D E A

Oleh: Geppy Heny Setyowati

(Permintaan dari seorang teman yang menginginkan kisah nyata Dea ini di tuliskan dalam bentuk tulisan)


Semua yang pernah memasuki tempat penampungan sudah pasti bisa memahami apa yang terjadi disana. Hidup dalam kurungan seakan berada dalam penjara. Sebenarnya banyak juga teman disana. Tetapi aku merasa begitu sulit beradaptasi dengan lingkuan baruku. Aku lebih senang melakukan segala sesuatu sendiri.


Hari pertama aku ditempatkan di ruang Mulyosari- Surabaya. Konon kabarnya tempat itu bekas puskesmas yang melayani warga 24 jam. Di kamar tiga aku mendapat tempat tidur atas. Ku kira kejadian ini pertama kali aku alami dengan nyata. Setelah selesai mandi dan makan sore. Aku langsung masuk kedalam tempat tidurku. Tepat jam 22.00 sudah diharuskan tidur semua. Tetapi aku tidak bisa tidur karena mendengar suara tangisan balita yang tidak berhenti mulai aku merebahkan badanku. Lalu aku bergumam sendiri mengatakan siapa yang mempunyai bayi sudah malam begini dibiarkan menangis tanpa henti.

Beberapa saat tangisan bayi itu mereda, selang kemudian terdengar lagi semakin keras. Lalu aku berkata kalau boleh aku menghentikan tangisan bayi itu aku ingin bayi itu tidur disampingku. Setelah selesai aku berkata demikian tiba-tiba teman-teman satu kamarku yang ada 4 orang tidur dibawah pada lari keluar kamar. Aku hanya melihat mereka dengan kebingunggan. Kenapa kok tiba-tiba mereka lari.

Aku tidak menghiraukan mereka dan aku mulai merebahkan diri melanjutkan tidurku yang sempat terganggu tangisan bayi. Setelah hampir tertidur aku merasakan ranjang yang aku tiduri tiba-tiba bergetar hebat. Perasaanku berkata mungkin teman yang tadi pergi berlari keluar kembali menempati ranjangku. Goncangan ranjang begitu kuat aku rasakan, karena tergolong murid baru aku tidak berani bersuara. Hanya diam saja membisu. Dan seketika aku merasakan benda yang amat berat jatuh berada di sampingku. Dan aku masih mengira kalau itu tubuh temanku yang tidak kebagian tempat tidur.

Aku mencium bau wangi yang sangat menyengat, lagi-lagi aku tidak berani berkomentar banyak terhadap semua teman baruku. Semuannya aku sembungyikan dalam hati. Tetapi teman ini keterlaluan dia mebenturkan aku sampai terjepit ke bibir tempat tidur dan seakan ranjang itu hanya dia sendiri yang meniduri. Dengan sedikit mendongkol aku berusaha menyikut dia dan bilang minta tempatnya sedikit. Tetapi aku merasakan sikutku seperti membentur benda yang amat keras dan kasar. Malam itu pun akhirnya aku bisa tidur dengan tenang walau terkadang tercium bau bangkai tikus atau kodok mungkin.

Pagi hari setelah aku melakukan sholat subuh aku beranjak ke ranjangku lagi. Dari pintu aku melihat sosok wajah ayu yang beranjak naik ke ranjangku. Aku berkenalan dengannya dia menyebukan namanya Dea. Asal Madiun pernah menikahi orang Manado dan mendapatkan seorang anak perempuan bernama Dea. Jadi dia memakai nama anaknya sebagai panggilan kesayangan menurutnya.

Karena pagi itu Sutikno sedang piket jadi dia melihatku dengan keherana kenapa kok aku bicara sendirian. Saat aku melihat kearah Dea, dia hanya memberi isyarat aku untuk diam saja. Lalu Sutikno bilang kenapa ya aku kok tiba-tiba jadi merinding begini lalu Sutikno pergi meninggalkan aku berdua dengan Dea. Pagi hari kegiatan rutinnya senam pagi. Tapi aku tidak melihat dea ikut senam hari ini. Maklum baru dapet teman baru jadi perhatian.

Aku bertemu dengan Dea lagi pas pada saat pelajaran awal dimulai. Dea mengambil tempat duduk di sampingku. Dan aku pun dengan tenang memberikan tempat di sampingku. Hanya sunggingan senyumku yang mengisyaratkan Dea boleh duduk sebangku denganku. Saat pelajaran di mulai aku memang jarang sekali ngobrol dengannya. Hingga waktu pelajaran usai yang ditandai dengan istirahat siang. Saat makan siang aku masih belum mendapatkan teman baru. Pasalnya mereka telam membentuk grub sendiri-sendiri. Jadinya aku canggung untuk ikut bergabung bersama mereka. Dan pandanganku mulai mencari dimana Dea berada. Dengan wajah yang terus menyunging senyum pucat dia menghampiriku dan menemaniku makan siang. Saat aku bertanya apa sudah makan dia menjawab kalau barusan selesai makan. Lalu aku menimpali kapan makan siang aku kok tidak melihat Deanya makan. Lalu Dea bilang tadi waktu aku sholat dhuhur Dea sudah ambil piring.

Datang seorang kawan yang tidak aku kenal bilang “makan jangan sambil ngomong sendiri”, aku hanya tanggapi dengan senyum. Saat pelajaran pertama hingga usai aku jarang sekali berkomunikasi dengan Dea. Begitu pun Dea seakan mengeti peraturan yang melarang berbicara saat pelajaran berlangsung. Akhirnya malam kedua pun aku alami.

Malam itu Dea langsung menyusulku naik ke atas tempat tidur. Lalu aku bilang hai jangan tidur di sini? Gak boleh tidur berdua nanti kalau ketahuan Pembina bisa dihukum. Lalu Dea bilang tidak ada tempat untuk tidur semua ruangan penuh. Yah akhirnya aku perbolehkan Dea tidur seranjang denganku. Saat hendak tidur Dea bertanya? “kamu kalau tidur biasanya berdo’a tidak” aku jawab yang harus. Langsung saat itu dia bangun dari ranjang. Aku tanya kamu mau pergi kemana? Katanya mau tidur bareng jawabku. Dea bilang kamu berdo’a saja dulu aku matu kebelakang bentar. Karena ku kira Dea akan ambil air wudhu sebelum tidur jadi aku langusng aja berdo’a. Setelah beberapa saat menunggu, Dea kembali lagi. Dan bertanya sudah do’a belum? Aku jawab sudah. Lalu dia naik ke atas pembaringan dan aku mulai tidur dengan badan aku miringkan menghadap tembok.

Entah jam berapa aku tidak tahu karena kamar didalam lampunya di matikan jadi aku tidak bisa melihat jam. Apa lagi aku lupa gak bawa jam tanganku yang tertinggal di meja belajar. Saat itu hidungku mencium bau bangkai yang sangat menyengat. Dan antara sadar dan tidak aku seperti tidur bersama pocong. Karena tidak ingin berpikiran macam-macam akhirnya aku peluk sekalian tubuh pocong dengan posisi tangan mendekap tubuh pocong dan kaki aku tindihkan ke tubuh pocong itu. Lalu aku sembungikan wajahku tepat di sisi tubuh pocong dengan perasaan takut dalam hati membaca bacaan ayat kursi yang pada akhir bacaan “wa laa ya’uuduhuu hifzhuhumaa wa huwal aliyyul azhiim” insyaAllah yang artinya “dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar”. Ku ulang berkali-kali. Sampai aku tertidur dan tenang kembali. Setelah itu aku lepaskan dekapanku. Setelah tersadar entah jam berapa ranjangku jadi longgar karena aku tidak melihat Dea tidur di sisiku. Dalam hati berpikir mungkin dia sudah bangun.

Wuah panjang sekali kalau diceritakan saat aku berteman dengan Dea. Yang ternyata menurut ustadku sosok Dea ini ternyata Jin yang sudah lama menempati bangunan Mulyosari. Kukira Dea adalah sesosok jin muslim karena dia juga sholat 5 waktu dan terkadang juga bersama-sama denganku menjalankan sholat qiaumul lail sholat tengah malam yang biasa di sebut sholat tahajud. Menjalankan puasa senin-kamis dan juga puasa Ramadan. Karena sifat jin yang kadang usil juga, pernah aku dikenalkan dengan beberapa teman-temannya. Sering aku di panggil ke ruang pembina yang menanyakan pada jam pelajarannya aku tidak ada ditempat. Padahal aku tidak penah absen mengikuti pelajarannya. Dan saat ujianpun aku bisa menyelesaikan dengan baik.

Sempat juga aku menjanani tes terapi yang disebabkan ulah Dea ini yang sering mengajak aku ngobrol bersama. Karena banyak siswa lain sering melihat aku bercakap-cakap seorang diri. Lebih parah lagi ada yang menyangka aku mempunyai kapribadian ganda. Bahkan, dibilang stres, gila dan aneh-aneh.*

0 tanggapan: