Ketua Dewan Pendidikan Jatim: Sekolah Harus Lengkap

Pendidikan adalah fondasi perubahan. Begitu pentingnya, sampai-sampai dibentuk Dewan Pendidikan meskipun sudah ada Dinas Pendidikan. Sejauh manakah peran Dewan Pendidikan? Apa Surat Keputusan (SK) pengangkatan Anda sebagai Ketua Dewan Pendidikan Jatim sudah diterima?


Ya, sebenarnya sudah lama saya menunggu kok tidak turun-turun. Tapi beberapa hari kemarin, akhirnya saya menerima SK dari Pemprov Jatim. Sekarang tinggal menunggu pelantikannya saja.

Apa langkah pertama yang akan Anda lakukan setelah resmi dilantik?

Mungkin, pada tahap pertama, saya ingin memberikan proses penyadaran kepada masyarakat dan pemerintah tentang peran dan fungsi Dewan Pendidikan. Organisasi ini adalah lembaga dan institusi yang bisa dijadikan media membangun pendidikan dengan konsep learning community (perkumpulan pembelajaran). Yang terjadi, selama ini dunia pendidikan kita kurang memberi porsi yang cukup atas masuknya partisipasi masyarakat. Akibatnya, sistem pendidikan belum bisa menyentuh kebutuhan masyarakat. Hanya orang-orang tertentu yang bisa menikmati indahnya pendidikan.

Apa efeknya ketika masyarakat tidak dilibatkan secara aktif dalam proses pendidikan?

Itu yang sebenarnya berbahaya. Selama ini, pendidikan dipandang sebagai tanggung jawab pemerintah. Selain itu, juga menjadi tanggung jawab sekolah. Padahal kalau berbicara tentang pendidikan, itu menjadi tanggung jawab semua. Nantinya, kalau pandangan seperti itu masih melekat dalam pikiran masyarakat, sulit bagi kita membangun kinerja baik pendidikan. Harusnya, pemerintah dan masyarakat bisa membentuk sebuah jaringan. Pembentukan itu bisa saling berkorelasi antara satu dan lainnya. Di satu sisi, terdapat unsur pemerintah, pelaku pendidikan dan masyarakat sendiri.Itu yang dari awal saya sebut learning community.

Kalau Anda melihat, seperti apa konsep pendidikan di Jatim sekarang?

Selama ini, di Jatim pendidikan dipandang sebagai total institution, kalau konkretnya, seperti dunia militer. Semua pola-pola yang sering kita jumpai dalam dunia militer terdapat dalam pola pendidikan di Jatim saat ini. Seperti kalau kita masuk barak militer, pasti tertutup. Di dalamnya ada pengawalan dan mengharuskan seseorang melapor terlebih dahulu.
Makanya, orang luar tidak mudah kalau ingin masuk, bahkan anggota sendiri harus masuk dengan prosedur yang ketat dan memakan banyak waktu. Lha, pendidikan di Jatim tak ubahnya seperti itu. Pendidikan tertutup rapat, orang luar tidak boleh masuk kecuali ahli pendidikan. Tentu hal seperti ini merugikan masyarakat sebagai pelaku dan konsumen pendidikan. Pendidikan yang harusnya bisa diakses mudah, menjadi sulit.

Bisa dijelaskan apa akibatnya bagi masyarakat kita?

Yang jelas, tindakan seperti itu menyebabkan blunder bagi pendidikan. Upaya kita membangun pendidikan akan sia-sia. Mereka yang bisa mengonsumsi pendidikan hanya orang-orang tertentu. Padahal, seharusnya pendidikan bisa dirasakan setiap orang, setiap warga negara. Parahnya, model seperti itu masih kental di Jatim. Kalau pun masyarakat dilibatkan dalam pendidikan, hanya sebatas proses inputnya. Seperti sebuah sekolah ingin menambah lokal atau menambah infrastruktur, harusnya masyarakat dilibatkan dalam partisipasi dengan cara urunan.
Setelah itu, mereka juga dilibatkan dalam sebuah proses yang kompleks, di dalamnya ada unsur input, output, dan outcome. Nyatanya, sampai sekarang masyarakat tidak pernah tahu out put dan outcome. Mereka hanya dilibatkan dalam proses pembayaran. Setelah itu, semua kebijakan dan hasil yang diterima masyarakat terus disembunyikan.

Menurut Anda, apa fenomena ini terjadi karena masyarakat kita yang tak sadar perannya, atau malah pemerintah yang cenderung menutup-nutupi peran dan fungsi masyarakat?

Memang itu yang terus menjadi tanda tanya. Masyarakat kita tidak pernah tahu perannya, begitu juga fungsi pemerintah yang tidak mampu memainkan perannya. Buktinya, masyarakat kita tidak pernah dilibatkan dalam proses pembelajaran dan tata cara pendidikan. Sekarang, tugas DPJ yang pada hakikatnya berasal dari unsur masyarakat, saya harap bisa melaksanakan tugasnya. Yang terpenting, peran penyadaran masyarakat serta upaya advokasi bisa kami lakukan. Nantinya, kami turut menciptakan dan mendorong masyarakat, terkait penyediaan anggaran pendidikan yang cukup.
Apakah anggaran pendidikan di Jatim masih kurang?
Kalau melihat minimnya angka partisipasi siswa untuk sekolah, menunjukkan minimnya anggaran pendidikan yang ada di Jatim. Harusnya, komitmen dari pemerintah untuk serius menggarap pendidikan, terletak pada alokasi anggaran pendidikan yang besar dalam proses pembagian APBD.

Bagaimna Anda melihat perangkat pendidikan di Jatim, apa sudah proporsional?

Belum! Sangat terlihat jelas peran publik dalam menyusun kurikulum. Semua itu tak lepas dari dominasi beberapa kelompok pendidikan. Berbeda dengan Australia yang memiliki curriculum council. Di dalamnya diwarnai beberapa kelompok masyarakat. Dengan demikian, dominasi ahli pendidikan bisa dihindari. Kalau di Australia, anggota Dewan Pendidikan ada 20 orang. Dari jumlah itu, tidak hanya menjadi dominasi perwakilan dari perguruan tinggi (PT). Malah, untuk perwakilan PT hanya ada 2–4 orang. Selebihnya diambilkan dari unsur masyarakat, pengusaha,lawyer (pengacara), advokat, jurnalis, dan kelompok sosial lainnya.

Apa bedanya dengan di Jatim?

Jelas ada perbedaan yang signifikan. Ketika kurikulum di susun dengan mengandalkan perwakilan dari PT saja, itu menghasilkan sistem pendidikan yang historis, kurikulum yang diharapkan oleh masyarakat tidak tersampaikan.

Kira-kira seperti apa tantangan yang akan dihadapi untuk membangun pendidikan di Jatim lima tahun ke depan?

Kultur learning community di Jatim belum terbentuk. Masyarakat hanya bisa berkata dan menyerahkan masalah kepada pemerintah. Sekolah tinggal tunggu hasilnya. Kalau jelek, kita timpalkan dosadosa kegagalan kepada pemerintah. Kultur semacam ini yang harus diubah.Tentu membutuhkan waktu yang lama. Makanya, saat ini harus ada inklusi di masyarakat.
Jadi, masyarakat membuka diri untuk pendidikan. Misalnya, pendekatan dan pelibatan langsung kalangan industri. Pasalnya,sektor industri memiliki sarana dan fasilitas. Mereka bisa membantu dalam proses produksi. Seperti penggunaan sarana dan prasarana sebagai alat pembelajaran bagi siswa maupun mahasiswa. Dengan begitu, kesempatan siswa di SMA atau PT untuk memanfaatkan fasilitas yang mereka miliki, bisa menyediakan media pembelajaran.Yang punya rumah sakit juga bisa membantu dalam pendidikan rumah sakit. Makanya, perusahaan bisa menjadi tempat dalam learning community.

Lima tahun ke depan konsentrasinya berarti apa?

Saya sedih ketika membaca berita angka buta aksara di Jatim yang terus tinggi. Apalagi,jumlahnya paling tinggi di Indonesia. Meskipun beberapa kalangan meragukan data itu. Orang tidak mengenal huruf latin, tapi mengenal huruf Arab dianggap buta aksara. Sebetulnya data itu kurang akurat, akurasi dan validitasnya kurang terjamin. Secara umum, kita sedih juga kalau ada berita seperti itu.
Padahal kalau melihat jamaah haji, di Jatim paling tinggi. Orang yang pergi naik haji harusnya bisa berkorelasi dengan kesempurnaan di bidang pendidikan.Jadi, angka buta huruf bisa dihentikan. Sayangnya, sampai saat ini belum terkorelasi dengan baik. Saya kira kita perlu ada alokasi anggaran dan perhatian,supaya modal sosial untuk pendidikan bisa tertolong. Itu modal dasar kita untuk membangun bangsa. Kalau kualitas kita lemah, maka lemah juga pendidikan kita.

Apa yang harusnya dilakukan untuk mencegah buta aksara di Jatim?

Jatim sebenarnya sangat kaya sumber daya alam (SDA). Kalau SDA itu disentuh dengan SDM yang terlatih dan kreatif, maka bisa menjadi barang dengan nilai layak jual. SDM dan SDA bisa membantu masyarakat dalam pengembangan dan pemanfaatan SDA dengan baik. Total ekspor kita masih kalah dengan ekspor Malaysia. SDM mereka bisa menyentuh SDA dengan baik, sehingga nilai jual suatu produk di sana lebih tinggi. Sedangkan kita tidak bisa menyentuh, makanya nilainya rendah. Semakin banyak masyarakat kita yang melek huruf, maka tenaga terlatih serta angkatan kerja bisa lebih kompetitif. Tidak lagi didominasi masyarakat yang lulus SD saja.

Selain menekan angka buta aksara, apa lagi yang dijadikan program unggulan kepengurusan Anda?

Tentunya peningkatan partisipasi anak sekolah. Supaya biaya sekolah terjangkau, perjuangan anggaran pendidikan menjadi prioritas kami. Butuh perhatian pemerintah untuk menyesuaikan anggaran yang cukup. Jadi, bisa menaikkan angka partisipasi kasar (APK) dan angka partisipasi murni (APM). Selama pendidikan kita mahal, APK di Jatim tidak akan bergerak. Faktornya, masyarakat kita memang tidak sekolah karena tidak mampu. Selama pendidikan kita terjangkau, perlu perhatian yang lebih baik.

Kira-kira siapa saja yang dilibatkan untuk menyukseskan pendidikan?

Kalau saya ya…. itu, sekolah kalau mau belajar. Maka saran saya, pembelajaran sekolah harus lengkap. Kalau sekolah ingin maju, kayaknya tidak mungkin berjalan sendiri. Kalau kita ingin mengajarkan anak pelajaran tentang kuliner, di Jatim punya restoran, ada puluhan hotel dan rumah makan yang bisa dimanfaatkan. Bahkan, pendapatan asli daerah (PAD) Jatim juga ada sumbangan yang besar dari sektor kuliner.

Maka sektor itu juga harusnya bisa dimanfaatkan sekolah.Ada proses pemagangan siswa. Sektor industri yang ada di Jatim juga bisa dipakai. Nanti bisa menghasilkan pembelajaran dan pemilihan bidang yang bagus bagi siswa, kalau sudah terjun langsung di masyarakat. Semua elemen masyarakat harus dilibatkan. Ciptakan sekolah yang kreatif. Sekolah punya pikiran misalnya, berhubungan dengan jejaring di sektor usaha. Jadi dapat membantu proses pendidikan itu. (aan haryono)



KETUA DEWAN PENDIDIKAN JATIM ialah PROF DR ZAINUDDIN MALIKI MSI

Koran SINDO Jatim Minggu, 09/03/2008

0 tanggapan: