Pengungkapan Kasus Marsinah untuk Hadapi Tekanan Internasional

Komnas HAM Segera Datangi Mabes Polri

Jakarta, Sinar Harapan

Keinginan Komisi HAM untuk membuka kembali kasus pembunuhan aktivis buruh Marsinah diprediksikan tidak akan mengungkap semua konspirasi di dalamnya. Kemungkinan hasil pemantuan dari tim yang baru dibentuk komisi tersebut hanya akan menempatkan kasus tersebut sebagai kasus kriminal biasa.



Begitu halnya dengan niat setengah hati Mennaker atas kasus ini yang bukan menempatkannya sebagai bentuk tekanan negara terhadap gerakan buruh.
Demikian Sekjen Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia Johnson Panjaitan dalam perbincangan dengan SH, Kamis (25/4). Ditegaskannya, upaya mengungkap kasus ini semata bermotif ekonomi-politik untuk menutup tekanan internasional, terutama organisasi buruh ILO.

”Seolah-olah semua pihak sekarang concern atas kasus ini, padahal sejak semula negara tidak punya motivasi untuk membongkar semua kekerasan yang terjadi terhadap Marsinah dan buruh-buruh lainnya,” tegas Johnson.

Ia juga pesimistis akan keberhasilan tim pemantauan Komnas HAM untuk melihat pembunuhan Marsinah dan konspirasinya sebagai kasus pelanggaran HAM. Tim di bawah pimpinan BN Marbun tersebut, menurutnya, akan menjadi bagian konspirasi besar untuk mendekriminalisasi kasus kekerasan terhadap buruh.

Selain itu, dari materi hukumnya sendiri kasus ini cukup sulit penyelesaiannya karena sejumlah terdakwa telah dibebaskan. Jika bukti baru ditemukan, bisa dilakukan Peninjauan Kembali, padahal mereka telah berstatus bebas.

Sebelumnya, hal senada juga dikatakan Bambang Widjojanto, mantan Direktur YLBHI.

Meski ia menyambut baik dibukanya kembali kasus ini, kemauan Komnas HAM yang hanya mengikuti persetujuan Presiden bukanlah hal yang mencerminkan niat penegakkan hukum. Seharusnya, Komnas HAM sebagai lembaga independen tidak bekerja demikian. ”Saya sangat setuju kasus itu dibuka kembali. Tapi ada beberapa persoalan kalau Komnas HAM membuka kembali kasus Marsinah karena Presiden setuju dan tekanan dari ILO, itu akan menjadi soal. Karena, seolah-olah Komnas hanya bekerja ketika ada persetujuan politik. Itu yang bahaya,” ujarnya di sela-sela sebuah diskusi mengenai TNI/Polri di Jakarta.

Datangi Mabes Polri

Sementara itu Komnas HAM, yang membentuk tim komisi pemantauan mengatakan adanya bukti baru mengenai kematian Marsinah. Menurut hasil temuan mereka, seperti dikatakan BN Marbun, sampel darah yang dikirim ke Asutralia ternyata identik dengan darah yang ditemukan di Kodim Sidoarjo. Demikian juga DNA hasil pemeriksaan laboratorium tersebut merupakan darah Marsinah. Untuk itu, Komnas dalam waktu dekat akan mendatangi Mabes Polri untuk meminta penjelasan soal darah tersebut. Ini dikatakan oleh anggota Komnas HAM BN Marbun, kemarin di Jakarta. Ia juga menegaskan sejak awal tidak yakin jika peristiwa tersebut melibatkan Polisi.

Kasus ini sendiri tidak langsung ditentukan sebagai pelanggaran HAM berat atau dikategorikan sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan. Karenanya, belum tentu kasus ini nanti akan ditindaklanjuti dengan Pengadilan HAM. ”Pada zaman Soeharto, unjuk rasa buruh masih dilarang, apakah kebijakan ini masuk dalam dugaan pelanggaran HAM berat, kita tunggu hasil pemantauan dulu . Sejak dulu kami memang tidak yakin polisi terlibat dalam pembunuhan Marsinah,” kilahnya ketika ditemui di kantor Komnas HAM, Jakarta, kemarin (24/4). (rik)

Dikopas dari Sinar Harapan

0 tanggapan: