Lik Kismawati Ingin Buka Cafe dan Terus Menulis


Jadi TKI sekitar 7 tahun di Hong Kong cukup baginya. ’’Saya usahakan tidak balik lagi jadi TKI,’’ tegas lajang asal Desa Kraton, Krian, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, ini. Lantas, apa mimpi Lik Kismawati selanjutnya?



Di keluarganya, Lik—sapaan Lik Kismawati—anak sulung dari 4 saudara. Sebagai anak sulung, gadis 27 tahun ini sadar benar perannya dalam keluarga. Terlebih, keluarganya bukanlah tergolong keluarga berada. Bahkan, ekonomi keluarga boleh dibilang pas-pasan.

Karena kondisi ekonomi yang tidak mendukung pula, Lik hanya dapat mengenyam pendidikan hingga kelas 2 SMA. Lalu, bekerja menjadi TKI di luar negeri menjadi pilihan utama setelah terpaksa drop out dari sekolah.

Gadis berbintang Gemini yang ramah ini jadi TKI sejak November 1999. Hong Kong jadi negeri tujuannya, hingga mengakhiri status TKI-nya pada 15 Juni 2006 lalu. Di Hong Kong, ia merasa bersyukur karena selama bekerja tidak mendapat masalah yang memberatkan. Majikannya orang Hong Kong asli. Tuan seorang pegawai restoran, Nyonya bekerja di sebuah rumah sakit.

Di Hong Kong, Lik aktif di organisasi Indonesiaan Migrant Worker Union (IMWU), dan di komunitas penulis: Komunitas Perantau Nusantara (Kopernus), dan Café de Kosta.
Sebagai anggota IMWU, November 2005, Lik dipercaya mewakili organisasi TKI itu ke Korea selama 12 hari.

Makin Percaya Diri

Karya tulis pertamanya di media berupa reportase, yakni di Tabloid Suara, Hong Kong. Munculnya karya pertama di media itu membuat Lik semakin percaya diri dalam menulis.

Alhasil, selain muncul tulisan berikutnya, karya Lik juga muncul di media lain, seperti Intermezo, Sinar Harapan, Surya, Ekspresi, dan Apa Kabar. Bahkan, cerpen Lik juga dimuat di beberapa buku kumpulan cerpen bersama: Kumpulan Cerpen Srikandi (2006), Nyanyian Imigran (2006), dan Selasar Kenangan (2006).

Dalam dunia kepenulisan, Lik juga mampu menyabet prestasi dalam lomba. Gadis yang tidak menyukai makanan yang pedas-pedas ini berhasil meraih juara 2 sekaligus juara harapan 3 dalam sayembara penulisan cerpen yang diadakan oleh Forum Lingkar Pena (FLP) Hong Kong tahun 2005.

Sedih di Negeri Orang

Kesedihan biasanya menggerus batin saat Lebaran tiba. Bagi umat muslim seperti Lik, lebaran galibnya jadi saat yang bahagia karena hari itu merupakan hari kemenangan setelah berhasil mengekang hawa nafsu selama bulan Ramadan. Dan sejak kerja di Hong Kong, sebanyak 6 kali Lik melewatkan lebaran tanpa keluarga.

Perasaan haru karena lebaran jauh dari orang-orang yang dicintai, kata Lik, dirasakan oleh kebanyakan TKI di Hong Kong. ’’Karena itu, saat salat Ied, rata-rata jadi hujan tangis. Sepertinya nggak ada yang nggak menangis. Ingat anak, suami, orangtua, serta saudara yang mereka tinggalkan,’’ ungkap Lik mengenang pengalaman Lebaran di Hong Kong.

Namun, kesedihan yang paling memukul perasaan Lik adalah ketika Sutrisno, ayahnya yang bekerja sebagai supir pulang ke Rahmatullah Desember 2003 saat Lik berada di Hong Kong dan tak bisa pulang untuk melihat ayahnya untuk yang terakhir kali. ’’Perasaan sedih banget ketika itu,’’ kata Lik yang mengaku belum punya calon pendamping hidup.

Ingin Buka Café

Setelah kembali ke tanah air, Lik mantap tidak akan kembali jadi TKI. Ia berusaha untuk tidak kembali lagi ke luar negeri. ’’Aku ingin berwirausaha. Aku akan coba survai, cari-cari celah untuk berwiraswasta, apa yang cocok dan bisa dijalankan, sembari melanjutkan menulis yang tersendat sejak kembali di Indonesia,’’ katanya.

Sebagai salah satu persiapan, sekarang Lik sudah membeli sebidang tanah di Daerah Gresik. ’’Saat ini belum tahu untuk apa tanah itu. Tapi aku kira prospeknya bagus dan rasanya strategis untuk usaha. Karena, dengar-dengar di sana sebentar lagi ada jalan tol dan akan dibangun terminal.’’

Usaha apa yang ingin dibuka? ’’Sekarang aku lagi pasang kuda-kuda untuk buka café. Pengin buka café karena di lingkunganku masih ada nafas untuk usaha itu.’’

Terus Menulis

Lik mengaku aktivitas menulisnya tersendat sejak kembali di Indonesia. Menurutnya, suasana di Indonesia, terutama di lingkungan tinggalnya, berbeda jauh dengan di Hong Kong. Di Hong Kong dirinya bisa berdiskusi dengan teman-teman sesame TKI dan bisa menulis dengan tenang meskipun waktu untuk itu sangat terbatas.

Sementara di Indonesia, di rumah, Lik merasa kurang iklim yang kondusif untuk menulis. Ada saja gangguan ketika menulis, keluhnya. Namun, Lik akan berusaha beradaptasi dengan lingkungan barunya dan terus menulis.

Di akhir percakapannya dengan Peduli, Lik yang terlibat langsung dalam penanganan anak-anak pascagempa Yogyakarta bersama mahasiswa KKN UGM dan Komunitas Merapi beberapa waktu lalu, titip pesan untuk teman-teman TKI yang masih di luar negeri.

Apa pesannya? Hati-hati dengan uang hasil kerja. Jangan boros-boros dengan gaji.


DATA DIRI

Nama: Lik Kismawati
TTL: 12 Juni 1981
Alamat: RT/RW 20/04 Dusun Parengan, Desa Kraton, Kecamatan Krian, Kabupaten Sidoarjo
Orangtua: Sutrisno (ayah, alm.) dan Mariatun (ibu).
Bintang: Gemini.
Status: Lajang.
Kreativitas: Menulis reportasi, cerpen, puisi, cerbung. Mulai menulis sejak jadi TKW.
Publikasi karya: Tabloid Suara (Hong Kong), Tabloid Intermezo (Hong Kong), Tabloid Apa Kabar, Majalah Ekspresi, Sinar Harapan, dan Surya. Cerpennya juga ada di buku Kumpulan Cerpen Srikandi (2006), Nyanyian Imigran (2006) dan Selasar Kenangan (2006).
Prestasi: juara 2 sekaligus juara harapan 3 dalam sayembara penulisan cerpen yang diadakan oleh Forum Lingkar Pena (FLP) Hong Kong tahun 2005.

0 tanggapan: