Menyoal Sastra Satu Kamar

Oleh Bonari Nabonenar
Ketua Paguyuban Pengarang Sastra Jawa


Penghargaan seniman Jawa Timur 2008 sudah diserahkan 30 Juni lalu. Padahal, penghargaan kali ke-11 itu biasanya dilangsungkan seminggu menjelang Lebaran Idul Fitri saban tahunnya. Hal ini berkaitan dengan posisi ''sang pemilik tradisi'', Gubernur Imam Utomo, yang Agustus ini sudah harus mengakhiri masa jabatan keduanya.



''Tentu para seniman dag-dig-dug, karena Pak Imam tidak lama lagi akan meninggalkan jabatan ini, apakah ada pemberian penghargaan yang ke-12?'' ujar Dahlan Iskan saat diminta memberi sambutan pada acara yang diadakan di Gedung Grahadi itu. Para penerima penghargaan, panitia, bahkan Imam Utomo sendiri bertepuk tangan.

Harus diakui bahwa dari tahun ke tahun pelaksanaan penghargaan seniman Jawa Timur semakin baik, dan bahkan sepertinya kini tidak ada lagi suara-suara miring seperti di awal 2000-an. Meski begitu, saya masih menilai ada persoalan yang tampaknya sepele, tetapi cukup mengganjal dan mestinya dirasakan sebagai ganjalan yang signifikan oleh para pemerhati dan penggiat sastra etnik (untuk menyebut sastra yang memakai media bahasa daerah/dialek di Jawa Timur). Tahun ini para sastrawan yang mendapatkan penghargaan ialah M. Shoim Anwar (Surabaya), Mashuri (Sidoarjo), dan F.C. Pamuji (pengarang sastra Jawa, Nganjuk). Soal kecil pertama, mengapa panitia menyebut ''seniman bahasa Indonesia'' sebagai ''sastrawan'' dan menggunakan kata ''pengarang'' untuk F.C. Pamuji yang menulis dengan bahasa Jawa?

Soal kecil kedua, sastrawan yang memakai media bahasa daerah/dialek yang ada di Jawa Timur diletakkan ''satu kamar'' dengan sastrawan yang memakai media bahasa Indonesia. Jika kita baca profil di buku panduan yang diterbitkan panitia, kita akan menangkap kesan bahwa F.C. Pamuji dinyatakan berhak atas penghargaan seniman Jawa Timur 2008 dengan pertimbangan masa dan kualitas dedikasi serta kualitas karyanya di dua bidang: seni karawitan dan seni bahasa Jawa. M. Shoim Anwar sudah jelas bahwa selama ini ia dikenal sebagai sastrawan yang hanya memakai media bahasa Indonesia. Sedangkan Mashuri, selain sebagai penyair andal yang juga telah menyabet gelar juara I Lomba Cipta Novel Dewan Kesenian Jakarta 2007 dengan Hubbu-nya, laki-laki asal Lamongan ini juga dikenal sebagai penggurit di ranah sastra Jawa. Dengan kata lain, dari tiga sastrawan yang mendapatkan penghargaan seniman Jatim 2008 ini, dua di antaranya adalah sastrawan Jawa. Tetapi, jika benar bahwa F.C. Pamuji mendapat penghargaan lebih karena ia adalah seorang pengrawit dan Mashuri lebih karena ia adalah sastrawan yang sukses bersama Hubbu-nya, itu belumlah kabar baik bagi sastra etnik di Jawa Timur.

Kita boleh bilang, sastra adalah sastra, dan bahasa hanyalah persoalan media atau alat penyampai. Dari sisi ini pulalah tampaknya panitia/juri penghargaan seniman Jatim 2008 memandang. Hal demikian terasa meleset, justru dari pikiran seorang Imam Utomo, ''penggagas'' tradisi penganugerahan penghargaan seniman ini, yang, seperti dalam sambutannya menekankan betapa pentingnya memelihara nilai-nilai tradisi sambil menerima --ataupun mengawinkannya dengan-- anasir asing yang ''bagus''.

Menempatkan kreator sastra etnik dan sastra Indonesia dalam ''satu kamar'' dalam konteks pemberian penghargaan, seperti mengadu dua petinju yang berbeda kelas/berat badan. Seperti mengadu Chris John dengan Mike Tyson. Ini perbandingan kasarnya: sastrawan Jawa macam Djayus Pete atau Sumono Sandy Asmoro bisa menjual sebuah crita cekak (cerpen) karya mereka ke penerbit/media cetak seharga Rp 100 ribu. Untuk karya yang sama (cerpen) yang ditulis dengan bahasa Indonesia, Lan Fang atau Wina Bojonegoro, bisa menjualnya dengan harga antara Rp 500 ribu hingga Rp 1 juta. Njomplang banget, kan? Memang, siapa yang menyuruh Djayus Pete atau Sumono Sandy Asmoro menekuni sastra Jawa? Mengapa tidak mengikuti jejak Suparto Brata yang hebat di kedua-duanya, sastra Indonesia dan sastra etnik (Jawa)? Itu kan pilihan mereka? Jika Anda bertanya seperti itu, maka, izinkanlah saya ajak Anda untuk memberi sedikit penghargaan kepada orang-orang yang memilih ''lahan kering'' itu. Atau Anda setuju untuk menyeru agar para seniman bahasa Jawa itu eksodus ke wilayah sastra Indonesia yang jelas-jelas lebih menjanjikan secara ekonomi?

Masyarakat Jawa Timur adalah masyarakat multikultur. Jika kita setuju keanekaragaman itu adalah kekayaan, dan kita setuju pula untuk menjaga dengan baik dan bahkan mengembangkan potensi-potensi keanekaragaman itu, jika kelak masih ada acara penganugerahan penghargaan seperti yang sudah 11 kali dilakukan di Jawa Timur ini, alangkah baiknya jika sastra etnik dan sastra Indonesia tidak diletakkan di ''kamar'' yang sama. Maka, kita bisa membayangkan, kelak, setiap tahun akan ada wajah-wajah dari wilayah subkultur: Madura, Osing, Surabaya, dll., yang menulis dengan bahasa ibu mereka di barisan sastrawan penerima penghargaan seniman Jawa Timur itu.

Bagaimana pendapat Anda? Apakah saya terlalu nyinyir? (*)
sumber: Jawa Pos

Teater 'Sang Bala' SDn Candi Tunggal, Kalitengah Juara Internasional

IMRON ROSIDI-Lamongan

Aktivitas kesenian Lamongan kembali mempersembahkan nama harum. Kali ini dari dunia teater. Sang Bala, kelompok teater SDN Desa Canditunggal, Kecamatan Kalitengah belum lama ini dinobatkan sebagai juara internasional.



Enam bocah lugu dan polos. Mereka adalah Mega Melati, Fauzan, Kiki Hadilia, Ema, Yunita Dewi Saras Aini dan Tri Mulyaning. Semuanya merupakan siswa sebuah SD terpencil di Kecamatan Kalitengah. Yaitu SDN Desa Candi Tunggal. Sebuah SD yang kondisi bangunannya sudah sangat tidak layak huni. Terlebih ketika musim hujan tiba, tidak jarang murid diungsikan karena terpaan angin dan air hujan selalu masuk kelas.

Tapi, kondisi seperti itu tidak menyurutkan semangat ke enam siswa tersebut untuk berlatih teater yang diajarkan guru seni dan budaya nya, Rodli. Setiap saat diminta hadir untuk latihan, mereka pasti datang. Mereka juga sangat nurut. Hafalan naskah dan gerakan olah tubuh yang diajarkannya, semuanya dilahap mentah-mentah. ''Mungkin karena masih anak-anak, daya ingatnya masih tajam,'' tutur Rodli kemarin (27/6).

Aktifitas latihan itu rutin dilakukan dua kali dalam seminggu, bahkan terkadang lebih hingga perlu waktu malam hari. Hal itu dilakukan sejak Rodli mendaftarkan sebagai peserta festival seni internasional, yang pengumumannya dibaca dari papan pengumuman di Sekretariat Dewan Kesenian Lamongan (DKL) 27 Juni lalu.

''Pendaftaran awal kita hanya mengirim konsep tertulis dan CD rekaman pementasan. Adapun lakonnya berjudul Pas Game,'' imbuh Rodli, yang masih berstatus guru tidak tetap (GTT) ini.

Ternyata, muncul pengumuman yang menyatakan Teater Sang Bala lolo dalam seleksi nasional predikat teater terbaik tingkat SD secara nasional. Karena predikat terbaik itu akhirnya Teater Sang Bala berhak mewakili Indonesia untuk mengikuti festival seni internasional yang digelar di Jogjakarta.

Saat festival diselenggarakan Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidikan dan Tenaga Pendidikan Seni dan Budaya (PPPPTP) Seni dan Budaya Indonesia itu digelar di Jogjakarta, pesertanya ada dari tingkat SMP yang diwakili SMP Kristen Minahasa dan tingkat SMA yang diwakili SMA Negeri I Padang. Sedang peserta dari luar negeri, di antaranya Amerika Serikat, Inggris, Mexico, Singapura, Jepang, Ghana dan Korea.

Ada kisah menarik saat Teater Sang Bala SDN Candi Tunggal ini dinyatakan lolos dan berhak mengikuti festival internasional. Cerita Rodli, ketika pengumuman lolos itu disampaikan ke sekolah, semua guru menangis sesenggukan dan saling berangkulan. Mereka merasa terharu karena teater yang lahir dari sekolah desa terpencil ternyata bisa tampil di ajang internasional. ''Karena itu pula akhirnya kepala sekolah dan semua guru bersepakat menyertai pentas anak-anak di Jogkarta,'' tuturnya.

Semua guru bahagia. Termasuk orang tua wali murid. Tapi, bagi Rodli pengumuman itu membuatnya bingung alang kepalang. Apa sebab? Ternyata dia bingung memikirkan biaya keberangkatan anak asuhnya. Sedang dia sendiri sama sekali tidak punya uang.

Rodli yang setiap kali mengajar teater selalu sidampingi istri setianya, Nur Laela, guru SDN Tunjung Mekar, Kecamatan Kalitengah itu tidak kurang akal. Dia mencoba mendatangi Dinas Pendidikan Lamongan barangkali mau membantu biaya. Tapi, apa yang didapat. Dia dipingpong. Dinas pendidikan mengatakan itu wewenang dinas kebudayaan dan pariwisata, sehingga dia disarankan meminta bantuan ke dinas baru di Lamongan tersebut.

''Ternyata di dinas pariwisata saya disuruh ke dinas pendidikan saja. Katanya dinas pendidikan yang berwenang. Daripada dipingpong tidak jelas, akhirnya saya berusaha sendiri. Terpaksa saya ngutang uang beras emak (ibu,Red). Tapi, waktu itu saya sempat dikasih uang pribadi Rp 100 ribu dari Pak Suwaji, kepala dinas kebudayaan dan pariwisata,'' uajarnya.

Sesampainya di Jogjakarta dan menjelang pentas, Rodli masih bingung. Beberapa anak asuhnya terlihat minder karena peserta banyak orang asing. Dia pun akhirnya mengakalinya dengan mengajak anak asuhnya foto bersama dengan sebagian peserta dari asing tersebut. ''Ternyata londo-londo itu baik hati juga. Akhirnya kami tidak takut,'' tutur Kiki, yang diamini teman-temannya.

Kerja keras Rodli itu ternyata membuahkan hasil. Usai pentas, ternyata teater Sang bala binaannya dinyatakan sebagai juara I internasional. Lakon Pas game, yang menampilkan cerita permainan anak-anak tradisional seperti pong-pong bolong, petak umpet dan uyek-uyek ranti akhirnya dinyatakan sebagai pementasan yang beberapa di antaranya mengisyaratkan tentang kejujuran serta mempertahankan budaya lokal. ''Alhamdulillah. Anak-anak juga sangat bangga karena bisa bersamalam dengan meneteri pendidikan nasional, yang saat itu juga titip salam kepada Pak Masfuk,'' ucap Rodli.(*)

sumber: radar bojonegoro

Forum Kebudayaan Indonesia

Teman2 yang Peduli Budaya

Salam Budaya,

Kami informasikan bahwa pada Sarasehan Budaya 2008 tgl. 5 Juli 2008 dengan Tema Menggalang Potensi Budaya Bangsa, yang diselenggarakan di Studio-B RRI jakarta dan disiarkan secara Langsung oleh RRI, telah berlangsung dengan sukses. hadir antara lain Menteri PAN Bapak Taufik Effendi, Dirjen Potensi Pertahanan Budi Susilo Supandji, Adang Dorodjatun, Edi Sedyawati, Ridwan Saidi, Eri Riana Hardja Pamekas dan T. Boedianta. Sarasehean dipandu oleh Dirut RRI Parni Hardi.



Pada akhir sarasehan ditandatangani Deklarasi Pembentukan 'Forum Kebudayaan Indonesia' oleh 34 orang yang mewakili budayawan, penggiat budaya dan wakil-wakil berbagai organisasi budaya. Organisasi ini tidak akan menghilangkan peran dan identitas masing-masing organisasi, tapi lebih merupakan semacam forum komunikasi. Diharapkan teman-teman yang peduli budaya dan atau mewakili organisasi berbagai unsur budaya dapat ikut meratifikasi DEKLARASI ini agar lebih solid.

Rapat pertama Forum telah dilaksanakan pada tanggal 16 Juli 2008, membahas Draft Blueprint "Restorasi Budaya Bangsa'. sengaja dilih kata 'restorasi', karena kita pernah jaya di jaman Sriwijaya dan Majapahit, sehingga diharapkan dapat me-restore nilai-nilai luhur bangsa kita di masa lalu. Alamat Sekretariat Forum Kebudayaan Indonesia adalah Menara Batavia, Lantai 25, Jln. KH Mas mansur Kav 126, Jakarta 10220, atau email pedulibudaya@ gmail.com. Jakarta. Selanjutnya, Forum Kebudayaan Indonesia akan menyelenggarakan Sarasehan Budaya bulanan dengan mengangkat tema-tema budaya yang aktual, kulminasinya akan diselenggarakan semacam Konggres pada bulan Oktober 2008 bertempat di Borobudur, Magelang.

jakarta, 18 Juli 2008

Luluk Sumiarso

Pentas Seni TKI Disambut Warga Taiwan

Taipei (ANTARA News) - Pentas seni para tenaga kerja Indonesia (TKI) menarik warga Taiwan untuk menonton dan menikmati pertunjukan yang dilaksanakan di Taipei Main Stasiun, Minggu.


"Kita suka pentas seni ini," kata seorang warga Taiwan yang menjadi penonton di Taipei Main Stasiun tersebut ketika ditanya pendapatnya tentang pertunjukan tersebut.

Sementara itu, puluhan warga Taiwan yang menonton tampak antusias. Beberapa warga merekam para pementas di panggung yang berukuran sekitar tujuh kali lima meter tersebut. Tua dan muda ikut berbaur dengan para TKI.

Pentas seni tersebut menghadirkan beberapa grup musik yang dibentuk para TKI diantaranya Nasionalis Band, Eye Shadow dan Kiraso. Grup Nasionalis merupakan band yang beranggotakan empat orang TKI laki-laki dengan aliran musik rock. Mereka mendendangkan lagu-lagu Jamrud.

SELANJUTNYA

Lomba Menulis Cerpen

Berikut ini ada lomba nulis/cipta cerpen, saya dapat ari milis mediacare@cbn.net.id dan silakan mengikuti jika tertarik. Semoga beruntung!


PT ROHTO-MENTHOLATUM
Kembali menyelenggarakan
LOMBA MENULIS CERPEN REMAJA (LMCR-2008)
Memperebutkan
LIP ICE-SELSUN GOLDEN AWARD
Berhadiah Total Rp 80 Juta
• Peserta: Pelajar SLTP, SLTA dan Mahasiswa/Guru/ Umum
Kategori Lomba
Lomba terdiri dari (tiga) kategori peserta. Kategori A, Peserta Pelajar SLTP, Kategori B, Peserta Pelajar SLTA. Kategori C, Peserta Mahasiswa/Umum
Syarat-syarat Lomba
1. Lomba ini terbuka untuk pelajar SLTP, SLTA dan Mahasiswa/Umum dari seluruh Indonesia atau yang sedang studi/dinas di luar negeri. Kecuali, karyawan PT ROHTO Lab. Indonesia/agennya dan Panitia Pelaksana
2. Lomba dibuka tanggal 1 Juli 2008 dan ditutup tanggal 10 Oktober 2008 (Stempel Pos)
3. Tema cerita: Dunia remaja dan segala aspek serta aneka rona kehidupannya (cinta, kebahagiaan, kepedihan, harapan, kegagalan, cita-cita, penderitaan maupun kekecewaan
4. Judul bebas tetapi harus mengacu pada tema Butir 3
5. Setiap peserta boleh mengirimkan lebih dari satu judul
6. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia yang baik, benar, indah (literer) dan komunikatif
7. Naskah harus asli (bukan jiplakan) dan belum pernah dipublikasikan serta tidak sedang diikutsertakan dalam lomba serupa yang bukan diselenggarakan oleh PT ROHTO
8. Ketentuan naskah:
a. Ditulis di atas kertas ukuran kuarto (A-4), ditik berjarak 1,5 spasi, format 12 point, font Times New Roman, margin kiri-kanan rata (Justified)
b. Panjang naskah minimal 6 (enam) halaman, maksimal 10 (sepuluh) halaman
c. Naskah yang dikirimkan ke Panitia LMCR-2008 dalam bentuk print-out 3 (tiga) rangkap (copy) disertai file dalam CD
d. Naskah disertai ringkasan cerita (synopsis), biodata singkat pengarang, foto pose bebas ukuran 4R dan fotocopy identitas pengarang (pilih satu: KTP/Kartu Pelajar atau Kartu Mahasiswa, SIM atau Paspor yang masih berlaku
e. Setiap judul naskah yang dilombakan wajib dilampiri 1(satu) kemasan LIP ICE jenis apa saja atau seal/segel pengaman SELSUN GOLD FOR TEENS/SENSUN BLUE 5
f. Naskah yang dilombakan beserta persyaratannya dimasukkan ke dalam amplop tertutup (dilem), cantumkan tulisan PESERTA LMCR-2008 dan Kategorinya
g. Naskah dan persyaratan (Butir f) dikirim ke alamat Panitia LMCR-2008 LIP ICE- SELSUN GOLDEN AWARD – Jalan Gunung Pancar No.25 Bukit Golf Hijau, Sentul City, Bogor 16810 – Jawa Barat
h. Hasil lomba diumumkan 10 November 2008 melalui Tabloid Rayakultura Edisi November 2008, www.rayakultura. net dan www.rohto.co. id atau hub HP 08158118140
9. Keputusan Dewan Juri bersifat final dan mengikat
10. Naskah yang dilombaklan jadi milik PT ROHTO, hak cipta milik pengarangnya
Hasil Lomba
Masing-masing kategori: Pemenang I, II, II dan 5 (lima) Pemenang Harapan Utama serta 10 (Sepuluh) Pemenang Harapan
Hadiah Untuk Pemenang
- Kategori A: SLTP
• Pemenang I: Uang Tunai Rp 4.000.000,- + LIP ICE-SELSUN GOLDEN AWARD; Pemenang II: Uang Tunai Rp 3.000.000,- + Piagam LIP ICE-SELSUN; Pemenang III: Uang Tunai Rp 2.000.000,- + Piagam LIP ICE-SELSUN. Selanjutnya, 5 (lima) Pemenang Harapan Utama, masing-masing mendapat Uang Tunai Rp 1.000.000,- + Piagam LIP ICE-SELSUN. Untuk 10 (sepuluh) Pemenang Harapan masing-masing mendapat Piagam LIP ICE-SELSUN dan Bingkisan dari PT ROHTO. Seluruh Pemenang mendapat hadiah ekstra 1 (satu) Buku Kumpulan Cerpen Pemenang LMCR-2007
Hadiah untuk sekolah Pemenang I, II dan III masing-masing memperoleh hadiah sebuah televisi
- Kategori B:SLTA
• Pemenang I: Uang Tunai Rp 5.000.000,- + LIP ICE-SELSUN GOLDEN AWARD; Pemenang II: Uang Tunai Rp 4.000.000,- + Piagam LIP ICE-SELSUN; Pemenang III: Uang Tunai Rp 3.000.000,- + Piagam LIP ICE-SELSUN. Hadiah untuk 5 (lima) Pemenang Harapan Utama masing-masing mendapat Uang Tunai Rp 1.000.000,- + Piagam LIP ICE-SELSUN. Bagi 10 (sepuluh) Pemenang Harapan masing-masing mendapat Piagam LIP ICE-SELSUN dan Bingkisan dari PT ROHTO. Seluruh Pemenang mendapat hadiah ekstra 1 (satu) Buku Kumpulan Cerpen Pemenang LMCR-2007
Hadiah untuk sekolah Pemenang I, II dan III masing-masing memperoleh hadiah sebuah televisi
- Kategori C:Mahasiswa, Guru dan Umum
• Pemenang I: Uang Tunai Rp 7.500.000,- + LIP ICE-SELSUN GOLDEN AWARD; Pemenang II: Uang Tunai Rp 6.000.000,- + Piagam LIP ICE-SELSUN; Pemenang III: Uang Tunai Rp 4.000.000,- + Piagam LIP ICE SELSUN. Bagi 5 (lima) Pemenang Harapan Utama masing-masing mendapat Uang Tunai Rp 1.500.000,- + Piagam LIP ICE-SELSUN. Pemenang Harapan 10 pemenang, masing-masing mendapat Piagam LIP ICE-SELSUN + Bingkisan dari PT ROHTO. Seluruh Pemenang mendapat hadiah ekstra 1 (satu) Buku Kumpulan Cerpen Pemenang LMCR-2007
Catatan:
Pajak hadiah para pemenang ditanggung oleh PT ROHTO Laboratories Indonesia
Ketua Panitia LMCR-2008
Dra. Naning Pranoto, MA
[RayaKultura. Net., All Rights Reserved]

Lagu untuk Munir

TEMPO Interaktif, : Dua bocah bermain-main riang di ruang sempit Time Out Cafe di Pasar Festival, Kuningan, Jakarta, Jumat, 19 Juni malam lalu.


Soultan Alif Allende, 10 tahun, dan Diva Suukyi, 5 tahun, datang ditemani sang ibu, Suciwati. Alif dan Diva bahkan bermain hingga ke panggung yang sejajar dengan tempat penonton. Suasana cair menunggu penampilan grup Efek Rumah Kaca dimanfaatkan mereka untuk bermain.

Suciwati, istri aktivis hak asasi manusia Munir (almarhum), bersama kedua anaknya datang khusus menghadiri acara peluncuran nada sambung (ring back tone) lagu-lagu Efek Rumah Kaca dari album mereka yang juga berjudul Efek Rumah Kaca. Pasalnya, salah satu lagu mereka dalam album perdana tersebut, yang berjudul Di Udara, berkisah tentang Munir.

"Setiap hasil yang diperoleh dari lagu itu kami donasikan untuk Munir Institute. Ini bentuk penghargaan setinggi-tingginya untuk inspirasi lagu ini, yaitu Munir," kata vokalis dan gitaris band itu, Cholil, kepada Tempo.

Sebelum pertunjukan, Cholil mengungkapkan alasan memberi penghargaan itu kepada Munir. "Kami pingin spirit Munir tetap ada," kata pria 32 tahun itu. Efek Rumah Kaca, kata Cholil, ingin menyebarkan semangat Munir, yang dikenalnya tak takut terhadap teror karena menyuarakan kebenaran. Simak saja lirik lagu Di Udara tersebut yang juga dibawakan Efek Rumah Kaca malam itu.

...
Ku bisa tenggelam di lautan
Aku bisa diracun di udara
Aku bisa terbunuh di trotoar jalan
Tapi aku tak pernah mati
Tak akan berhenti
...

Selain topik hak asasi manusia seperti pada lagu Di Udara, Efek Rumah Kaca, yang beranggotakan Cholil, Adrian (bas), dan Akbar (drum), punya lagu lainnya yang sarat akan kritik sosial. Sebut saja, misalnya, Jalang, yang mengkritik Rancangan Undang-Undang Anti-Pornografi dan Pornoaksi; Belanja Terus Sampai Mati tentang budaya hidup konsumerisme; dan Cinta Melulu, yang mengkritik industri musik pop yang mayoritas mengangkat tema cinta. "Seolah-olah tidak ada tema lainnya," kata Cholil.

Menurut Cholil, lagu yang mereka hasilkan merupakan bagian dari usaha memotret zaman. "Musik sudah menjadi media komunikasi, tempat kami beropini," ujarnya sembari menyebut genre musik mereka adalah pop. "Karena ide (melalui pop) lebih mudah diterima."

Penampilan mereka malam itu menyebabkan Time Out dijelali penonton, bahkan hingga luber ke luar. Tiga band yang tampil sebelum Efek, yakni Lull, Epic, dan It's Different Class, tidak mampu mengumpulkan massa semasif itu.

Efek Rumah Kaca pun tidak mengecewakan penggemarnya. Kemampuan musikalitas yang prima dipadu dengan kualitas vokal yang apik menghasilkan musik yang khas. Mereka hanya membawakan enam lagu, di antaranya Debu-Debu Beterbangan, Di Udara, Sebelah Mata, dan Desember.

Efek Rumah Kaca adalah grup band indie yang terbentuk pada 2001 dari kegemaran personelnya nongkrong bareng. "Awalnya kami berlima. Tapi pada 2003, dua lainnya mengundurkan diri," ujar Cholil.

Sejak itu, Efek, yang bergenre psychedelic pop, terus melangkah. Album perdananya lahir pada 2007. "Kami tengah menyiapkan album kedua," Cholil menambahkan. l TITO SIANIPAR

Tempointeraktif, Selasa, 24 Juni 2008 | 17:47 WIB

Para Seniman Jatim Dapat Penghargaan

SURABAYA, KOMPAS - Setiap tahun sejak tahun 1998, pemerintah provinsi Jawa Timur melalui Gubernur Jawa Timur, memberikan penghargaan kepada seniman yang memiliki konstribusi, dedikasi, kekaryaan dan prestasi dalam bidang kesenian.


Kali ini dalam tahun 2008, penghargaan seniman diberikan oleh Imam Utomo, gubernur Jatim saat ini kepada sepuluh orang seniman. Mereka ialah Amir Kiyah dari bidang seni teater, asal Surabaya, M. Iskan asal Ngawi (seni teater, Surabaya), Makhfoed (seni rupa, Surabaya) Mashuri (seni sastra, Surabaya), So im Anwar (seni sastra, Surabaya), almarhum Gombloh (seni musik, Surabaya) Musafir Isfanhari (seni musik, Surabaya), Mbah Karimun (seni tradisi/tari , Surabaya), FC Pamudji (seni tradisi, Surabaya) dan M Anis (penggiat/penyelenggara seni, Surabaya).

Selain penghargaan seniman, Pemrov Jatim tahun ini juga memberikan penghargaan khusus tokoh peduli seni, yaitu Ciputra Group, Chusnul Huda (anggota DPRD Jatim), Erlangga Satria Agung (Kadin Jatim), Heri Purwanto (anggota DPRD Jatim) dan La Nyala Mataliti (tokoh Pemuda Pancasila Jatim), Saleh Ismail M ukadar (anggota DPRD Jatim).

Ketua Tim Penghargaan Seniman Jawa Timur 2008 Aribowo, Kamis (26/6) mengatakan, pemberian penghargaan seniman Jatim yang biasanya dilakukan dalam bulan Ramadhan, kali ini dimajukan dengan pertimbangan masa bakti Gubernur Jatim Imam Utomo akan berakhir pada Agustus mendatang.

"Penganugerahan penghargaan seniman juga akan dilakukan oleh Gubernur Jatim Imam Utomo pada 30 Juni mendatang, di Gedung Grahadi, Surabaya," kata Aribowo.

Menyoal apakah tradisi pemberian penhargaan seniman ini akan terus berlanjut, Aribowo hanya berharap kepada Gubernur Jatim terpilih nanti bersedia meneruskan tradisi yang sudah brlangsung selama 10 tahun ini. "Kita berharap siapa pun nanti yang menjadi Gubernur Jatim meneruskan tradisi yang baik ini," katanya.

Bertindak sebagai dewan juri untuk bidang seni sastra ialah Prof Dr Budi Dharma, Dr Ayu Sutarto dan HU Mardi Luhung. Sementara itu untuk seni teater ialah Prof Sam Abede Pareno, Anang Hanani dan Meimura dan dewan juri untuk seni musik ialah Suwarmin, Erol Jonathan, dan Subiyantoro.

Untuk seni tari, mereka yang bertindak sebagai dewan juri ialah Peni Pepenk Puspito, Robby Hidayat dan Sumitrohadi. Untuk seni rupa ialah Djulijatiprambudi, Agus Koecink Soekamto dan Nuzurlis Koto dan untuk seni tradisi ialah Edi Brojo Waskito, FY Darmono saputro dan FX Soekarno.

Penerima penghargaan seniman Jatim menerima uang sebesar Rp 10 juta dari Gubernur Jatim dan piagam penghargaan dari Provinsi Jawa Timur. (TIF)


Kompas, Kamis, 26/6/2008 | 22:07 WIB

EDARAN UMUM KONGRES IX BAHASA INDONESIA

JAKARTA, 28 OKTOBER—1 NOVEMBER 2008

1. Latar Belakang

Kebangkitan nasional bangsa Indonesia genap berusia satu abad pada tahun 2008 ini. Sejarah panjang itu diawali dengan berdirinya organisasi Boedi Oetomo pada tahun 1908 yang diprakarsai oleh dr. Soetomo. Organisasi itu merupakan perintis tumbuhnya kesadaran berorganisasi dan merupakan awal bangkitnya rasa nasionalisme bangsa Indonesia untuk bersama-sama membebaskan diri dari belenggu penjajahan



Dua puluh tahun kemudian, tepatnya pada tanggal 28 Oktober 1928, para pemuda dari berbagai organisasi kepemudaan di seluruh Nusantara bersepakat guna menyatakan sikap politik, bertanah tumpah darah yang satu, tanah air Indonesia, berbangsa yang satu, bangsa Indonesia, dan menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Ikrar yang kemudian dikenal dengan nama Sumpah Pemuda itu menjadi tonggak sejarah yang amat penting bagi perjalanan sejarah bangsa Indonesia. Kini pernyataan sikap politik itu akan genap berusia 80 tahun dan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan (bahasa nasional) juga akan genap berusia 80 tahun.

Tujuh belas tahun setelah peristiwa Sumpah Pemuda, proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia dikumandangkan pada tanggal 17 Agustus 1945. Sehari kemudian, konstitusi bangsa Indonesia, yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 disahkan. Di dalam konstitusi itu secara tegas dinyatakan bahwa bahasa negara ialah bahasa Indonesia.

Perjalanan panjang sejarah bangsa Indonesia itu telah menempatkan bahasa Indonesia dalam dua kedudukan penting, yakni sebagai bahasa nasional dan sebagai bahasa negara. Sejak diikrarkan sebagai bahasa nasional dan ditetapkan sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia telah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Perkembangan itu telah mengantarkan bahasa Indonesia sebagai lambang jati diri bangsa dan sebagai alat pemersatu berbagai suku bangsa yang berbeda-beda latar belakang sosial, budaya, agama, dan bahasa daerahnya. Di samping itu, bahasa Indonesia juga telah mampu mengemban fungsinya sebagai sarana komunikasi modern dalam penyelenggaraan pemerintahan, pendidikan, pengembangan ilmu, dan teknologi, serta seni.

Kini bangsa Indonesia menuju era global. Dalam kondisi itu bahasa asing mulai memasuki ranah-ranah penggunaan bahasa Indonesia. Selain itu, penggunaan bahasa daerah tertentu telah meluas ke seluruh Indonesia, khususnya di kalangan generasi muda. Di sisi lain, beberapa bahasa daerah mulai ditinggalkan kalangan muda. Kondisi tersebut telah menimbulkan keprihatinan sejumlah kalangan yang memiliki kepedulian terhadap bahasa daerah.

Atas dasar fenomena tersebut, dalam rangka peringatan 100 tahun kebangkitan nasional, 80 tahun Sumpah Pemuda, dan 60 tahun berdirinya Pusat Bahasa, tahun ini dicanangkan sebagai Tahun Bahasa 2008. Oleh karena itu, sepanjang tahun 2008 ini telah, sedang, dan akan diadakan kegiatan kebahasaan dan kesastraan. Sebagai puncak dari seluruh kegiatan kebahasaan dan kesastraan serta peringatan 80 tahun Sumpah Pemuda, diadakan Kongres IX Bahasa Indonesia pada tanggal 28 Oktober—1 November 2008 di Jakarta. Kongres tersebut akan membahas lima hal utama, yakni bahasa Indonesia, bahasa daerah, penggunaan bahasa asing, pengajaran bahasa dan sastra, serta bahasa media massa.

Kongres bahasa ini berskala internasional dengan menghadirkan para pembicara dari dalam dan luar negeri. Para pakar bahasa dan sastra yang selama ini telah melakukan penelitian dan mengembangkan bahasa Indonesia di luar negeri sudah sepantasnya diberi kesempatan untuk memaparkan pandangannya dalam kongres tahun ini.

2. Tema

Berdasarkan permasalahan tersebut di atas, Kongres IX Bahasa Indonesia ini mengambil tema “Bahasa Indonesia Membentuk Insan Indonesia Cerdas Kompetitif di Atas Fondasi Peradaban Bangsa”.

3. Pokok Bahasan

Tema tersebut dijabarkan ke dalam lima pokok bahasan sebagai berikut.

a. Bahasa Indonesia, Bahasa Daerah, dan Penggunaan Bahasa Asing

b. Sastra Indonesia dan Sastra Daerah

c. Pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, Daerah, dan Asing

d. Pengajaran Bahasa Indonesia bagi Orang Asing

e. Penggunaan Bahasa Indonesia di Media Massa

4. Tujuan

Sesuai dengan tema dan pokok bahasan tersebut, secara umum Kongres IX Bahasa Indonesia ini bertujuan meningkatkan peran bahasa dan sastra Indonesia dalam mewujudkan insan Indonesia cerdas kompetitif menuju Indonesia yang bermartabat, berkepribadian, dan berperadaban unggul.

5. Waktu dan Tempat

Kongres IX Bahasa Indonesia ini akan diselenggarakan di Hotel Bumi Karsa, Kompleks Bidakara, Jalan M.T. Haryono, Jakarta Selatan pada tanggal 28 Oktober—1 November 2008.

6. Pemakalah

Pemakalah dalam kongres ini berasal dari dalam dan luar negeri. Adapun jenis makalahnya terdiri atas makalah utama, makalah undangan, dan makalah partisipasi. Untuk itu, peminat yang tidak mendapat undangan menyajikan makalah silakan mengirimkan abstrak makalah sekitar 250 kata selambat-lambatnya pada 18 Juli 2008 sudah diterima panitia. Abstrak yang terpilih untuk disajikan akan diumumkan 25 Juli 2008, dan makalah lengkap selambat-lambatnya sudah diterima panitia 22 September 2008.

7. Peserta

Peserta kongres terdiri atas para pakar bahasa, baik dari dalam maupun luar negeri, pakar bidang ilmu, tokoh, budayawan, sastrawan, pejabat publik, birokrat, dosen, guru, mahasiswa, perwakilan organisasi, dan peminat bahasa dan sastra dari dalam dan luar negeri.

8. Pendaftaran

a. Pendaftaran peserta dimulai sejak diedarkan pengumuman ini sampai dengan tanggal 15 September 2008, tetapi pendaftaran akan ditutup sebelum batas waktu itu jika jumlah pendaftar telah memenuhi target.

b. Biaya pendaftaran:

a) umum: Rp750.000,00

b) guru/mahasiswa S2/S3: Rp600.000,00

c) mahasiswa S1 Rp500.000,00

d) peserta luar negeri: US$ 170

Peserta mendapat kelengkapan seminar: makalah, sejumlah terbitan Pusat Bahasa, dan makan siang serta kudapan.

e. Pembayaran dilakukan melalui BNI 1946 Cabang Rawamangun a.n. H. Warkim Harnaedi dengan nomor rekening 0140057467.

f. Daftar ulang peserta dilakukan di Hotel Bumi Karsa, Kompleks Bidakara, tanggal 28 Oktober 2008, mulai pukul 08.00—12.00 dengan membawa bukti pembayaran (transfer).

9. Alamat Panitia

Alamat Panitia Kongres IX Bahasa Indonesia

Pusat Bahasa

Departemen Pendidikan Nasional

Jalan Daksinapati Barat IV, Rawamangun

Jakarta Timur 13220

Telepon (021)4896558, 4706288, 4750406 Pes. 207 Faksimile (021) 4706287

Pos-el (E-mail): pusba@indo.net.id

Laman: www.pusatbahasa.diknas.go.id

Membongkar Konspirasi Pembunuh Munir

Oleh Prija Djatmika *

Seorang hakim senior di Inggris, Lord Carrington, pada abad 18 mengatakan, kalau dia menghukum seorang pencuri kuda, tujuannya bukan saja melindungi kuda yang sudah dicuri tersebut, namun juga melindungi kuda-kuda lain agar tidak dicuri (lagi).



Penegasan hakim tersebut merupakan landasan filosofis penghukuman yang dijatuhkan kepada seseorang. Sebab, hukuman yang dijatuhkan akan memberikan dampak prevensi umum, yakni membuat orang lain yang belum melakukan kejahatan akan jera berbuat jahat karena takut pada ancaman hukumannya. Dampak prevensi khususnya adalah pelaku yang dihukum akan jera berbuat jahat lagi (deterrence effect). Dengan demikian, korban-korban kejahatan tidak akan berjatuhan lagi dan masyarakat tertib (sosial dan hukum).

Penahanan Muchdi

Proses hukum yang saat ini tengah berjalan terhadap Mayjen (Pur) Muchdi Purwopranjono, atau dikenal dengan Muchdi Pr., dalam kaitan kasus pembunuhan aktivis HAM Munir dapat dibaca dalam filosofi itu.

Dalam hal ini, bukan saja proses hukum tersebut bermaksud menemukan siapa (saja) yang bertanggung jawab terhadap terbunuhnya Munir, sehingga hak konstitusi Munir sebagai warga negara terlindungi oleh negara (pemerintah), melainkan sekaligus bertujuan mencegah kasus serupa terjadi terhadap para aktivis HAM lainnya.

Negara memang tidak boleh tinggal diam atas terbunuhnya seorang atau banyak orang warga negaranya (genocide) yang dilakukan oleh orang atau kelompok lain.

Adalah menjadi amanah konstitusi dan hak konstitusional warga negara untuk dilindungi dan disejahterakan oleh negaranya. Hak hidup (life), merdeka (liberty), dan berusaha (estate) adalah hak dasar warga yang harus dilindungi keterwujudannya oleh negara.

Oleh sebab itu, dalam referensi hukum pidana, apabila ada warga yang menjadi korban kejahatan, persoalannya tidak lagi menjadi urusan individu korban dengan pelaku kejahatan, melainkan beralih menjadi urusan negara dengan pelaku kejahatan. Sebab, menjamin ketertiban, keadilan, dan kesejahteraan warga adalah kewajiban negara, yang harus dibela apabila ada warga atau kekuatan yang mencederainya.

Negara menjadi representasi korban untuk memperjuangkan hak-haknya terhadap pelaku kejahatan yang menjadikan dirinya korban (victim). Negara, melalui tangan-tangan aparatnya, yakni polisi dan jaksa, melakukan proses penuntutan dan hakim yang bertindak sebagai kekuatan independen (imparsial) yang akan memutuskan hukumannya.

Sementara, terhadap pelaku pun, dijamin hak-hak konstitusionalnya agar tidak diperlakukan secara semena-mena atau direnggut hak-hak hukumnya. Karena itu, hak-haknya tetap dijamin dan ia berhak didampingi penasihat hukum, mulai penyidikan sampai persidangan.

Penahanan Muchdi Pr. dalam kaitan dugaan keterlibatannya dalam kasus Munir mestilah dibaca dari perspektif itu. Konstitusi menjamin semua orang sama di hadapan hukum. Karena itu, predikat-predikat seseorang dalam aspek sosial, ekonomi, politik, budaya, militer, atau ideologi tidak berlaku ketika berurusan dengan hukum.

Meskipun asas persamaan di depan hukum itu sering dilanggar di negara-negara berkembang, terutama yang berkarakter hukum represif, yang hukumnya menjadi subordinat kekuatan politik, keberanian kepolisian menahan Muchdi yang notabene seorang mayor jenderal (pur) dan mantan deputi V di Badan Intelijen Negara (BIN) haruslah diapresiasi bahwa kepolisian konsisten dengan asas hukum yang amat prinsipial itu.

Kita mestilah mengapresiasi pula penegasan-penegasan para petinggi TNI dan Kopassus (tempat Muchdi pernah menjabat komandan jenderalnya), sebagaimana banyak diberitakan. Yakni, penahanan Muchdi dan dugaan keterkaitannya dengan pembunuhan Munir tak ada kaitannya sama sekali dengan institusi TNI dan Kopassus.

Dijamin pula bahwa tidak ada privilege-privilege khusus yang akan diperoleh Muchdi Pr. dalam proses hukum itu dari dua institusi tersebut. Pimpinan BIN pun menegaskan perihal serupa dan meminta kepolisian bisa membuktikan dugaan keterlibatan Muchdi.

Un-Equality after the Law

Penegasan-penegasan petinggi TNI, Kopassus, dan BIN tersebut, ditambah penegasan Mensegneg Hatta Radjasa bahwa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akan membongkar tuntas kasus terbunuhnya Munir dan konspirasi yang ada di belakangnya, melegakan kita semua.

Selama ini, terutama di era Orde Baru, ketika hukum dikalahkan oleh kekuasaan politik, kasus-kasus pembunuhan terhadap para aktivis, seperti aktivis mahasiswa dan buruh, sering mengalami impunitas atau tak ada proses hukum. Yang berlaku, sebagaimana dikatakan sosiolog Belanda Scyhut, adalah ketidaksamaan di belakang hukum ++++ (un-equality after the law). Terutama bila diduga pelakunya adalah tangan-tangan terselubung pemerintah. Mereka dilindungi dan diberi privilege khusus untuk diimpunitas kasusnya.

Masih misteriusnya kasus pembunuhan Trisakti di awal era reformasi, tidak jelasnya nasib para aktivis yang hilang dan penyair Widji Thukul, selubung yang masih menyelimuti kasus pembunuhan aktivis buruh Marsinah, adalah beberapa contoh saja.

Pembunuhan Munir diyakini banyak orang dilakukan dengan konspirasi. Namun, keyakinan saja tentu bukan bukti yang bisa diajukan ke pengadilan. Dibutuhkan bukti-bukti hukum (legal factie) untuk menunjang keyakinan tersebut.

Karena itu, upaya penyidik untuk tidak tergesa-gesa menangkap dan menahan orang-orang yang diduga terlibat adalah benar menurut prosedur hukum.

Sekalipun demikian, Polri mesti merespons penegasan pengacara Muchdi, Achmad Cholid, bahwa sebaiknya bukan hanya Muchdi yang disidik. Beberapa nama lain agen BIN, yang disebutnya mengetahui skenario pembunuhan Munir (JP 24/6), sebaiknya diperiksa pula. Dengan demikian, konspirasi pembunuhan Munir akan terungkap tuntas sampai ke tokoh intelektualnya. Selamat untuk Polri.

* Prija Djatmika, dosen kriminologi Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang

dari Jawa Pos Senin, 30 Juni 2008