Reporter : Ita Malau
JAKARTA--MI: UU Keterbukaan Informasi yang baru saja disahkan DPR masih berpotensi mengkriminalisasi pers. Sejumlah pasal dalam UU tersebut mengatur sanksi yang akan mengancam bagi pengguna informasi, terutama pers.
UU KIP tetap memuat pasal yang memberikan sanksi pidana bagi penyalahgunaan informasi dan pelanggar informasi yang dikecualikan. Sanksi pidana yang diberikan tidak main-main.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) Abdul Manan mencatat sanksi satu tahun penjara dan denda Rp5 juta diberikan kepada pengguna yang menyalahgunakan informasi.
Selain itu, imbuh dia, dua tahun penjara dan denda Rp10 juta diberikan kepada orang yang mengakses dan mempublikasikan informasi-informasi yang dikecualikan.
Pers yang berkecimpung di dunia informasi merupakan institusi yang paling banyak terkena imbas dari pengaturan sanksi tersebut. Betapa tidak, kata Abdul, kategori informasi apa saja yang dikecualikan dan membahayakan negara itu masih belum jelas batasannya.
"Interpretasi pelanggaran tersebut menjadi satu hal yang paling menentukan apakah UU ini nantinya hanya menjadi alat pemerintah atau tidak,"tegasnya.
Untuk itu, komisi informasi yang nanti akan dibentuk menggunakan peraturan pemerintah (PP) menjadi lembaga yang sangat strategis karena mereka yang mendefinisikan informasi mana yang bisa diakses dan mana yang tidak boleh.
AJI menyarankan agar komisi informasi nantinya benar-benar mengatur dan mengkategorikan informasi tersebut secara spesifik dan jelas. Bila perlu, kata dia, komisi informasi merinci satu persatu informasi dan dokumen yang tidak boleh dipubliklasikan.
"Memang akan memakan waktu lama. Tapi, kalaua tidak begitu pers akan kesulitan mengetahui apakah hasil investigasi wartawannya dikategorikan membahayakan negara atau tidak. Jangan-jangan kita tahu itu dilarang pada saat digugat negara," kata dia.
Selain itu, Abdul juga menekankan pemilihan anggota komisi informasi harus benar-benar merepresentasikan kepentingan masyarakat. Ia mengingatkan DPR agar orang-orang di dalam komisi informasi tidak dimonopoli perwakilan pemerintah.
"Kita mengerti pemerintah juga harus menjaga kepentingannya. Tapi, DPR juga harus mengimbangi kepentingan pemerintah itu dengan kepentingan publik yang dia bawa,"tegasnya.
Meski demikian, ia mengakui dengan adanya UU tersebut, pemerintah telah memperjelas peta informasi mana yang bisa diakses dan mana yang dilarang. "Sehingga ada jaminan bagi publik untuk memperoleh informasi yang bisa diakses. Ini sisi positifnya," ujarnya. (Dia/OL-03)
Media Indonesia Online Sabtu, 05 April 2008 23:17 WIB
One Billion Raising
-
Minggu, 17 Februari 2019
Setiap 14 Februari banyak muda-mudi merayakan Valentine di penjuru dunia.
Di hari yang sama pula segenap elemen masyarakat turun k...
0 tanggapan:
Posting Komentar