TKI Kini Tidak Perlu Berjongkok

Oleh Djoko Susilo *

Ada "rules of the game" tak tertulis yang cukup dipahami dengan baik oleh para Indonesian expatriates, khususnya para TKI (tenaga kerja Indonesia) yang tinggal dan bekerja di Malaysia: "Jangan pergi ke KBRI jika tidak kepepet oleh urusan." Bertahun-tahun lamanya kantor wakil pemerintah RI di Jl Tun Razak, yang merupakan salah satu jalan utama di Kuala Lumpur, menjadi tempat menakutkan bagi TKI



"Dulu, kita harus antre berjam-jam hanya untuk bisa masuk KBRI. Bukan itu saja, pelayanannya sangat buruk. Sebab, mulai satpam, petugas loket, apalagi diplomatnya berwajah sangar, minimum bermuka masam dalam melayani kita," kata Haryadhi, seorang doktor fisika lulusan Essex University yang bekerja sebagai periset di Telkom Malaysia Sdn.Bhd.

Menurut dosen UAD yang sudah bekerja di Kuala Lumpur selama lebih dari tiga tahun itu, TKI-TKI yang antre pun sering dipaksa duduk berjongkok layaknya rakyat jajahan menghadapi tuan ambtenaar di zaman kolonial.

Mereka harus datang semalam sebelumnya dengan antrean mengular di trotoar di depan KBRI sehingga sering menimbulkan macet, kotor, dan kerusakan taman milik Dewan Kota Kuala Lumpur yang tidak jauh dari KBRI. Dewan Kota Kuala Lumpur pernah mengirimkan protes ke KBRI.

''Saya tidak sempat mengalami nasib seperti TKI lainnya karena punya kenalan orang dalam meski pernah kena bentakan satpam yang galak. Hanya, setelah menyebutkan bahwa saya ini kenalan seorang pejabat kedutaan dan ada urusan penting, satpam berhenti menghardik meski juga tidak minta maaf," kata Haryadhi

Suatu ketika saya tanyakan kepada dubes (saat itu) KPH Rusdihardjo tentang potret pelayanan di KBRI Malaysia. Beliau menjawab tengah mengadakan penertiban. Saat itu memang ada anggota Brimob yang berjaga di depan KBRI.

Mereka saya tugaskan menjaga ketertiban dan keamanan, khususnya memberantas calo,'' tegas Rusdihardjo dalam rapat denga anggota Komisi I DPR. Memang, urusan calo inilah yang dulu memperkeruh dan memperburuk pelayanan KBRI Kuala Lumpur kepada masyarakat Indonesia.

Berubah

Tetapi kini pelayanan di KBRI Malaysia sudah berubah. ''Saya dulu harus membayar 800 ringgit untuk mendapatkan paspor baru dengan waktu penyelesaian 40 hari, sekarang cukup 22 ringgit dan hanya menunggu tiga jam sudah selesai, ya jelas saya sangat senang," tutur seorang TKI yang saya temui seusai mengurus paspor.

Sekarang TKI di Malaysia bukan saja kini tidak perlu lagi berjongkok jika berurusan dengan KBRI, tetapi juga mendapatkan perlayanan kelas satu. Pertama, tarif yang jauh lebih murah dan jelas tertera di papan pengumuman. Kedua, pelayanan yang cepat dan ramah. Ketiga, ruang tunggu yang nyaman.

Jika dulu para TKI harus antre berpanas-panas di Jalan Tun Razak, sekarang mereka bisa menunggu proses penyelesaian dokumennya di ruang luas ber-AC. Jika lapar, mereka pun bisa menikmati makanan yang sehat di kantin yang bagus. Bila mereka mau salat dan buang hajat juga tersedia fasilitas yang bagus dan memadai. "Pokoknya hebat dan jauh berbeda dengan dulu," kata Ahmad, seorang mahasiswa di Universiti Kebangsaan Malaysia yang sempat ketemu saya sambil makan roti canai.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang berkunjung ke KBRI pada 29 Mei 2007 pernah menyampaikan rasa prihatinnya dengan kondisi pelayanan di KBRI tersebut. Saat itu presiden langsung memberikan arahan kepada para pejabat yang intinya, wajib hukumnya untuk memberikan perlindungan, pelayanan dan kemudahan bagi para TKI. Ditegaskan pula, pelayanan kepada warga Indonesia harus lebih baik, cepat, murah, dan mudah.

Perintah itu langsung diterjemahkan dalam tindakan nyata oleh jajaran KBRI Kuala Lumpur dengan komandan DCM (Deputy Chief of Mission) atau wakil Dubes Tatang B. Razak.

Langkah pertama yang ditempuhnya ialah membentuk satgas pelayanan dan perlindungan WNI dalam rangka membentuk pelayanan terpadu. Yakni, mengatur alur pelayanan satu pintu dengan nomor antrean yang disalurkan sesuai kepentingannya.

Tatang juga membenahi sistem kerja petugas dengan membakukan tugas yang bersifat saling mengisi. Untuk itu, direkrut petugas yang bisa melaksanakan tugas dengan baik. Tidak ada KKN dalam rekrutmen pegawai tersebut, semuanya diawasi oleh tim KBRI dan Deplu. Sebanyak 137 petugas kini melayani warga masyarakat di Kuala Lumpur, naik dari 108 sebelumnya.

Tatang dan anak buahnya juga mengembangkan "corporate culture" baru. Di antaranya, selalu tersenyum dan ramah melayani warga masyarakat. Mereka yang bermuka sangar dan tidak bisa senyum langsung dicopot.

"Lha senyum itu kan ibadah. Kalau petugas tidak bisa tersenyum, ya memang harus minggir. Saya mendukung tindakan pimpinan KBRI," tegas Haryadhi yang Januari nanti pindah kerja sebagai periset di University of Texas, San Antonio.

Atas keberhasilannya merombak pelayanan kepada warga masyarakat, rakor para kepala perwakilan RI di Jakarta beberapa waktu lalu menobatkan KBRI Kuala Lumpur sebagai layanan terbaik yang layak ditiru oleh kantor perwakilan pemerintah lainnya. Bahkan, presiden belum lama ini memberikan Piala Citra sebagai penghargaan pemerintah atas keberhasilan KBRI memperbaiki pelayanan kepada masyarakat.

*. Djoko Susilo, anggota Komisi I DPR

Jawa Pos, [Senin, 08 Desember 2008]

0 tanggapan: