Sby: Buruh dan Pengusaha Kompak Dulu

JAKARTA - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengimbau para pengusaha untuk menjaga hubungan baik dengan buruh. Sebab, kekompakan antara pengusaha dan buruh menjadi kunci keberhasilan untuk memajukan dunia usaha.


Di depan para pengusaha yang mengikuti pembukaan Munas Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) di Istana Negara, SBY menegaskan, sebelum memantapkan hubungan tripartit (pemerintah, buruh, pengusaha), hubungan bipartit, yakni pengusaha dan buruh, harus dibangun terlebih dahulu.

"Pekerja tidak ingin PHK, pengusaha tidak ingin usahanya ambruk. Kalau diperlukan kehadiran pemerintah, kita akan hadir. Tapi, (sebaiknya) saya mencegah agar tidak terlalu mengintervensi," kata SBY saat pembukaan Munas VIII Apindo di Istana Negara kemarin (26/3).

Pengusaha dan buruh diberi kesempatan seluas-luasnya untuk duduk bersama menyatukan komitmen. Pemerintah akan bergabung menjadi tripartit apabila harus mengembangkan undang-undang, peraturan pemerintah, dan kebijakan yang tepat.

Kalau sebelumnya pemerintah menerapkan triple track strategy, yakni pro-growth, pro-poor, dan pro-job, menurut SBY, akan ditambah satu lagi, yakni pro-business. Dalam hal ini pemerintah akan mengajak semua pihak memberikan peran, ruang, dan memfasilitasi dunia usaha.

Menurut SBY, pertumbuhan usaha bisa meningkatkan lapangan pekerjaan. Kemampuan pemerintah menciptakan lepangan pekerjaan sangat terbatas. Yakni, hanya mampu mengangkat PNS dan anggota TNI-Polri. Jumlahnya maksimal 1,5 juta orang per tahun.

Ketua Umum Apindo Sofyan Wanandi dalam sambutannya mengatakan, Apindo berusaha menciptakan hubungan pengusaha dan buruh menjadi hubungan yang saling membutuhkan.

"Tanpa pengusaha, buruh tidak ada. Sebaliknya, tanpa buruh, pengusaha juga tidak ada. Karena itu, pengusaha dan buruh bisa bekerja sama untuk membantu kemajuan bangsa yang kita cintai," kata Sofjan.

Munas Apindo kali ini mengusung tema Memecahkan Pengangguran, Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi, dan Investasi di Indonesia. Peserta Munas sekitar 400 pengusaha dari berbagai daerah di Indonesia.

Acara pembukaan Munas itu dihadiri Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Erman Suparno, Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu, Menteri Sekretaris Negara Hatta Radjasa, Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi, dan Ketua Kadin M. S. Hidayat.

Menanggapi keputusan Mahkamah Konstitusi menganulir pasal sistem sewa tanah dalam UU Penanaman Modal, Apindo mengatakan telah menerima keluhan dari sejumlah investor yang mengaku terpukul. Putusan tersebut menyebabkan pengusaha melakukan kalkulasi ulang.

"Itu menimbulkan ketidakpastian hukum. Kalkulasi bisnis yang dilakukan investor menjadi amburadul," ujar Sekjen Asosiasi Pengusaha Indonesia Djimanto kepada Jawa Pos kemarin.

Menurut dia, banyak pengusaha yang telah mengadu ke Apindo terkait dibatalkannya sistem perpanjangan HGT dan HGB yang bisa dilakukan dengan uang muka di depan itu. "Sudah banyak keresahan di kalangan pengusaha. Bahkan, keresahan pengusaha muncul sejak rencana judicial review tersebut digulirkan," ujarnya.

Menurut Djimanto, para pengusaha menilai, tidak ada kepastian hukum dalam berbisnis di Indonesia. Hal itu yang sebenarnya selalu ditakuti investor yang ingin menanamkan modal ke Indonesia.

Sebuah produk hukum bisa saja berubah setiap saat tanpa memperhitungkan kerugian yang ditimbulkan. "Katanya mau mengundang investor, tapi kalau peraturannya selalu kacau balau seperti ini, siapa yang nggak deg-degan," ujarnya.

Akibat pembatalan perpanjangan HGT dan HGB itu, beberapa investor sekarang berhenti mengalkulasi bisnisnya. Dia mencontohkan, untuk memulai sebuah proyek di daerah atau pedalaman negeri ini, investor harus juga membangun infrastruktur yang lain. Misalnya, pelabuhan, pembangkit listrik, perumahan karyawan, sarana sanitasi, dan pengolah limbah. "Investor sudah ngalahi bangun infrastruktur untuk membangun kawasan pedalaman, tapi kok nggak diperhatiin," ungkap Djimanto.

Pembangun infrasturktur yang mesti dibangun investor itu merupakan suatu paket yang memerlukan kalkulasi bisnis luar biasa. Jika investor sudah menghitung semacam itu, setidaknya mereka juga menghitung pengembalian investasinya. Tetapi akibat pembatalan perpanjangan itu, kalkulasi perhitungan beberapa bisnis menjadi terganggu. "Sektor perkebunan dan pertambangan termasuk yang memerlukan pengembalian investasi jangka panjang," lanjutnya.

Dalam sektor tersebut, lanjut Djimanto, tidak mungkin mengembalikan investasi (return of investment -ROI) dalam jangka waktu 20 tahun. Setidaknya, menurut dia, dibutuhkan waktu 50 tahun untuk balik modal. Akibat pembatalan itu, penghitungan ROI tidak bisa lagi dilakukan dalam jangka panjang. Padahal, pasar belum tentu mendukung pengembalian modal secara cepat. "Kami sedang bingung," ujarnya.[tom/wir/iw/el]

Jawa Pos, Kamis, 27 Mar 2008

0 tanggapan: