QUO VADIS PEMBENAHAN PENGIRIMAN TKI

Hati kita pasti jengkel, sedih membaca berita tentang segudang penderitaan TKI-W kita di luar negeri yang disiksa, diperkosa majikan/agen, polisi, bunuh diri dan sederet penderitaan lainnya.



Meskipun mereka cukup trampil bekerja, masih juga dicerca, disiksa dan bahkan tidak luput dari kasus upah dengan adil (underpaid-dibawah UMR). Kita telah memiliki UU Pengiriman TKI keluar negeri, sayangnya – ternyata belum menjamin para TKI terhindar dari aksi penyiksaan dan penderitaan lainnya. Nyatanya, UU sajatidak cukup, apalagi bila tidak dibarengi "azas timbal balik" (resiprositas) adanya perangkat hukum perlindungan yang sama dari negara penerima (receiving states).

Sebagai langkah pembenahan, Pemerintah sudah waktunya menerapkan peraturan hukum yang tegas untuk membasmi berbagai perbuatan tercela terkait pengiriman TKIa.l. KTP-Paspor palsu, ijazah-pendidikan dan usia TKI yangdimanipulasi, biaya rekrutmen calon TKI (informal) yang terlalu mahal, dll. Selama ini terkesan, keran pengiriman TKI dibuka lebar – bahkan terlalu bebas, dengan alasan klasik, pemerintah masih kesulitan menyediakan lapangan kerja di dalam negeri, sehingga seleksi atas kualifikasi dan kondisi fisik calon TKI terabaikan. Terkesan, siapasaja yang berminat, dipersilahkan menjadi TKI, padahal sikap inilah yang menjadi cikal-bakal masalah besar yang dihadapi para TKI (khususnya informal, pekerja kebun, peƱata laksana rumah tangga) di luar negeri. Karenanya, inilah saatnya Pemerintah perlu mengambil langkah serius dalam pengawasan pengiriman TKI dengan menerapkan peraturan yang sangat tegas. Pemerintah perlu unjuk gigi dan membangun citra dan wibawa.

Sistem yang selama ini diberlakukan atas dasar "belas kasihan" dan mengabaikan hukum harus segera dihentikan dan hal ini memerlukan tindakan gradual dan sistematis dari pemerintah. Pengiriman TKI oleh agen-agen siluman (calo-tekong)tanpa melalui proses pelatihan, tes kesehatan, ijasah resmi, KTP dan paspor yang sesuai UU, harus dihukum seberat-beratnya dan dikategorikan bagian dari aksi kejahatan kemanusiaan (illegal human- women and child - trafficking). Dengan demikian aparat hukum memiliki dasar tindakan untuk menertibkan para cukong, tekong dan agen nakal tanpa ragu-ragu. Para agen yang melanggar tidak cukuphanya dicabut ijin usahanya, melainkan harus diganjar pidana sesuaiUU yang ada. Dalam hal ini DPR RI juga perlu pro aktif mengawasipelaksanaan – law enforcement UU yang mereka buat.

Berbagai kasus yang menimpa TKI sebagian besar berawal dari dalam negeri (hulu) dan di luar negeri penempatan (hilir) hanya merupakan akibat. Pemerintah juga perlu mengambil langkah serius dan dratisdengan menutup Terminal III Bandara Sukarno Hatta dan terminal TKI lainnya di berbagai bandara di dalam negeri. Dengan mewajibkan TKI yang baru kembali ke tanah air melalui Terminal III, sama saja menggiring TKI ke dalam “perangkap” para calo dan penipu yang memaksa TKI menyewa mobil yang mereka sediakan ke daerah masing-masing dengan ongkos lebih mahal. Himbauan dan pembenahan yang dilancarkan pemerintah selama ini ternyata tidak cukup ampuh bahkan terkesan diacuhkan dan tidak jalan sama sekali, meskipun himbauan itu nyata-nyata datang dari seorang Presiden. Dengan menutup Terminal III Sukarno Hatta, TKI harus diperlakukan seperti pemumpang umum lainnya sehingga akan luput dari tangan-tangan para calo nakal. Dalam hal ini perlu membenahi dan menambah frekuensi angkutan umum dari Sukarno Hatta ke berbagai terminal dalam kota khususnya bagi TKI yang tiba dengan penerbangan larut malam.

Saya juga ingin menghimbau kepada Pemerintah agar segera mewajibkan semua pusat pelatihan calon TKI-W memasukkan kurikulum pelatihan beladiri (pencaksilat, taekwando, dll) dalam program pembelajaran calon TKI-W kita sebelum berangkat ke luar negeri. Better late than never - lebih baik telat daripada tidak berbuat sama sekali. Dengan memiliki ketrampilan beladiri para TKI-W kita akan dapat membeladiri atau lebih mudah menyelamatkan diri bila disiksa/dikerasi majikan. Ketika bertugas di KJRI Hong Kong, saya ajak para TKI-W kita untuk latihan taekwando bersama (diasuh para mantan tentara Gurkha - Nepal) khususnya pada akhir pekan dengan biaya murah-sambil membangun persahabataan dan networking. Hasilnya, mereka sehat2 dan terhindar dari tindak kekerasan majikan. Hal serupa saya yakin dapat diterapkan untuk para calon TKI-W ke Arab dan Malaysia, dll., asalkan kita mau dan didasari niat luhur.
Semoga mendapat perhatian Menakertrans RI dan instansi terkait lainnya.

SAHAT SITORUS
Pemerhati masalah sosial, tinggal di Jakarta
Email: ssitoruss@hotmail.com

Dikopas dari BI

0 tanggapan: