Aliansi BMI Hong Kong Desak Cabut UUPPTKILN No. 39/2004


Berbagai upaya terus dilakukan oleh seluruh pihak untuk meperbaiki nasib buruh migran Indonesia di luar negri. Salah satunya tentang Undang-undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negri. Menurut rencana, UU ini diamandemen dan sebuah tim kajian amandemen yang terdiri dari APJATI dan DEPNAKERTRANS telah dibentuk.


Dalam wawancaranya di salah satu media massa (Bisnis Indonesia, Rabu, 08/10/2008), Ketua Umum APJATI, Nurfaizi, mengatakan bahwa revisi ini diperlukan agar pengiriman Buruh Migran Indonesia (BMI) sebanyak 1-2 juta orang per tahun dapat tercapai disamping untuk mencapai target devisa bagi pemerintah sebesar Rp 152 triliun.

Aliansi BMI Hong Kong Cabut UU PPTKILN (gabungan berbagai organisasi BMI di Hong Kong) melontarkan pernyataan sikap, diantaranya dikirimkan kepada Intermezo, bahwa amandemen UU tersebut adalah berkah bagi Pengerah Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI), karena selama ini jumlah pengiriman BMI ke luar negeri masih dibatasi oleh UU No 39 Tahun 2004, melalui berbagai macam persyaratan. Dan hal ini berarti berkurangnya jumlah keuntungan yang didapatkan dari ’’perdagangan (legal) manusia”. Inilah dasar persetujuan APJATI yang merupakan asosiasi PJTKI terhadap rencana amandemen UU No. 39 tahun 2004.

Selain itu, bagi Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Indonesia, amandemen UU No 39/2004 adalah salah satu usaha untuk menutupi kegagalan kinerjanya dalam menyediakan lapangan pekerjaan yang diamanatkan oleh UUD 45, sementara untuk pemerintahan Indonesia upaya amandemen ini adalah untuk memenuhi target devisa sebesar Rp 152 triliun guna pembayaran hutang luar negri.

Hutang luar negeri yang dilakukan oleh Orde Baru dan telah menimpuk rakyat Indonesia dengan beban hutang luar negri yang akut, hutang yang selama ini hanya dipergunakan untuk menopang bisnis para pengusaha dan pejabat korup, bukan kesejahteraan rakyat.

Berkaitan dengan hal tersebut Aliansi BMI Hong Kong Cabut UU PPTKILN menuntut beberapa hal antara lain: Cabut UU No 39 Tahun 2004 Tentang PPTKILN dan ganti dengan UU yang melindungi dan pro BMI; Segera meratifikasi Konvensi PBB Tahun 1990 Tentang Perlindungan Hak Buruh Migran dan Seluruh Anggota Keluarganya; Melibatkan organisasi buruh migran Indonesia dalam pembuatan kebijakan tentang buruh migran Indonesia.

’’Guna memberikan tekanan kepada pemerintah Indonesia untuk mencabut UU PPTKILN, kami telah membentuk alinsi Aliansi BMI Hong Kong Cabut UU PPTKILN. Dimana beberapa upaya yang telah kami lakukan adalah melakukan aksi demo di KJRI Hong Kong agar UU tersebut dicabut, sekaligus melibatkan para BMI sebagai pelaku dari UU tersebut agar didengar hak-haknya. Mengingat bila terus mengupayakan pengiriman Tenaga Kerja Indonesia ke luar negeri, namun tidak disertai dengan perlindungan yang layak, itu adalah sia-sia,’’ papar Rusemi, juru bicara Aliansi BMI Hong Kong Cabut UU PTKILN kepada Intermezo. Aksi tersebut dilakukan secara berturut-turut, yaitu 14, 18, dan 21 Desember 2008.

Sementara itu Persatuan BMI Tolak Overcharging (PILAR) melakukan aksi turun jalan pada Minggu 14 Desember 2008 dengan tuntutan, terhadap Pemerintah RI: Cabut UU No. 39/2004 dan Segera Rativikasi Konvesi PBB Tahun 1990, Hapus Biaya Training! Tetapkan Satu Bulan Gaji Sebagai Biaya Penempatan, Bubarkan Terminal Khusus TKI di Jakarta, Berikan Pelayanan Penuh Bagi BMI di Hari Minggu.

Dan menuntut Pemerintah Hong Kong: Cabut Aturan 2 Minggu Visa (2 weeks rule), Hapus Pajak Selamanya, Naikan Gaji Buruh Migran.

Dalam siaran pers-nya yang juga diterima Intermezo, terkait UU PTKILN, PILAR mengungkapkan bahwa UU No. 39 bukan UU perlindungan bagi BMI, tapi perlindungan bagi kepentingan negara dan PJTKI/PPTKIS.[rio/foto DOK: PILAR]
>>>tabloid Intermezo, HK

0 tanggapan: