One Billion Raising
-
Minggu, 17 Februari 2019
Setiap 14 Februari banyak muda-mudi merayakan Valentine di penjuru dunia.
Di hari yang sama pula segenap elemen masyarakat turun k...
Pameran Foto BMI-HK: Tulungagung, Tangerang, Jember
YANG DIJEJALI PERNYATAAN KLISE
DAN YANG SEPI PEJABAT
Setelah Surabaya dan Trenggalek, hingga saat ini sudah 3 lokasi dipameri foto BMI-HK: Balai Rakyat Tulungagung, Jawa Timur --bekerja sama dengan Radar Tulungagung (17 – 18 Nov 2007), BLK-LN (PT Yonasindo Intra Pratama) di Tangerang, Banten (7 – 8 Desember 2007), kemudian di Gedung Poma Fakultas Ekonomi Universitas Jember, Jawa Timur --bekerja sama dengan SBMI Jawa Timur (17 – 18 Desember 2007). Seperti yang sudah-sudah, di sela-sela Pameran Foto diselingi diskusi.
Di Tulungagung, diskusi dihadiri pula oleh pejabat dari Disnaker setempat (walau bukan Kadisnaker-nya), pejabat eksekutif (walau bukan Bupati-nya), dan beberapa orang anggota Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten Tulungagung.
Pada sesi diskusi di Tulungagung, lagi-lagi terlontar pernyataan pejabat yang terasa sangat klise, yang lebih merupakan pesan agar para calon buruh yang memilih luar negri sebagai tempat tujuan mendapatkan pekerjaan memilih PJTKI yang benar-benar legal, bonafid, dan tepercaya. Pernyataan atau pesan seperti itu sekaligus mengabarkan kepada kita bahwa di tengah-tengah masyarakat masih terus berlaku perekrutan calon buruh migran yang direkrut secara tidak sah dan kemudian berangkat ke luar negri secara illegal. Maka, tampaknya kita perlu balik berpesan kepada para pejabat itu agar dalam upaya ’’melindungi segenap warga negara’’ pemerintah secara preventif melakukan upaya-upaya agar para perekrut illegal itu tidak berkeliaran di tengah-tengah masyarakat.
Persoalan berikutnya adalah, jika kemudian ternyata si calon buruh migran pun tahu bahwa ia akan diberangkatkan secara illegal dengan segenap risikonya dan tetap saja memilih jalan itu, pastilah di balik semua itu ada persoalan yang sungguhsungguh kompleks sifatnya, yang dijamin tak akan pernah tuntas hanya dengan imbauan-imbauan atau pesan-pesan.
Yang benar-benar beda rasanya adalah yang di Tangerang, ketika foto-foto BMI-HK dipamerkan di BLK-LN (PT Yonasindo Intra Pratama), para calon buruh migran yang akan diberangkatkan ke Taiwan, Singapura, Malaysia, dan Hong Kong sangat antusias mengamati foto demi foto yang dipamerkan. Apalagi ketika Ayu Andini --Kepala Cabang Jawa Timur yang mengundang Panitia Pameran Foto HK dan TKI Kita untuk berpameran di Tangerang itu-- meminta beberapa calon buruh migran yang pernah bekerja di HK untuk menjelaskan beberapa foto yang ditunjuk dan diberi hukuman menyanyikan sebuah lagu atau berjoget ketika keterangannya dinilai salah. Suasananya menjadi sangat hangat.
Pertanyaan-pertanyaan dari para calon buruh migran itu pun mengalir, baik dari mereka yang akan ke HK maupun ke negara lain. Salah satu pertanyaan yang cukup berkesan adalah, ’’Pak, tadi dikatakan bahwa di Hong Kong ada hal-hal negatif dan ada pula hal-hal positif. Manakah yang lebih kuat atau lebih banyak? Negatifnya atau positifnya?’’ Wah, ini pertanyaan yang memerlukan riset atau penelitian khusus untuk bisa menjawabnya. Maka, jawaban sementara yang bisa dikemukakan adalah, ’’Untuk sementara ini tampaknya skor-nya masih 1:1. Nah, oleh karena itu adalah tugas Anda, khususnya yang akan berangkat ke HK untuk kemudian membuat skor itu berubah menjadi 2:1, 3:1, 4:1 dan seterusnya untuk kemenangan hal-hal yang positif.’’ Bukan jawaban yang pasti, tetapi mereka tampak memahaminya, dan menunjukkan ekspresi: puas.
Lain di Tulungagung, lain di Tangerang, lain pula di Jember. Diskusi di sela-sela Pameran Foto BMI-HK di Jember semula dimaksudkan berjalan dengan topik ’’BMI HK Nyastra’’. Tetapi, karena sebagian besar yang hadir adalah para mantan BMI, aktivis perburuhan, dan mahasiswa Fakultas Ekonomi UNEJ (kalau ada mahasiswa Fakultas Sastra, agaknya cuma seorang dua orang) diskusi pun meluncur ke persoalan-persoalan di luar sastra. Tetapi, lumayanlah. Setidaknya, pernyataan-pernyataan yang sangat benar tetapi sekaligus terasa sangat klise seperti di Tulungagung tidak terulang lagi. Kalau ada yang terasa mengganjal di Jember adalah ini: Mengapa tak seorang pun pejabat di lingkungan Pemkab Jember tertarik untuk melihat foto-foto BMI-HK ini ya?
[Intermezo, edisi Desember 2007]
dikopas dari sini
0 tanggapan:
Posting Komentar