Persentase Anggaran Lingkungan Hidup di Jatim Kurang dari Satu Persen


Komitmen anggaran lingkungan hidup pemerintah kabupaten-kota di Jawa Timur (Jatim) masih rendah. Rata-rata hanya 0,03 persen dari total belanja langsung APBD. Apa dampaknya terhadap pengelolaan lingkungan hidup di daerah? Berikut ulasan Hariatni Novitasari dari The Jawa Pos Institute of Pro-Otonomi (JPIP).


Dalam dua tahun terakhir, lingkungan hidup menjadi salah satu bidang yang dimonitor dan dievaluasi JPIP. Temuannya sangat bervariasi. Baik program pengelolaan lingkungan hidup maupun kebijakan penganggaran. Kategori itu kaya inovasi. Di antara lima parameter, lingkungan hidup memiliki inovasi terbanyak kedua setelah pelayanan publik. Pada Otonomi Award 2008 (OA 2008), 15 daerah bersaing ketat untuk menjadi yang terbaik.

Alokasi anggaran merupakan salah satu bentuk komitmen pemerintah daerah (pemda) terhadap pengelolaan lingkungan hidup. Anggaran pengelolaan lingkungan merupakan bagian belanja langsung daerah. Angka di bawah satu persen menunjukkan rendahnya komitmen pemda di Jatim. Belum semua pemda menjadikan lingkungan hidup sebagai isu utama pembuatan kebijakan di daerah.

Dalam OA 2008, Kabupaten Probolinggo menjadi daerah dengan persentase anggaran lingkungan hidup tertinggi. Kabupaten di kawasan tapal kuda itu mengalokasikan 0,13 persen dari total belanja langsung, atau Rp 43,7 miliar. Peringkat kedua sampai kelima ditempati Kabupaten Nganjuk (0,12 persen); Kabupaten Trenggalek (0,11 persen); Kabupaten Sidoarjo (0,09 persen); dan Kota Probolinggo (0,07 persen). Anggaran terbesar dialokasikan Kota Surabaya (Rp 114,9 miliar).

Kabupaten Tuban berada di posisi juru kunci dengan alokasi anggaran Rp 1,6 miliar di antara jumlah belanja langsung APBD Rp 320 miliar. Disusul Kabupaten Sampang, Kabupaten Ngawi, Bangkalan, dan Kabupaten Tulungagung (lihat grafis).

Anggaran lingkungan hidup biasanya dialokasikan untuk pengelolaan sampah, konservasi lahan kritis, pembuatan energi alternatif, pembangunan ruang terbuka hijau (RTH), atau pembangunan infrastruktur yang mendukung lingkungan hidup seperti gorong-gorong dan saluran drainase.

Karena nomenklatur di daerah yang tidak sama, anggaran lingkungan hidup tersebar di berbagai institusi. Tidak saja dikelola institusi yang secara khusus menangani lingkungan hidup seperti dinas lingkungan hidup. Tapi, institusi lain juga melakukan konservasi terhadap lingkungan hidup dan sumber daya alam. Misalnya, dinas perkebunan dan kehutanan serta dinas kebersihan dan pertamanan.

Anggaran Besar Rajin Inovasi

Besarnya alokasi anggaran berkorelasi terhadap inovasi daerah. Kabupaten-kota dengan komitmen anggaran yang tinggi akan cenderung berinovasi. Sebaliknya, daerah-daerah yang mengalokasikan anggaran rendah berinovasi rendah.

Program yang dibuat hanya program rutin. Daerah-daerah yang berinovasi tinggi akan berada di peringkat atas kategori lingkungan hidup OA 2008. Sebaliknya, daerah-daerah yang minim anggaran dan inovasi akan berada di posisi bawah.

Kabupaten Probolinggo sebagai daerah dengan persentase anggaran lingkungan tertinggi berada di peringkat ketiga parameter lingkungan hidup OA 2008. Hanya kalah peringkat dari Kota Surabaya dan Kota Probolinggo. Anggaran di daerah itu tersebar di lima insitusi. Yaitu, dinas PU ciptakarya; kebersihan dan pertamanan; badan perencanaan pembangunan daerah; kantor pengendalian lingkungan hidup; dinas pertanian, tanaman pangan, kehutanan, dan perkebunan; serta dinas peternakan, kelautan, dan perikanan.

Program yang diunggulkan daerah tersebut, antara lain, perbaikan sarana dan pasarana tempat pemprosesan akhir (TPA) sampah, pembuatan pembangkit listrik tenaga mikrohidro (PLTMH) di Kecamatan Tiris, penanganan lahan kritis, serta pembuatan energi alternatif.

Sebagai daerah yang memiliki anggaran terbesar di Jatim, Kota Surabaya memiliki program yang variatif. Program yang dilakukan pemkot, antara lain, memperbanyak RTH, pengelolaan sampah bersama dengan masyarakat, dan penegakan Peraturan Daerah (Perda) No 7/2002 tentang Ruang Terbuka Hijau. Dengan upaya tersebut, pada OA 2008 ini, Surabaya berhak menyandang predikat pemenang kategori pengelolaan lingkungan hidup (kolom Pro-Otonomi, 26/05/2008).

Kabupaten Trenggalek yang memiliki persentase anggaran terbesar ketiga merupakan pemenang kategori lingkungan hidup pada OA 2007. Pengelolaan lingkungan di kabupaten itu ditekankan pada konservasi wilayah pesisir yang menjadi potesi besar daerah tersebut.

Kota Probolinggo menempati peringkat kelima untuk besarnya persentase anggaran lingkungan hidup, menduduki peringkat kedua kategori lingkungan hidup. Daerah itu juga berinovasi tinggi. Program yang dilakukan dinas kebersihan dan lingkungan hidup (DKLH), antara lain, memperbanyak RTH, hotline kebersihan 24 jam, pengelolaan sampah bersama masyarakat, penyelesaian TPA, serta pendirian dewan pembangunan berkesinambungan.

Kabupaten Tuban sebagai daerah dengan persentase anggaran terendah berada pada peringkat ke-37 kategori lingkungan hidup OA 2008. Dari hasil monev, daerah di pesisir utara Jatim itu minim inovasi. Program yang dilakukan kantor lingkungan hidup, antara lain, pengembangan sistem pengelolaan persampahan dengan anggaran Rp 220 juta dan program Adipura. Kabupaten Sampang yang mengalokasikan persentase anggaran terendah kedua menduduki peringkat ke-35 kategori lingkungan hidup OA 2008. (mk/e-mail: hnovitasari@jpip.or.id)


Jawa Pos [Senin, 13 Oktober 2008]

FOTO: "Hutan" dan salah satu sumber air yang selama ini masih selalu mengalir pun di musim kemarau panjang, di Desa Cakul, Kecamatan DOngko, Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur [bon]

1 tanggapan:

DERITA KAUM BURUH



Melambung nya harga kebutuhan pokok menjelang ramadhan, membuat nasib buruh semakin kelimpungan. Gaji Rp.800.000-Rp.900.000 per bulan (rata-rata UMK Surabaya) hanya cukup untuk kebutuhan berbuka puasa dan makan sahur. Bayangkan bila buruh sudah berkeluarga dan memiliki anak, Untuk kebutuhan makan sehari-hari aja pas-pasan, belum lagi untuk kebutuhan anak, istri saat lebaran. Semua harga kebutuhan pokok naik hampir 50%, Betapa menderitanya nasib kaum buruh.

**********

Meminta kenaikan UMK pada saat-saat ini jelas suatu hal yang mustahil, berdemonstrasi, mogok kerja atau ngeluruk kantor dewan pasti hanya menimbulkan keributan tanpa hasil, atau bisa-bisa malah digebuki Satpol PP.

THR (Tunjangan Hari Raya) yang selama ini menjadi kado hiburan bagi buruh sengaja di kebiri pemerintah. UU No 14/1969 tentang pemberian THR telah di cabut oleh UU No 13/2003 yang tidak mengatur tentang pemberian THR. Undang-undang yang di buat sama sekali tidak memihak kepantingan kaum buruh. Atas dasar Undang-Undang inilah pengusaha selalu berkelit dalam pemberian THR.

Sedangkan UU No 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, lebih memihak kepentingan investor asing dan Bank Dunia. Landasan formal seluruh aturan perundangan ini memperlemah posisi tawar buruh di bidang upah, kepastian kerja tetap, tunjangan dan hak normatif, hilangnya kesempatan kerja, partisipasi demokratis Dewan Pengupahan, dan konflik hubungan industrial. Pada prinsipnya Undang-Undang ini merupakan kepanjangan dari kapitalisme (pengusaha).

Selain masalah gaji rendah, pemberian THR, Undang-Undang yang tidak memihak kepentingan kaum buruh, derita kaum buruh seakan bertambah lengkap kala dihadapan pada standar keselamatan kerja yg buruk. Dari data pada tahun 2001 hingga 2008, di Indonesia rata-rata terjadi 50.000 kecalakaan kerja pertahun. Dari data itu, 440 kecelakaan kerja terjadi tiap hari nya, 7 buruh tewas tiap 24jam, dan 43 lainnya cacat. Standar keselamatan kerja di Indonesia paling buruk di kawasan Asia Tenggara.

Tidak heran jika ada yang menyebut, kaum buruh hanyalah korban dosa terstuktur dari dari kapitalisme global.

“kesejahteraan kaum buruh Indonesia hanyalah impian kosong belaka”