Aksi Solidaritas ala BMI Hong Kong


GERAKAN BMI PEDULI MERAPI


HONG KONG – Keprihatinan dan solidaritas terhadap korban erupsi Gunung Merapi tidak cuma datang dari warga Indonesia di dalam negeri. Ribuan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Hong Kong pun ikut merasakan duka yang dialami saudara-saudara kita di DI Yogyakarta dan Jawa Tengah.


Solidaritas Merapi ala Buruh Migran Indonesia (begitu para TKI Hong Kong menyebut dirinya), dilakukan dengan menggelar aksi penggalangan dana yang melibatkan 9 (sembilan) organisasi BMI di Hong Kong. Mereka adalah Apakabar Fans Club (AK-Fans), Sanggar Budaya Indonesia - Hong Kong, Golpindo, CK Funky Dancer, Alexa Dancer, Terali Dancer, Forum Lingkar Pena (FLP) Hong Kong, Majelis Taklim, dan Melati Sari. Aksi para buruh migran ini diberi nama ”Gerakan BMI Peduli Merapi”

Kenapa hanya Merapi, sedangkan Mentawai dan Wasior juga membutuhkan bantuan? Menurut Yuni Sze, koordinator gerakan ini, pihaknya sengaja konsen menghimpun dana untuk Merapi, utamanya karena pertimbangan kedekatan emosional – karena banyak BMI Hong Kong yang berasal dari kawasan di seputar Merapi. Juga, kedekatan geografis, karena Merapi terletak di Pulau Jawa.

”Mayoritas BMI Hong Kong berasal dari Pulau Jawa dan – berdasarkan kesepakatan teman-teman – seluruh dana hasil penggalangan ini akan diserahkan langsung oleh beberapa teman BMI yang sedang cuti dan pulang kampung,” ujar Yuni. Tentu saja, ada survei pendahuluan untuk memastikan bantuan tersebut hendak diwujudkan dalam bentuk apa. ”Yang pasti, dengan menyerahkannya sendiri, teman-teman BMI di Hong Kong berharap dapat mengetahui secara langsung kondisi para korban bencana,” imbuh Yuni Sze.

Penggalangan dana itu sendiri dilakukan dalam tiga kesempatan: 7, 14 dan 21 November, mengingat BMI di Hong Kong hanya libur pada hari Minggu. Selain dengan cara membagikan Tabloid Apakabar (salah satu media berbahasa Indonesia yang terbit di Hong Kong) sembari menyodorkan kotak amal, mereka juga ”ngamen keliling” di seputar Victoria Park dan Causeway Bay. Seperti diketahui, kedua tempat tersebut adalah pusat berkumpulnya para BMI Hong Kong yang libur pada hari Minggu. Ada yang main gitar, ada yang menyanyi, ada pula yang menyodorkan kotak sumbangan.

Dana yang terhimpun sampai dengan Minggu, 21 November lalu, mencapai HK$ 64.000 atau senilai Rp 73.600.000 (akumulasi kurs HK$ 1= Rp 1.150). Menurut Yuni Sze, seluruh dana tersebut akan didistribusikan kepada para korban bencana Merapi, dan dilakukan terhitung sejak 23 s.d. 29 November. Penyerahan bantuan BMI Hong Kong ini akan dipusatkan di tiga titik: Kabupaten Sleman, Kabupaten Klaten, dan Kabupaten Boyolali.

Nanda, ketua Sanggar Budaya Indonesia di Hong Kong, mengatakan, organisasinya antusias bergabung dalam Gerakan BMI Peduli Merapi, karena dalam aksi ini tercermin rasa kebersamaan dan guyub rukun para buruh migran dari berbagai organisasi. ”Di Hong Kong, aksi penggalangan dana banyak dilakukan. Tetapi yang bergabung dalam satu wadah seperti ini belum ada. Alhamdulillah, semua berjalan lancar dan solid,” imbuh Nanda.

Menurut Yuni Sze, keseluruhan dana yang terkumpul dari aksi solidaritas bencana Merapi ini mencapai HK$ 64,000 atau sekira Rp 73.600.000. ”Dibandingkan kebutuhan riil di lapangan, jumlah sumbangan tersebut tentu sangat kecil. Namun, buat kami yang di Hong Kong, apa yang kami lakukan sepenuhnya mencerminkan keprihatinan sekaligus dukungan kami terhadap saudara-saudara kita yang tertimpa bencana,” kata Yuni.

Saat ini di Hong Kong terdapat ± 130.000 buruh migran Indonesia, yang sebagian besar bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Mereka berkumpul tiap hari Minggu, karena pemerintah Hong Kong memang memberikan jatah hari libur kepada para pembantu rumah tangga (domestic helper), sehari di tiap akhir pekan. Inilah sisi lain dari kehidupan buruh migran atau tenaga kerja Indonesia di luar negeri.[Yunie Tse/Pangeran Asa]


Info lanjut tentang pemberian bantuan BMI Hong Kong kepada para korban bencana Merapi, hubungi Asa Amiwan: 081805182424

Superni (BMI- HK) Kena Kanker


Waktu kunjungan besuk di rumah sakit Queen Elizabeth (QE), Habis sudah. Saya peluk dan cium keningnya sebelum meninggalnya. Air matanya mengalir lagi, entah ini tangisan yang keberapa kalinya sejak saya rutin membesuknya. Tangisan karena terharu saat dia sakit ternyata banyak kawan yang semulanya tak dikenalnya mengunjunginya. Saya mengetahui dia sakit dari anggota Shelter Koalisi Organisasi Tenaga Kerja Indonesia di Hong Kong (KOTKIHO).

"Bunda, jangan pergi," pintanya memelas.

"Besok bunda kesini lagi, nak. Kamu istirahat ya. Jangan lupa berdoa," tangis saya nyaris pecah saat akan pamit pulang.

Setelah saya cek lagi dua termos kecil tempat air panas, agar cukup untuk minumnya malam nanti dan membetulkan selimutnya dengan berat saya tinggalkan Superni, yang berbaring lunglai menahan sakit di ranjang, akibat serangan kangker ganas pada bagian tulang belakang tubuhnya.

Superni (33) Buruh Migran Indonesia ( BMI), berasal dari gang Ali Andong, Sawangan, Bojong Sari Lama, Depok. Ibu dari 3 anak ini, ke Hong Kong, kali pertamanya bulan September tahun 2005 melalui PJTKI, Yonasindo Intra Pratama, Karang Sari, Tangerang. Di salurkan ke agen Goltex, Central. Hong Kong.

Kontrak pertama di Shek Thong Tsui, dengan job kerja mengurus seorang kakek. Baru 7 bln bekerja sang kakek, meninggal dunia. Pindah ke majikan kedua di Taipo tapi sayangnya setelah setahun bakerja, majikan pindah bekerja ke Canada. Wong Tai Sin, adalah tempat tinggal majikan ketiga, dengan tugas kerja sama dengan di kontrak pertama yaitu menjaga kakek. Superni, mengakui jika majikan ketiga ini pun sangat baik seperti majikan-majikan sebelumnya. Sehingga kontrak ketiga sudah dijalaninya kurang lebih 3 tahun, tanpa kendala apa pun.

Dipertengahan bulan september, Superni tiba-tiba merasakan ngilu bahkan mengalami kram dikedua belah kakinya, begitu juga pada bagian pinggang. Majikan membawanya ke dokter di wong Tai Sin, bahkan sampai dua belas kali ke dokter dan dikasih suntikan, sakit yang dialami Superni belum sembuh juga. Bahkan terasa makin menyiksa. Setelah Superni mencoba ke dokter lain yang masih di wilayah Wong Tai Sin juga, dokter kedua tidak melakukan pengobatan tapi malah menulis surat pengantar agar Superni melakukan pengobatan ke rumalah sakit Kwong Wah di Yau Ma Tei.

Dua hari tiga malam, tepatnya mulai tgl 12 September, Superni tinggal di rumah sakit Kwong Wah untuk menjalani pemerikasaan atas sakit yang dideritanya.

"Saya tidak menyangka bunda, jika saya kena kengker. Bahkan sudah stadium tiga," katanya dengan wajah sedih.

Pada tgl 15/09.Dengan alasan lebih lengkapnya peralatan pengabotan, Superni, dipindah ke rumah sakit Queen Elizabeth (QE), di King's Park, Jordan. Tepatnya di lantai 3, ruang E, nomor ranjang 33. Waktu kunjungan pasien, siang jam 12 - 1, sedangkan malam hari jam 6 - 8.

Ketika saya tanyai penyebab awal sakit, seingatnya pernah jatuh terpeleset saat belanja di pasar. Setelah jatuh sering terasa ngilu ditulang bagian belakang tapi tak pernah diraukan. Dia pikir cuma akibat capek kerja saja.

Ketika awal Superni menderita sakit, majikan bersikap baik ke Superni. Dia sering menengok Superni di rumah sakit tapi kemudian kunjungan semakin jarang, sejak majikan bersama agen suatu malam, datang ke rumah sakit meminta Superni untuk menandatangani surat putus kerja. Superni menolak untuk diberhentikan kerja dengan alasan dia masih sakit dan masih membutuhkan pengobatan.

"Saya berangkat dari Indonesia sehat, pulang pun ingin dalam keadaan sehat atau sekalian saya pulang dalam keadaan meninggal," ungkapnya suatu malam saat saya membesuknya.

Dia juga sempat menceritakan keadaan ekonomi orang tuanya dan juga keluarganya yang bisa dikatakan masih serba pas-passan. Anak pertamanya berumur 13 th, kedua 10 th dan si bungsu 6 th. Suaminya dengan pekerjaan tidak tetap. Sejak muda Superni pekerja keras, sebelum ke Hong Kong pernah bekerja di Taiwan dan Malaysia..

"Saya tidak ingin jadi beban keluarga, sakit kangkerkan pengobatannya mahal di Indonesia. Jika di Hong Kong tidak bisa sehat, saya milih mati saja," Sering kalimat itu diucapkan dengan tatapan mata kosong.

Sepengetahuan saya, Superni cukup tegar menjalani sakitnya. Malah saya dan kawan- kawan dari anggota Shelter yang menjenguknya kasian tak tega melihat saat Superni kesakitan merasakan ngilu dan katanya sekujur kaki, pinggul dan punggungnya seperti digigit ribuan semut api. Dia merintih sambil mengucap istifar juga menyebut nama Allah.

Karena Superni tak kuat lagi untuk jalan ke kamar mandi bahkan mengangkat bagian pantat ( maaf) saat mau buang air kecil, maka dia harus selalu menggunakan pampers. Sehari semalam bisa menghabiskan 4 sampai 6 pampers. Sedihnya Superni harus membeli pampers sendiri, majikan dan rumah sakit tidak menyediakannya.

Saya kaget ketika suatu hari menengoknya lagi, kalau tidak salah dikunjungan yang empat kalinya mukanya pucat dan suaranya serak bahkan nyaris tidak bisa bicara. Pokoknya kondisi kesehatannya jauh lebih buruk dari hari-hari sebelumnya. Ternyata itu akibat dia mengurangi air bahkan minum obat dengan dibantu roti bukan air. Tujuan dia untuk ngirit pampers.

"Lama-lama sayakan tidak punya uang, bunda," keluhnya sambil menangis.

Beberapa kawannya dan kawan saya saat datang menjenguknya dengan membawa makanan dan pampers juga. Ketika saya tanya apakah pihak Konsulat Indonesia, mengetahui sakitnya. Dia menjawab mengetahuinya sebab salah satu kawannya pernah melaporkan sakitnya tapi pihak Konsulat Indonesia belum ada yang mengunjunginya. Sedang Masalah majikan dan agen yang mendesaknya untuk menandatangani pemutusan kerja, kasusnya sudah dilaporkan pada kantor Domestic Helpers & Migrant Workers Programme - Christian Action.

Superni masih menunggu hasil diagnosa dokter tentang harus menjalani operasi atau tidaknya. Menurut keterangan dokter semua baru akan diketahui hasilnya tanggal 18 mendatang.

Pembaca di Hong Kong.yang ingin membantu Superni silahkan datang langsung ke rumah sakit atau bisa menghubungi Wiwin, sebagai koordinator pengumpul dana bantuan untuk Superni dengan nomor telpon 92475043. Semoga amallan kita bisa meringankan beban deritanya. [Mega Vristian]

MENGAPA MESTI TURUN JALAN DENGAN ATRIBUT ORGANISASI MASING-MASING?


Pengalaman dalam kurun waktu puluhan tahun ini, saya belum pernah melihat ada staf KJRI yang mau menerima statement dari para pendemo secara simbolis. Jangankan itu, setiap kali ada demo, kantor malah ditutup rapat. Bisa dimaklumi kalau ada ketakutan, jaga-jaga, mencegah kalau pendemo bertindak anarkis dengan menyerbu masuk gedung. Tapi di dalam pengawalan puluhan polisi yang begitu ketat, ketakutan seperti ini tidak lagi berdasar. Lalu apa namanya?

Mencermati seringnya demo tanpa respon berarti sampai kini, saya mulai mencari-cari, apa, ya sebabnya?

Mungkin selama ini yang tampak sering teriak-teriak --dan oleh sebagian BMI lainnya dikatakan kurang kerjaan -- ya kelompokitu-itu saja;

KOTKIHO. IMWU, PILAR, GAMMI, Aliansi. Karena bendera atau atributnya ya cuma itu. Sudah begitu, demonya pisah-pisah lagi. tidak pernah terlihat bendera mereka berkibar dalam satu barisan.

Mungkin, publik mengira, bahwa yang menuntut hak, yang perang melawan penindasan BMI, yang menentang pungutan liar, ya cuma beberapa gelintir aliansi itu. Padahal tercatat di KJRI bahwa organisasi BMI ada hampir seratusan. Banyak yang mengira organisasi lainnya seperti yang aktif di bidang seni, pendidikan, keagamaan, budaya, kewirausahaan, kepenulisan, dll. adalah kumpulan BMI yang tidak peduli dengan issu-issu tentang pelanggaran hukum ketenagakerjaan yang --menurut survey ATKI dan KOTKIHO-- hampir semuanya pernah mengalami pemerasan oleh agen dan PJTKI.

Saat sekelompok BMI turun jalan menuntut penghapusan potongan gaji berlebihan, misalnya. Dalam waktu yang sama, sebagian besar kelompok lain juga mengadakan kegiatan masing-masing.
"Halahh...yang demo keciiiiillll jumlahnya, nggak ada apa-apanya tuh. Santai sajalah..." Mungkin saja begitu pikir pihak-pihak yang di demo. Menyakitkan lagi ketika saya dengar komentar dengan telinga saya sendiri, bahwa demo-demo itu didomplengi oleh kepentingan pihak yang tidak bertanggung jawab ! Alamakkkkk..!!!

Publik mengira, bahwa BMI yang "baik-baik" yang "kuai" yang "manis-manis", tidak neko-neko, jauh lebih besar jumlahnya. Tiap Minggu, pengajian-pengajian akbar didatangi ribuan jamaah, digelar di beberapa tempat dalam sehari itu. Aneka lomba seperti joged, nari, MTQ, nyanyi, dsb. jauh lebih menarik ketimbang ikut gabung untuk demontrasi.

Publik tidak tahu, sesungguhnya kita yang manis-manis ini juga memendam rasa dendam, keluhan, atas biaya mahal--bahasa halusnya pemerasan-- agen selama ini.

Lha, emang apa harus semuanya turun demo? nggak perlu seneng-seneng, nggak butuh belajar? nggak perlu ngaji?

Kawan, nggak perlu semua anggota grupmu ikut demo. Tapi setidaknya selembar atribut/ bendera organisasimu saja bergabung, itu sudah cukup terlihat sebagai kekompakan. minimal orang akan melihat, 'ooo, ternyata CK Dancer juga anti penindasan BMI, ternyata FLP yang sering bekerja sama dengan KJRI itu juga menuntut diberlakukan kontrak mandiri, oooo..ternyata seluruh awak Posmih juga anti kedzoliman agen..dsb.

Lhohhhh..nggak tahu,ya? si Widya itu anak FLP sering gabung KOTKIHO woooo...

Mana publik kenal kalau Widya anak FLP? Yang masuk satu barisan dengan bendera KOTKIHO thok itu ya KOTKIHO thok. Anggi Camat yang ikut demo dengan PILAR itu ya mana kelihatan kalau mewakili Sekarbumi?

Belajar dari banyak kelompok protester yang turun jalan waktu May Day. Ratusan atribut mewakili jutaan suara tampak kompak berada dalam satu barisan panjang. Media menyorot. Para reporter melaporkan ke publik. Para fotografer mengabadikan. Visualisasi itu akan terus melekat dalam benak publik, termasuk pemerintah sebagai pihak yang diprotes.

Bila tiap kali protes dengan membawa banyak orang beserta bendera atas nama seluruh organisasi dan kelompok BMI, tentu publik akan melihat lain. Kompak ! Satu suara !

Jadi? Benderane thok wae? Orangnya nggak perlu banyak?
Kawan, tetesan air saja hanya akan mampu melumerkan selembar tissue. Seember air akan bisa memindahkan seonggok kerikil. bendungan yang jebol akan bisa menghanyutkan beberapa desa.
Begitu juga kekuatan pikiran manusia yang berkumpul dalam satu gerakan/doa.

Sure? Jaminan akan sukses demo kita?
Mmmm...tinggal pihak yang diprotes itu masuk golongan janma limpat, sak klebat prasasat tamat, atau golongan janma gebleg, diduleg sansaya ndableg ?

Kalau mereka limpat (cung meing, peka, cerdas, cepet tanggap), ya baru dengar desah resah kita sudah merespon," ada yang bisa kami bantu?' Itulah respon pemerintah/bangsa yang tinggi martabatnya, well educated, berbudaya.

Tapi kalau sudah berkompak ria dalam demo, satu suara dalam tuntutan, sampek kertas isi petisi, laporan kasus2 diduleg-dulegna, tetep gak ada tindakan yang sifatnya strategis (padan katanya retorika), yaaaa...jangan bilang mereka janma gebleg dulu..
Ada baiknya kita instropeksi dulu. Mungkin kita gak sadar telah melontarkan kata-kata kasar, menghujat. Ada pepatah bilang, kalau mau madunya, jangan tendang sarang tawone. Kalau mau nangkap ikannya, jangan diubeg-ubeg kolamnya....

Lha piye maneh...? saking geblege...

Walahh embuhhh... daripada engkel-engkelan terus ngene...
Bismillah..ana tawakallah..
Mugi Gusti Allah nuntun Bapak Konjen, Pak Teguh Wardoyo, kersa nampi statement kawula BMI sedaya, ingkang niat demo dinten menika,
ngelikaken pemerintah, buruh alit meniko mboten prayogi dados susonanipun agen, PJTKI, dalah negari.
Samestinipun wong gedhe nyusoni sing cilik...
BMI grudugan dugi KJRI mriki namung niat nylametaken pemerintah, sampun ngantos kuwalat kados .....
.....jambu mete.....

Causeway Bay, 10 Oktober 2010
01 Zul Qa'dah 1431 H

Sumber: Susie Utomo

Puisi untuk Ultah Jawa Timur

Beberapa pekan lagi, 12 Oktober 2010 adalah tanggal yang telah ditetapkan sebagai hari jadi Provinsi Jawa Timur, yang beberapa tahun belakangan biasa selalu diperingati/dimeriahkan dengan berbagai macam kegiatan, termasuk pertunjukan kesenian: wayangan, pentas musik, dan lain-lainnya. Jika Anda setuju, inilah saatnya Puisi ikut ambil bagian dalam kesempatan yang baik itu.

Ini sebuah gagasan tentang ’’PUISI JAWA TIMUR’’ dalam pengertian yang sangat sederhana, jauh dari isu yang belakangan menghangat seputar ’’PENYAIR JAWA TIMUR’’.

Beberapa pekan lagi, 12 Oktober 2010 adalah tanggal yang telah ditetapkan sebagai hari jadi Provinsi Jawa Timur, yang beberapa tahun belakangan biasa selalu diperingati/dimeriahkan dengan berbagai macam kegiatan, termasuk pertunjukan kesenian: wayangan, pentas musik, dan lain-lainnya. Jika Anda setuju, inilah saatnya Puisi ikut ambil bagian dalam kesempatan yang baik itu.

Ketika berpidato di dalam acara Tadarus Puisi di Bulan Suci tadi malam (27 Agustus 2010) di Eks Taman Budaya Jawa Timur, Kepala UPT Pendidikan dan Pengembangan Kesenian Provinsi Jawa Timur Drs. Karsono, M.Pd, melontarkan keinginannya agar kegiatan baca puisi yang melibatkan para penyair dan siswa dari tingkat TK hingga perguruan tinggi bisa diagendakan pula pada momentum lainnya seperti: Hari Pahlawan, Hari Pendidikan Nasional, Hari Sumpah Pemuda, maupun Hari Jadi Provinsi Jawa Timur. Nah, pintu sudah dibuka. Kita mau memasukinya atau tidak?

Maka, marilah kita bayangkan, ada satu malam yang kita semarakkan dengan lantunan puisi, untuk ikut serta memeringati HARI JADI JAWA TIMUR, melibatkan:
[1] Penyair/Seniman
[2] Pejabat
[3] Pengusaha
[4] Wartawan
[5] Siswa/Mahasiswa
[6] Guru/Dosen
[7] dll, Masyarakat Umum yang bersedia melibatkan diri
dan
[8] Secara khusus kita bisa mengundang kawan-kawan BURUH MIGRAN ASAL Jawa Timur untuk, setidak-tidaknya menyertakan puisi-puisi mereka dalam ANTOLOGI yang seharusnya dicetak untuk menandai PARTISIPASI PUISI dalam Peringatan Hari Jadi jawa Timur.

Khususon buat adik-adik pelajar yang masih bingung mau nulis puisi macam mana buat acara ini nanti, ayo kita buat puisi yang njawartimuri:

[a] Tentang lokasi/tempat, misal: Pantai Lombeng, atau tentang Kabupaten/Kota, kecamatan, Desa, Jalan, dan sebagainya
[b] Tentang ikon Jawa Timur misal: Tugu Pahlawan, Suramadu, dan lain-lainnya
[c] Tentang harapan-harapan yang seharusnya diupayakan pencapaiannya oleh Jawa Timur dengan segenap potensinya
[d] dan lain-lain.

Catatan:
[1] Untuk mengindari tudingan mencari untung pribadi/kelompok secara material/nonmaterial, sebaiknya kita siapkan puisinya, dan kemudian mendorong agar gagasan ini bisa dilakukan oleh: Pemprov Jatim, dan/atau Dinas Pendidikan Jatim, dan/atau Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jatim, dan atau Dewan Kesenian Jatim, dan atau UPT Pendidikan dan Kesenian Jatim, dan/atau … siapa lagi ya?

[2] atau, siapa pun yang bersedia mengelola dan memproses lebih lanjut gagasan ini dalam tempo yang tidak terlalu alon-alon.

[3] Puisi ditulis dalam bahasa Indonesia, atau bahasa daerah: Madura, Jawa, Osing

[4] Kirimkan puisi Anda ke alamat: puisi_jatim@yahoo.co.id

--jangan lupa sertakan biodata singkat pengirim puisi

[5] Jika tidak ada aral, ACARA PEMBACAAN PUISI JAWA TIMUR
digelar di …. Pada 16 Oktober 2010


Bagaimana pendapat Anda?



’’PANITIA PUISI JATIM’’

---Anda bisa mengawali dukungan dengan mengopipaste dan men-STATUS-kan (di dinding Facebook) berikut ini:

MENGUNDANG:
Segenap warga Jawa Timur di mana pun berada, untuk ikut memeringati Hari Jadi Jawa Timur dengan mengirimkan sebanyak-banyaknya 5 judul PUISI dalam bahasa Indonesia, atau bahasa daerah: Madura, Jawa, Osing. Krimkan puisi Anda ke alamat: puisi_jatim@yahoo.co.id --selambatnya kami tunggu hingga 20 September 2010.

Memimpikan 5.000 Buku BMI-HK Ludes dalam Sebulan

Melalui catatan di facebook-nya, Mega Vristian kembali mengabarkan bahwa sekian banyak buku telah lahir dari para pekerja rumah tangga asal Indonesia di HK. Itu menunjukkan bahwa dunia penulisan di kalangan BMI-HK makin semarak. Itu adalah kabar yang luar biasa baiknya.

Sayangnya, di sekitar kabar baik itu ada beberapa kabar yang kurang baik. Pertama, keasyikan menulis catatan harian, sebagai bagian dari mengasah ketrampilan menulis sambil mendokumentasikan pikiran/perasaan, tampaknya tergerus oleh keasyikan ber-facebook-ria. Ini memang baru dugaan. Tetapi, adalah fakta bahwa beberapa situs pribadi BMI-HK tidak lagi sering di-update, bahkan ada pula yag sudah mangkrak total.

Kabar kurang baik lainnya adalah, semangat menulis yang selalu makantar-kantar ketika berada di HK, ketika saban Minggu bisa bertemu dengan teman-teman seminat-seperhatian, bagaikan mendadak surut dan terkesan mandheg jegreg ketika pulang ke tanah air. Mereka yang ’berkibar’ ketika masih di HK tiba-tiba terlipat (baca: mandeg) ketika sudah berada di kampung halaman. Jika di sini disebut dua nama saja: Eni Kusuma dan Maria Bo Niok, tampaknya mereka memang berbeda dengan BMI penulis lainnya: mereka justru mulai berkibar begitu tiba di tanahair. Lalu ke manakah kibarnya Etik Juwita, Wina Karnie, Mei Suwartini, dan lain-lainnya yang pernah meratui dunia penulisan di kalangan BMI-HK?

Kabar kurang baik lainnya lagi adalah sambutan komunitas BMI sendiri terhadap karya tulisan/buku teman BMI lain juga kurang signifikan. Kalaulah ada sambutan hangat, pertama-tama adalah dari sesama penulis atau sesama BMI yang aktif di komunitas-komunitas literer. Lihatlah contoh soal berikut ini. Buku kumpulan cerpen Mutiara untuk Ayah karya Niswana Ilma Agustin bersama Nadia Cahyani yang dicetak 2.000 eksemplar sekitar 8 bulan lalu, hingga saat ini baru terjual separohnya (sekitar 1.000 eksemplar). Padahal, harga buku itu tidak tergolong mahal, hanya HKD 35/buku. Padahal, jumlah BMI di seantero HK saat ini sudah hampir mendekati angka 150.000 orang (?). Apakah gerangan sebabnya 2.000 buku itu tidak habis terjual pada bulan pertama? Bukankah seratus ribu lebih BMI-HK itu semua bisa membaca, dan pasti tidak berat (walau fakta banyak yang keberatan) untuk membelanjakan HKD 35 –itu tak sampai seharga sebungkus nasi yang beredar di Victoria Park, bukan?

Sekali lagi, ini bukan semata-mata persoalan kita penggila sastra/tulisan atau bukan, kawan! Ini lebih ke persoalan solidaritas. Dengan membeli buku karya sesama BMI, apakah Anda baca dengan sukacita atau Anda simpan saja, atau Anda hibahkan ke siapa, sesungguhnya Anda telah ikut menggalang kekuatan BMI itu sendiri. Meludeskan 5.000 buku terbitan/karya sesama BMI dalam bulan pertama setelah dicetak seharusnya bukanlah perkara susah di Negeri Beton ini. Dan jika itu terjadi, bergetarlah dunia Sastra Indonesia. Percayalah. Bukankah HK itu tak seberapa luasnya? Bukankah banyak komunitas/organisasi bisa menjadi agen distribusinya? Bukankah jejaring komunikasi real maupun virtual sangat potensial untuk dimanfaatkan bagi promosi, sosialisasi, dan transaksi?

Ini memang masih serba asumsi. Dan kalau kita boleh berasumsi mengenai faktor kendala, selain faktor peluang tadi, maka adalah kemauan dan kesadaran kita itu yang masih perlu dipupuk terus. Betul?

Kita sering mengeluh, pihak lain kurang perhatian terhadap BMI/mantan BMI. Perhatian dalam hal apa? Ya dalam semua hal. Nah, untuk ’’melawan’’ sikap seperti itu, sesungguhnya ada yang bisa dilakukan kawan-kawan, komunitas/organisasi BMI-HK, misalnya membuat acara dengan mendatangkan mantan BMI-HK untuk berbagi pengalaman, menjadi narasumber dalam workshop penulisan, atau membacakan karyanya, misalnya.

Bagaimana kalau nyaris tidak ada yang tertarik untuk menghadiri/menjadi peserta acara tersebut? Begitulah yang namanya perjuangan. Kalau ada kemauan, seharusnya ada jalan. Sekali dicoba, gagal, dicoba lagi. Selama kawan-kawan masih terlalu silau dengan nama-nama besar yang kemedol, selama itu pula pihak lain akan meremehkan. Saya sering mendengar kawan-kawan BMI berseru, ’’Siapa mau peduli nasib kita, jika bukan kita sendiri?’’ Nah, siapa yang mau nanggap mantan BMI baca puisi di Negeri Beton ini, jika kita hanya mau takjub kepada wajah cantik dan wajah ganteng yang sering nongol di televisi?*

BONARI NABONENAR

Potret Susi

Cerpen: Ratna Khaerudina

Pulang liburan wajah Susi berubah mendung tak seperti waktu berangkat libur pagi tadi. Kakinya seperti enggan untuk melangkah pulang ke rumah si bos. Terbayang setumpuk pekerjaan yang sudah melambai-lambai menantinya. Mencuci piring, membersihkan dapur yang berantakan, kotor dan berminyak. Belum lagi harus memandikan dua anaksi bos yang super duper nakal. Mandi saja mesti bawa mainan yang aneh-aneh. Ujung-ujungnya Susi juga nanti yang ngebeersihin lagi mainan-mainan itu. Itu masih diiringi irama lagu wajib ciptaan nyonya yang khas; khas pedasnya dan bikin kuping memerah.


Fiuhh!! Membayangkan itu semua, Susi jadi semakin malas pulang. Dia duduk dengan menopang dagu di sudut taman bawah rumah bosnya. Nelangsa.

Ting tong...ting tong...

Susi memencet bel rumah si bos. Tak dikasih kunci jadi ya harus pencet bel, kalau tidak memangnya mau berdiri semalaman di luar. Susi berdebar-debar menanti si bos membukakan pintu untuknya. Selalu rasa cemas itu menggempakan hati Susi setiap pulang liburan. Meskipun sudah berjalan hampir setahun lebih, tapi rasa resah tak jelas itu masih betah berkawan dengan hatinya.
Sepuluh menit menunggu di luar tak ada tanda-tanda si bos membukakan pintu untuknya. Susi mencoba memencet bel sekali lagi, tapi si bos tak kunjung membuka pintu, Susi cemas, namun Susi takut untuk menelpon ke rumah.

"Ah, mungkin sedang pada makan di restoran." Susi membatin, seperti sudah hafal tabiat bosnya. Susi pasrah menunggu di luar, memberikan tubuhnya jadi santapan musim dingin.

"Susiii....Bangun!! Dasar pemalas! Sudah gila ya? Masa tidur di depan pintu?"
Susi gelagapan mendengar suara menyerupai petir yang sudah lekat diotaknya. Di depannya, nyonya dan antek-anteknya sudah berdiri pongah. Tuan cuma cengar-cengir kelihatan sekali kalau dia seorang ISTI ( Ikatan Suami Takut Istri). Bos-bos kecil tak kalah dengan induknya, datang-datang malah langsung menyiram susi dengan sisa soya milk. Sengaja banget. Nakal. Tak beradat. Beraninya saja sama pembantu. Memang yang gila juga siapa? Mereka sendiri tidak kasih kunci, bagaimana mau masuk ke dalam rumah? Susi menggeremeng dalam hati. ***

Semua sudah beres, sudah dijalaninya sesuai prosedur, tinggal kasih susu buat anak-anak, lalu tidur. Susi sudah siap-siap hendak menggapai selimut ketika tiba-tiba nyonya memanggilnya keras sekali. Tergopoh-gopoh susi datang dengan membungkuk-bungkuk hormat macam kawulo alit yang mau menghadap sang raja.

"Nyonya, ada apa panggil saya?" Tanya Susi dengan menahan gondok,karena jam istirahatnya terganggu. "Libur ndak libur kok sama saja kerja, Duh Gusti semoga diberi kesabaran," dumel Susi dalam hati.

"Stim dulu botol susu itu baru tidur. Pemalas sekali sih kamu, gak ada inisiatif sama sekali." kata nyonya antagonis.
"Masa hari libur masih kerja juga, Nya?" Jawab Susi takut-takut menyuarakan isi hati.
"Heh, Sejak kapan kamu berani melawan perintahku? Lekas laksanakan tak usah banyak oceh! Kamu mau diterminit?"
Huh...! Demi mendengar kalimat sakti "terminit" (PHK), Susi langsung ngeloyor pergi menyetim botol, meskipun dengan setengah hati. Susi tidak mau diterminit. Betapa susahnya nanti kalau sampai diterminit. Siapa yang akan ngasih uang bapak-ibunya di kampung. Siapa akan membiayai sekolah buat adik-adik dan seabrek kebutuhan yang belum tercukupi. Ya! Bersabar saja demi semua itu. Oh uang betapa kau membuat semua orang jadi kliyengan.***

Musim dingin membuat sekujur tubuh jadi semakin ngilu. Kadang suhu drop hingga minus. Bibir pecah berdarah-darah, begitu pula tangan dan kaki yang juga kering bagaikan musim kemarau.
Namun begitu, cuaca kadang tidak bisa diramalkan. Seperti juga nasib Susi, tak ada badai tak ada hujan tiba-tiba Nyonya men-terminit-nya. Susi megap-megap menahan sedih dan kecewa. Hari itu juga Susi diantar Nyonya kembali keagent.

"Apa salah saya, Bu? Kok saya di-terminit?" tanya Susi pada salah satu staff agent yang kelihatan judes.
"Majikan bilang kamu tuh pemalas, gak ada inisiatif, you know?" jawab siagent penuh arogansi.
"Malas bagaimana, Bu? Saya sudah bekerja sesuai dengan yang mereka inginkan kok." Susi membela diri berharap si agen berbaik hati untuk membantunya agar dirinya tidak di-terminit.
Bagaimanalah nanti nasib keluarganya padahal semua beban tertanggung dipundaknya. Susi memohon pada agen agar membujuk majikannya untuk membatalkan itu semua. Bukan tanpa sebab Susi memohon begitu rupa, dia tak ingin potongan gaji lagi jika nanti dapat majikan baru. Agen selalu saja semaunya sendiri mengatur-atur nasib orang, semua nasib BMI ( Buruh Migran Indonesia) seperti tergantung di tangan agen. Menggemaskan.

"Pokoknya, majikan kamu bilang kamu itu malas. Sekarang majikan tak mau kamu lagi. Sebaiknya kamu cari majikan baru saja. Kami akan bantu kok, ya?" bujuk agen pada Susi.
Dia tahu sekali apa yang ada diotak si agen. Nasibnya kini di agen harus mencari majikan baru, lantas memberi uang lagi pada si agen sebagai kompensasi mencari majikan baru untuknya.
Susi sekarang hanya pasrah. Ditatapnya sekeliling ruangan agen. Ada enam BMI sepertinya di situ. Didekatinya mereka dan ditanyai satu persatu, ternyata semua juga di-terminit majikan. Ada yang baru 3 bulan, ada yang baru habis potongan, bahkan ada yang tinggal 2 bulan lagi habis kontrak malah di-terminit.
Susi jadi merasa tak sendiri namun otaknya berputar-putar. Hatinya enggan menerima nasib itu. Nasib bisa berubah selama mau untuk mengubahnya. Susi mondar-mandir di depan ke-enam BMI ynag di-terminit tersebut.
Di sebuah taman yang agak lengang, Susi mengumpulkan mereka, mencoba mengajak mereka untuk mau merubah nasib mereka sendiri. Mencoba mengadu pada labour (Departemen Tenaga Kerja) atau setidaknya KJRI agar mau menginvestigasi agen yang sewenang-wenang men-terminit para BMI dengan alasan tak jelas.

"Kita ini sudah kaya dagangan saja, teman-teman. Coba bayangkan, massa kita harus potongan lagi paling tidak 5 bulan. Kalau begini caranya, habislah masa tua kita di sini tanpa menghasilkan apa-apa, ayolah kita cari dukungan dari BMI-BMI lain yang bernasib sama dengan kita dan kita juga bisa minta bantuan pada pihak KJRI." Susi mencoba membuka pembicaraan.
"Aku tidak mau ikutlah, Sus. Aku takut sama agen kita yang galak itu. Biarlah aku nyari majikan lagi, potongan lagi juga ndak apa-apa . Wong niatnya kesini memang mau kerja kok. Aku ndak mau ikut aneh-aneh gitu." Salah satu dari mereka mengeluarkan pendapatnya.
"Aku juga ndak ikutanlah, Sus." susul yang lain.
Semua menyatakan tidak akan ikut dengan rencana Susi untuk merubah nasib. Mutlak. Susi kini sendiri ditinggalkan oleh mereka. Hatinya semakin sembab melihat kenyataan itu.
Susi membawa tubuhnya kembali ke agen. Hatinya belum menyerah. AApapun itu, Susi ingin ada perubahan atas nasibnya saat ini. Kalau bisa, juga nasib teman-teman lain yang diperlakukan seperti barang dagangan. Celakanya, mereka sama sekali tidak menyadari hal itu.
Setibanya di agen, Susi mendapati semua mata mengawasinya, apalagi orang-orang agen, tatapannya penuh selidik ke arahnya. Sepertinya, dia seorang maling ayam yang pantas untuk digebugi orang sekampung. Susi agak jerih juga, namun dirinya terus melangkah karena tak merasa berbuat kesalahan apa-apa.

"Sus, kamu mau coba-coba melawan ya? Mau sok jadi pahlawan ya?" tanya salah seorang staff agen dengan sadis. Tangannya menuding-nuding kepala Susi.
Dia, langsung faham, pengkhianatan telah terjadi dan itu dilakukan oleh teman senasibnya juga. Susi makin sesak jiwanya, namun ia tak menyalahkan keadaan, apalagi menyalahkan mereka.
"Pantas saja majikanmu men-terminit kamu. Sebagai hukuman nanti kamu ikut Bu Linda, kerja di sana sampai ada majikan yang mau sama kamu. Jangan harap ada gaji atau libur. Mengerti!! kata Si Agen.
"Saya akan bekerja di rumah Bu Linda kalau saya digaji. Kalau tidak saya tidak akan pergi," jawab Susi tegas.
"Kamu dibilangin kok ngeyel, kamu mau ditangkap polisi, huh?" Si agen coba-coba menakuti Susi. Rupanya mereka telah salah duga. Susi bukanlah pembantu kebanyakan yang menerima dengan tunduk segala perintah si agen.
"Kebetulan sekali kalau mau panggil polisi.Saya tidak usah capek-capek mendatangkan polisi kemari untuk mengambil dokumen saya yang telah kalian tahan," jawab Susi tak kalah galak.
Harga dirinya sudah merasa terluka sekali. Beban yang menghimpit membuatnya harus berani berpijak dengan kuat pada kakinya sendiri.
Si agen ingin muntab tapi sepertinya akan percuma saja, bahkan mungkin malah bisa terjadi hal-hal yang tidak dimauinya. Yang kini dihadapinya bukanlah pembantu atau buruh biasa. Jelas sekali si agen telah kalah karena tiba-tiba saja Si Agen mengambil semua dokumen Susi lantas menyerahkannya meski disertai teriakan yang sangat tak beradab.

"Pergi dari agen sini! Pergiiii!" teriak Si agen.

Susi mengambil tasnya. Dengan gontai melangkah keluar dari agen. Pikirannya masih kalut karena di-terminit dan belum juga menemukan majikan baru.
Di sebuah taman Susi berhenti dan mencari tempat duduk. Dicarinya nomor yang sangat penting baginya. Nomor yang menurutnya hanya itu yang bisa menjadi dewa penolong dan mengerti segala isi hatinya. Nomor keberuntungan yang selalu membuatnya merasa tenang karena sebentar lagi pasti segala urusan akan segera bisa teratasi.
Penuh perasaan Susi memencet nomor sakti tersebut. Hrapannya kian menggunung ketika di seberang terdengar suara menyahut.

"Hallo Pak, ini KJRI kan?" tanya Susi dengan suara membuncah.

"Iya benar, katakan ada keperluan apa?" saut suara diseberang sana.
"Begini Pak, saya di-terminit dan saya butuh perlindungan dari Bapak, karena saya diperlakukan sewenang-wenang oleh agen, Pak." Susi memuntahkan seluruh unek-uneknya dalam hati.
"Si Agen itu, Pak. Masa semua BMI di sini seperti dibuat mainan. Sesuka-sukanya mereka main terminit dan setelah itu disuruh bekerja tanpa diupah. Pokoknya hak-hak kita tidak dipenuhi, Pak." lanjut Susi pula dengan antusias.
"Kita mau, Bapak bertindak untuk kami para pekerja yang ada di HongKong agar kami tidak diperlakukan semena-mena," pungkasnya.

"Mbak, sebaiknya mbak cari agen lagi dan cari majikan baru. Sudah untung mbak bisa bekerja di HongKong daripada di Indonesia, paling-paling mbak juga jadi pembantu dan itu gajinya sedikit sekali. Kok masih mau protes segala. Gitu aja kok repot. Sudah maaf mbak, ini kantor mau tutup."

Krekk!! Suara telpon terputus. Susi terbengong-bengong, harapanya langsung melumer lagi seperti agar-agar. Oh, ya nasib. (End)


Juara 1 Lomba Cerpen FLPHK & KJRI-HK (Mei 2010)

Sedih dan Gembira


April adalah bulan yang selalu saja mengingatkan kita kepada perempuan hebat bernama Kartini. Ia adalah lambang perlawanan terhadap ketertinggalan dan penindasan atas perempuan. Karena itulah ia dijuluki pahlawan emansipasi perempuan.

Kini kita membayangkan, andai saja Ibu Kartini masih berada di tengah-tengah kita, ia akan menangis sejadi-jadinya melihat kaumnya masih saja dipinggirkan, masih saja harus terpelanting dari negri yang dicintainya, untuk menegakkan kehidupannya. Sudah begitu, masih dapat perlakuan kurang baik pula. Masih dicitrakan sebagai warga negara kelas sekian pula. Padahal, sekian banyak warga lain ikut (lebih) menikmati cucuran keringat, airmata, dan bahkan darah mereka!

Apalagi jika sampai dengar kabar mengenai bergelimpangannya BMI korban penipuan orang-orang jahat. Dan notabene, pelaku kejahatan itu sebagian besar adalah: laki-laki. Kaum perempuan adalah kaum ibu. Dari merekalah generasi penerus bangsa dilahirkan. Kalau ada pepatah mengatakan ibu adalah bumi, dan laki-laki adalah langit, seharusnyalah tidak dimaknai bahwa langit lebih tinggi daripada bumi dan karenanya lebih mulia. Langit dan bumi adalah pasangan, yang satunya tidaklah lebih tinggi dan lebih mulia daripada lainnya. Bumi menumbuhkan segala macam flora, hal yang tak bisa dilakukan oleh langit. Dan langit menurunkan hujan, hal yang tidak dilakukan oleh bumi. Karena itulah, pertentangan mana lebih mulia: laki-laki atau perempuan, hanyalah urusan orang-orang cupet nalar (pikiran sempit). Yang pasti, kalau ada kaum atau bangsa yang menistakan perempuannya, niscaya bangsa itu sedang berada di bibir jurang kehancurannya sendiri. Dan tangis Ibu Kartini akan semakin menjadi-jadi.

Tetapi, ada kabar lain yang bisa membuat Ibu Kartini trersenyum bangga. Banyak BMI-HK yang gigih menuntut ilmu sambil banting-tulang mengais rezeki di Negeri Beton ini. Ada yang ambil kursus, ada yang ambil diploma, ada pula yang rajin ke perpustakaan, dan kemudian menuliskan buah pikirannya. Ibu Kartini pasti tersenyum bangga. Dan akan mengelus dengan penuh kasih setiap kaumnya yang tak kenal putus asa memerjuangkan hak-haknya sebagai manusia, melawan siapa pun yang merendahkan atau bahkan menistakan perempuan.

Apalagi bila dengar rencana kawan-kawan akan menyelenggarakan Festival Sastra Buruh Migran. Ibu Kartini pasti bertambah bangga lagi. Bukan hanya di dalam perasaan, tetapi pastilah disertai tindakan. Beliau akan segera menghubungi Ketua Panitianya, dan meminta agar beliau diberi kesempatan untuk membuka acara yang sangat bergengsi itu. Beliau putri seorang bupati, pasti tidak akan terlalu susah untuk mendapatkan tiket pesawat kelas eksekutif sekalipun.

Maka, jika kelak Festival Sastra Buruh Migran jadi digelar di HK, kalau tidak dibuka Presiden atau Menakertrans, atau Menteri Pemberdayaan Perempuan, biarlah dibuka Ibu Kita Kartini!*

Penghargaan Prestasi dan Dedikasi bidang Sastra/Penulisan bagi BMI/Mantan BMI Hong Kong

Selain sumbangan berupa devisa, Buruh Migran Indonesia (BMI) juga memiliki andil besar dalam bidang Budaya, termasuk Pariwisata. Selama ini kita kenal adanya buruh yang juga bekarya sebagai seniman, termasuk di antaranya sebagai penulis/sastrawan.

Di dalam bidang penulisan, ada BMI-HK yang kemudian kembali ke tanah air dan hidup sebagai penulis/motivator (Eni Kusuma, Banyuwangi). Eni dipandang sebagai sosok yang mampu menginspirasi, terlebih bagi sesama BMI/mantan BMI. Etik Juwita, mulai jadi cerpenis ketika masih bekerja di Hong Kong, salah satu cerpennya yang pernah dimuat Jawa Pos berjudul Bukan Yem terpilih dan masuk 20 Cerpen Terbaik Indonesia 2008 versi Pena Kencana.

Karena ketrampilannya menulis, Tania Rosandini (Malang), bahkan kemudian alih pekerjaan dari pekerja rumah tangga (di Hong Kong) menjadi jurnalis Radar Taiwan (di Taiwan). Ada beberapa BMI-HK yang juga bekerja sebagai koresponden tetap dan penulis lepas untuk media cetak yang terbit di Indonesia.

Terbentuknya komunitas/organisasi seni di kalangan buruh migran asal Indonesia di Hong Kong seperti: Forum Lingkar Pena, Sanggar Budaya, Sekar Bumi, dan lain-lain yang tidak hanya terlibat dalam acara-acara di kalangan BMI, melainkan juga berpartisipasi dalam acara-acara kesenian antarbangsa menunjukkan bahwa mereka layak disebut juga sebagai Duta Bangsa di bidang Budaya/Pariwisata.

Para BMI/Mantan BMI-HK juga telah menunjukkan sumbangan yang nyata terhadap pemberdayaan bangsanya melalui penguatan/peningkatan program memasyarakatkan tradisi baca/tulis di kampung halaman mereka, seperti yang dibangun oleh Maria Bo Niok (Wonosobo, Jawa Tengah) dengan rumah baca Istana Rumbia-nya. Di Jawa Timur ada juga kelompok belajar seperti yang dibangun oleh Nadia Cahyani (Magetan) dkk.

Mereka, para BMI/Mantan BMI-HK berprestasi/berdedikasi itu telah menunjukkan bahwa kepergian mereka bukan hanya untuk mengentaskan diri dan keluarga mereka dari berbagai persoalan. Mereka ternyata telah menunjukkan kepedulian yang luar biasa terhadap masyarakat di sekitarnya.

Oleh karena itulah, memberikan dukungan kepada mereka dalam bentuk penghormatan/penghargaan –betapa pun kecil nilai nominalnya—sebagai bentuk dukungan terhadap prestasi, dedikasi, konsistensi mereka adalah penting. Penting untuk lebih menginspirasi seluruh anak negri ini, bukan hanya sesama BMI/Mantan BMI.

Forum Budaya Buruh Migran Indonesia (FBBMI) menggagas pemberian penghargaan bagi BMI/Mantan BMI-HK yang berprestasi, berdedikasi, dan konsisten terkait bidang penulisan/sastra dalam rangka ikut memeringati Hari Buruh Sedunia (1 Mei) 2010.

Penghargaan direncanakan diberikan dalam bentuk piagam, piala, dan sejumlah uang.

Penghargaan diberikan untuk:

[1] Organisasi
Penghargaan Prestasi dan Dedikasi bidang Sastra/Penulisan Bagi BMI/Mantan BMI Hong Kong 2010 diberikan kepada sebanyak-banyaknya 3 organisasi yang:
[a] Berkedudukan di HK baik resmi (memiliki legalitas formal) maupun tidak resmi (informal)
[b] Menunjukkan aktivitas yang secara langsung maupun tidak langsung merupakan bagian dari upaya pemberdayaan diri/lingkungan melalui kegiatan membaca dan/atau menulis
[c] lolos seleksi

[2] Perorangan
Penghargaan Prestasi dan Dedikasi bidang Sastra/Penulisan Bagi BMI/Mantan BMI Hong Kong diberikan kepada sebanyak-banyaknya 5 orang yang:
[a] berstatus sebagai BMI-HK/Mantan BMI-HK
[b] menunjukkan prestasi/dedikasi/konsistensi dalam bidang penulisan fiksi/nonfiksi.
[c] lolos seleksi

[3] Buku
Penghargaan Prestasi dan Dedikasi bidang Sastra/Penulisan Bagi BMI/Mantan BMI Hong Kong diberikan untuk sebanyak-banyaknya 10 buah buku yang:
[a] merupakan hasil karya BMI-HK/Mantan BMI-HK
[b] dapat berupa buku fiksi/nonfiksi
[c] lolos seleksi


Catatan:
[1] Ini masih berupa keinginan
[2] Tim Sleksi akan dibentuk kemudian
[3] Mohon dikoreksi, dan jika ada yang perlu ditambah/dikurangi

[4] Kontak:
forumburuhmigran@gmail.com
bonarine@gmail.com

fcebook

Mantan TKI Jadi Wakil Bupati