun bukan kepada saksi, tapi kepada atasan saksi. Dan informasinya pun bukan kepada pribadi, tapi kepada institusi (BIN)," ungkapnya.

Atas putusan tersebut, Wirawan sedang mempertimbangkan untuk keluar dari Peradi karena merasa tidak ada perlindungan.

Assegaf juga merasa kecewa atas putusan Peradi. Menurut dia, dirinya dan Wirawan hanya meminta informasi melalui sebuah surat dan tidak ada unsur memengaruhi. Dia menjelaskan, dirinya dan Wirawan hanya meminta informasi sewaktu sidang kepada mantan Dirut Garuda Indra Setiawan itu.

Minta informasi, kata dia, bukan berarti minta dokumen dan tidak memengaruhi keterangan saksi. "Tapi, saya katakan kepada teman-teman advokat yang lain. Inilah risiko sebagai advokat dan saya berani mengambil risiko. Saya tegaskan juga, saya tidak akan mundur. Saya akan tetap membela Pollycarpus sampai kapan pun," tegas Assegaf.(naz/yun/roy)

Jawa Pos, Sabtu, 15 Mar 2008

0 tanggapan: