Abdul Rohim Tualeka
Persoalan semakin rumit ketika pemerintah menjadikan industri sebagai lahan mencari keuntungan (pendapatan asli daerah) sehingga industri semakin menunjukkan egonya. Saat ini lapisan ozon telah berada pada titik yang mengkhawatirkan. Wilayah yang paling berdampak adalah kutub utara dan selatan.
Hal ini karena di atas kedua kutub tersebut ( di lapisan ozon ) terjadi reaksi antara ion chlor dan brom dengan ozon. Ion chlor dan brom sendiri dihasilkan dari reaksi antara zat-zat kimia perusak lapisan ozon ( BPO ) dengan sinar ultraviolet.
Akibat paling buruk pada lingkungan adalah terjadinya perubahan suhu secara global. Gunung-gunung es di kutub utara akan mencair mengakibatkan naiknya permukaan air laut, dan secara perlan-lahan hilanglah daratan.
Sejumlah prediksi tentang Indonesia di antaranya kenaikan permukaan air laut akan menggenangi daratan sejauh 50 m dari garis pantai kepulauan Indonesia sepanjang 81.000 km. Lebih dari 405.000 Ha di daratan Indonesia akan tenggelam, artinya ribuan pulau kecil terancam terhapus dari peta.
Radiasi ultraviolet juga akan berpengaruh pada kesehatan manusia. Untuk setiap penipisan satu persen lapisan ozon diperkirakan sebanyak 2 persen radiasi ultraviolet sampai ke permukaan bumi, dan menyebabkan peningkatan kanker kulit sampai 5 persen.
Sekitar 12-15 juta orang di seluruh dunia menderita kebutaan akibat katarak dan diperkirakan makin lama jumlahnya makin meningkat bila kerusakan lapisan ozon tidak cepat ditanggulangi. Ini adalah proses pemusnahan bumi secara cepat, mungkin dalam periode 100 tahun mendatang menurut Stephen R.Covey dalam bukunya The 7 Habbits of Highly Effective People dan ramalan komputer World 3 USA.
Pengendalian BPO
Untuk mengendalikan kerusakan lapisan ozon yang diperlukan saat ini adalah peran serta semua pihak, baik pemerintah, industri maupun masyarakat. Namun, saat ini, sulit mengharapkan industri untuk tidak memproduksi bahan perusak lapisan ozon (BPO) seperti CFC, halotan, metil bromida. Karena, kecenderungan industri mengejar keuntungan demi kelangsungan hidup perusahaan dan karyawannya.
Contoh industri-industri besar di Amerika Serikat seperti Exxon, melobi pemerintah Amerika Serikat agar menolak Protokol Kyoto yang mengatur penurunan konsentrasi gas-gas rumah kaca (termasuk freon) di atmosfer yang menyebabkan perubahan iklim. Dan efeknya, pemerintah AS menolak Protokol Kyoto.
Di Indonesia? Kita sering melihat “main mata” antara pemerintah dan industri. Ada beberapa industri di Jawa Timur yang terus menerus diprotes masyarakat sekitar namun mendapat penghargaan label hijau, sebagai industri yang ramah lingkungan dari pemerintah.
Kita juga bisa mengamati, sudah berbagai peraturan yang dikeluarkan pemerintah, mulai kewajiban bagi industri membuat dokumen AMDAL, UKL-UPL, program langit biru, Prokasih, namun kenyataannya tingkat pencemaran lingkungan semakin tinggi, masih ada industri yang bebas menjual bahan ( BPO ).
Persoalan semakin rumit ketika pemerintah menjadikan industri sebagai lahan mencari keuntungan (pendapatan asli daerah) sehingga industri semakin menunjukkan egonya. Banyak limbah industri dibiarkan begitu saja oleh pemerintah, banyak produk freon dan sejenisnya dijual begitu saja walaupun sudah berulangkali diprotes masyarakat.
Untuk melindungi industri pemerintah sering membuat kebijakan yang mereka sebutkan sebagai “ramah lingkungan” namun salah arah karena tidak menyentuh akar persoalan lingkungan.
Program Insentif
Program insentif adalah memberikan penghargaan kepada industri pembuat freon. Penghargaan yang diberikan berupa sertifikat ISO atau pun penghargaan lingkungan hijau, yang memberikan gelar bahwa industri tersebut telah mensubstitusi produk freon dengan produk lain yang tidak merusak lapisan ozon.
Terdapat beberapa lembaga, seperti Sucofindo yang memberikan sertifikat ISO kepada industri yang ramah lingkungan. Sertifikat diberikan setelah dilakukan proses peninjauan dan telaahan serta evaluasi terhadap industri tersebut berdasarkan komponen-komponen ISO.
LSM juga bisa memberikan penghargaan kepada industri. Walhi Jawa Timur misalnya beberapa kali memberikan penilaian terhadap industri di Jawa Timur. Klub Tunas Hijau dari Surabaya setiap tahun memberikan penghargaan kepada industri-industri di Jawa Timur. Dengan program insentif tersebut akan menjadi referensi bagi masyarakat tentang industri-industri mana yang produknya ramah terhadap lapisan ozon. Juga industri yang produknya layak dibeli.
Program Disinsentif
Program disinsentif adalah perilaku menolak produk yang tidak ramah terhadap lapisan ozon. Upaya ini dilakukan oleh masyarakat, antara lain dengan :
Pertama, bagi konsumen diharapkan membeli produk, misalnya aerosol dalam kaleng, lemari es, pemadam kebakaran, dan lain-lain yang berlabel ozone friendly atau Free CFC. Label tersebut menunjukkan produk-produk tersebut tidak mengandung BPO seperti CFC atau halon.
Kedua, bagi pemilik rumah, diharapkan menjadwalkan penggantian bahan pendingin lemari es dan perabot rumah tangga lainnya yang masih menggunakan bahan pendingin CFC dan HCFC dengan non-CFC.
Ketiga, bagi petani, mempertimbangkan mengganti bahan pestisida yang merusak ozon ini dengan bahan yang efektif dan aman. Keempat, bagi teknisi, memperbaiki peralatan rumah tangga seperti kulkas atau AC, meyakinkan bahwa bahan pendingin dari AC, lemari pendingin, atau freezer tersebut tidak ”bocor” atau terlepas ke atmosfer. Dan membantu memulai mengganti bahan pendingin dengan yang non-CFC .
Kelima, bagi pegawai kantor, mengidentifikasi peralatan dan produk yang dibeli, busa untuk bantalan alas duduk, larutan untuk mengoreksi tulisan di kertas, dan lain-lain yang menggunakan BPO, membuat rencana untuk mengganti alat atau bahan tersebut dengan bahan alternatif yang tidak merugikan.
Keenam, bagi guru, menginformasikan kepada murid-murid pentingnya melindungi lapisan ozon. Mengajari murid bahaya pengaruh bahan perusak ozon terhadap atmosfer, kesehatan, langkah-langkah yang dilakukan secara nasional, maupun dunia internasional untuk memecahkan masalah ini. Ketujuh, bagi wartawan, secara intensif menginformasikan dampak-dampak kerusakan lingkungan, menyadarkan masyarakat terhadap bencana akibat perilaku yang tidak ramah ozon dan ikut mengawasi pelaksanaan bebas ozon yang dimulai sejak tahun 2008 ( Uptlin, 2008 ).
Dengan kegiatan pemberian insentif dan disinsentif seperti di atas maka industri akhirnya akan tahu diri dan berupaya mencari substitusi pengganti BPO. Berarti, masyarakat telah berpartisipasi aktif dalam pengendalian kerusakan lapisan ozon. Dan, ikut membantu mencegah kecepatan kepunahan kehidupan di bumi.
Abdul Rohim Tualeka
Konsultan AMDAL, Pengajar Toksikologi Industri dan Pengolahan Limbah Industri di FKM Unair
SURYA [Wednesday, 24 September 2008 ]
One Billion Raising
-
Minggu, 17 Februari 2019
Setiap 14 Februari banyak muda-mudi merayakan Valentine di penjuru dunia.
Di hari yang sama pula segenap elemen masyarakat turun k...
0 tanggapan:
Posting Komentar