Empat Organisasi PJTKI Laporkan Praktik Pungutan TKI ke KPK

Jakarta-RoL-- Empat organisasi perusahaan jasa tenaga kerja Indonesia (PJTKI) mendesak Kepala Badan Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) Moh. Jumhur Hidayat mundur dari jabatannya karena dinilai gagal melaksanakan program penempatan dan perlindungan TKI.


Keempat organisasi itu juga melaporkan tindak pungutan itu ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Agung dan Polda Metro Jata, atas dugaan terjadinya praktik korupsi miliar rupiah dalam proses penempatan TKI ke luar negeri.

"Dugaan korupsi itu telah dilaporkan ke KPK Kamis (14/2)," kata Sangap Sidaurup kuasa hukum keempat organisasi itu kepada wartawan di Jakarta, Sabtu.

Keempat organisasi itu adalah Himpunan Pengusaha Jasa Penempatan TKI (Himsataki), Asosiasi Perusahaan Jasa TKI (Apjati), Asosiasi Jasa Penempatan TKI Asia Pasifik (Ajaspac) dan Indonesia Development Employe Association (Idea).

Ketua Umum Himsataki Yunus Moh. Yamani dan Wakil Sekjen Apjati Mustofa Najib mengatakan, kasus korupsi itu karena mengaitkan pelayanan pemeriksaan kesehatan calon TKI dengan Sistem Komputerisasi Terpadu Pelayanan Penempatan TKI ke Luar Negeri (Sisko TKLN) milik pemerintah.

Organisasi itu adalah HIPTEK (Himpunan Pemeriksaan Kesehatan TKI) yang bekerja sama dengan GAMCA (Gulf Country Committee Approved Medical Centre Association) dengan memanfaatkan Sisko TKLN milik BNP2TKI yang dikelola PT Anugerah Karya Utama Persada (AKUP).

Dikatakan, proses penempatan TKI melalui Sisko TKLN yang semula dikelola Depnakertrans bekerjasama dengan PT AKUP sejak Oktober 2003 tanpa memungut biaya karena ditanggung APBN.

Namun kenyataannya terjadi pungutan biaya melalui medical, BLK, PAP (Pembekalan Akhir Pemberangkatan), LUK (Lembaga Uji Kompetensi) dan asuransi total sekitar Rp1,2 miliar per bulan. "Ini sudah berlangsung selama empat tahun," kata Mustofa. Rinciannya, sebulan sekitar 40.000 TKI diberangkatkan dengan biaya Rp30.000 per orang.

Sejak 4 Februari 2008, berdasarkan surat edaran HIPTEK dan GAMCA, pelaksanaan Sisko TKLN dikaitkan dengan pemeriksaan kesehatan (medical) dengan biaya Rp300.000 per TKI. Surat kesehatan ini sebagai syarat untuk mendapatkan rekomendasi paspor yang dikeluarkan Badan Pelaksana Penempatan Perlindungan TKI.

Menurut Mustofa, tanpa membayar Rp300.000, PPTKIS (Pelaksana Penempatan TKI Swasta) tidak dapat mengakses TKI yang akan dikirim melalui Sisko TKLN yang kini dikendalikan BNP2TKI. Artinya, untuk bisa mengakses Sisko TKLN, PPTKIS harus membayar Rp300.000 per-TKI.

Rusdi Basalamah dari Apjati menambahkan, pungutan itu sebulan bisa mencapai Rp12 miliar (40.000 TKI kali Rp300.000). Tapi dari biaya itu (Rp300.000) yang diberikan ke klinik pemeriksaan kesehatan hanya Rp125.000.

"Jadi yang Rp175.000 lagi ke mana larinya?," kata Rusdi. Sisa uang yang tidak dapat dipertanggungjawabkan itu sebulan bisa mencapai Rp5 miliar.

Aturan yang diberlakukan sejak 11 Februari itu mengakibatkan terhentinya proses penempatan calon TKI. "Sekarang ada sekitar 5.000 calon TKI di sejumlah penampungan tidak bisa diproses,? ujar Yunus Moh. Yamani.

"Kalau dalam beberapa hari ini tetap seperti ini, kami akan meminta agar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberhentikan Kepala BNP2TKI mundur dari jabatan," ujarnya. Dia lalu juga meminta Presiden untuk meninjau kembali fungsi BNP2TKI. [mim]

Republika, Sabtu, 16 Februari 2008 15:51:00

0 tanggapan: