2009 AKU HARUS DEWASA


Tahun baru kali aku bermaksud merayakannya dengan temanku yang dari Singapura sebut saja namanya Biyan. Tgl 30 kemarin dia sudah info ke aku bahwa tgl 31 dia tiba di Hkg sore sekitar jam 5 an, aku tawarkan apa perlu di jemput dia bilang gak usah karena dia bilang barengan sama saudaranya. Aku coba percaya meski aku yakin dalam hatiku sangat dan sangat ragu, aku juga yakin mungkin dia punya rencana lain tapi apa peduliku???

Tgl 31 aku masih kerja seperti biasa ku lihat jam sudah menunjukkan angka 4 sore, harusnya Biyan sudah tiba tapi ternyata harapan itu sia-sia. Tak ada dering telpon dari Biyan, ada apa dengannya? apa duagaanku benar? dia ada yang jemput? tapi terus terang aku kecewa sekali sama dia. Setidaknya dia telpon untuk mengabarkan sudah sampai atau pesawatnya di tunda, biar aku gak kwatir gini. Hingga aku sampe mikir yang horor-horor jangan-jangan pesawatnya jatuh di laut , tapi yang mengganggu pikiranku bukan itu melainkan pasti dia nyasar sama cewek .

Aku udah nahan-nahan hatiku supaya gak marah, untung ada sahabatku Cico yang selalu menghiburku dan menenangkan aku. Cico bilang pokoknya nanti jam 7 harus udah sampe rumahnya karena teman yang lain udah datang, tinggal nunggu aku sama Biyan. Aku bilang sama Cico iya kalo jam 7 dia gak datang juga aku berangkat sendiri, akhirnya jam 7 kurang aku berangkat. Waktu antri di trem telponku berdering ternyata Biyan dia bilang nyasar sekarang ada di MC.Donald dekat rumahku. Ya ampun ku tahan suaraku untuk tidak marah, dia minta aku nemui dia di situ dia bilang dia sama sodaranya. Ok aku bisa terima gimanapun aku harus ingat nasehat Fai sahabatku yang selalu memantau masalahku.Tapi pas ketemu dia deg deg dadaku merasa ada yang ngganjal (bukan batu tapi kok sakit ya?) ohh Tuhan tabahkan hatiku, aku tidak mau perasaan ini menyiksaku perasaan yang tidak pernah aku mengerti.Aku ingin melupakan semuanya, semua kenangan bersamanya selama ini lalu aku berdoa dalam hati "ika kamu harus bisa". Akhirnya aku kenalan juga sama cewek yang kata Biyan sodaranya dan tak lupa aku kasih kalender Indonaker, misiku kerja itu dalam benakku saat ini.Setelah itu cewek itu pulang tapi sebelumnya dia mampir ke kantorku tau gak dia bawain apa buat Biyan? hahahhhaha ada sayur lodeh, dadar guling eeee bukan dadar jagung yang super pedas (kata orang kalo suka pedas biasanya doyan banget sex wiiikkk ngeri) jangan-jangan mereka ahhh biarin apa urusanku.

Cico udah telpon bolak balik bilang kalo masakannya udah dingin, dia udah marah kayae tapi aku bilang sabar aja dulu.Eeeeee aneh nya ya Biyan sama si cewek itu kok romantis ya (gosip sip) bukan gitu masalahnya waktu mau pisahan Biyan mau cium gitu aduhhhh deg deg lagi asemm ku palingkan mukaku untuk tidak melihatnya. Aku dan Biyan berangkat ke rumah Cico, anehnya perasaanku udah gak kaya dulu sama Biyan. Aku jadi ada rasa gak suka sama kelakuannya, dan sepertinya aku juga agak gak peduli lagi. Karena dia pun juga gak nerima kepedulianku sama dia, jadi biar dia mau gini gitu aku gak akan larang atau komentar kaya dulu.

Ahhh apakah ini rasa dewasaku? menginjak taon 2009 meski aku rayakan tanpa suami, tapi toh suamiku tersayang nelpon mulu pada saat detik2 penghabisan tahun. Aku, Biyan, Cico dan Atun merayakannya di Wancai di sana ada kembang api kami ambil foto sebanyak-banyaknya. Setelah itu kami pulang sendiri-sendiri Biyan langsung ke hotelnya aku dan Atun pulang ke kantor. Aku tidak bisa tidur pikiranku melayang-layang kok bisa sih Biyan kaya gitu, bahkan hari ini dia pergi ke Macau sama cewek itu wiiiikkk pikiranku ngeres deh jadinya. Tapi sudahlah aku gak mau berlarut-larut memikirkan dia, dia hanya teman dan gak lebih, jadi apapun yang dia buat aku gak boleh peduli. Aku harus cuek, dan masa bodoh ( meski ini bukan sifatku), tapi semoga Tuhan menjaganya jangan sampai dia salah jalan akhirnya nyasar gak tentu arah. Tuhan lindungi dia karena aku sudah tidak berani menjaganya meski aku sangat sayang padanya, biarlah rasa ini hanya Engkau yang tau.

By : Ika | 01 January 2009 |

Muslim Miskin Muslim Kaya


Terdengar teriakan mengaduh kesakitan, juga tangis bocah kehilangan emaknya. Suhu udara terasa belipat dua sampai tiga kali atau lebih. Peluh tak terkira lagi jatuhnya, sekujur ubuh tentulah basah keringat. Belum lagi tenggorokan yang kering kerontang sedang ludahpun tak ada untuk di telan, perut juga mengaduh protes minta di isi, sedangkan barang gratis yang di tunggu-tunggu tak juga muncul karena belum waktunya.


Dari belakang dorongan dan desakan semakin kuatnya, sedang di barisan terdepan terhadang pagar ataupun tembok. Mentok, mereka tak bisa bergerak maju lagi, jatuh dan akhirnya terinjak-injak. Oksigen yang biasanya tersedia lebih dari cukup untuk dihirup secara normal hari itu rasanya teramat kurang. Dada-dada miskin itu tak mampu lagi mengirup udara secara wajar. Sekarat, kepala-kepala pening dan napas satu dua segera susul menyusul ada. Hari itu kiamatkah?

Prihatin, demikian yang ada di hati ini. Masih terbayang tragedi zakat di pasuruan, 21 satu nyawa wanita melayang demi RP.20.000,- Kemudian Idhul Adha kali ini, hal yang sama sudah barang tentu terjadi.

Memang tak sampai ditemukan mayat pada waktu pembagian daging korban ini, hanya mayat sapi atau kerbau atau kambing yang ada, tetapi kericuhan saat pembagian daging kurban adalah fenomena yang memprihatinkan. Sedemikian miskinkah Indonesia sehingga demi 20 ribu atau seiris daging saja orang-orang tua rela berdesak-desakan mengorbankan diri dan anaknya?

Tapi, eitz!! Tunggu dulu!! Gambaran di atas itu adalah tentang muslim miskin di Indonesia. Yang kesulitan menanak nasi di setiap harinya, yang jarang menjumpai daging di meja makannya. Yang menjadi buruh atau pesuruh juga termasuk babu di dalamnya (lhah, cuma masakke bendarane thok iki).

200 ribu lebih muslim lainnya kaya!! Mereka tidak perlu lagi berdesak-desakan berebut zakat. Mereka tak perlu menunggu Idhul Adha untuk bisa makan daging. Mereka mempunyai puluhan hingga (mungkin) ratusan juta rupiah untuk di habiskan. Mungkin itulah yang berhasil menutup fakta bahwa masih banyak kere di Indonesia, hingga dengan lantangnya sang Presiden di depan rapat paripurna mengumumkan bahwa angka kemiskinan telah menurun. Bah!!

200 ribu lebih muslim kaya tersebut menunaikan ibadah haji, sebuah ibadah yang merupakan kewajiban bagi yang mampu. Bahkan tak jarang ada yang melakukannya berkali-kali. Sebagian pulang sebagai sebenar-benarnya haji sebagian lagi pulang sebagai pengerutu dan pengumpat.

Ternyata keahlian untuk menggerutu atau mengumpat tidak hanya di miliki oleh muslim miskin saja ya? [selengkapnya di … sini]

Hardjono WS Sakit


Penulis asal Desa Jatidukuh, Kec. Gondang, Kab. Mojokerto, Jawa Timur, Hardjono Wiryosoetrisno, atau yang lebih populer dengan nama Hardjono WS, terlihat mulai bisa bereaksi saat dibesuk rekan-rekannya, seniman dari Bengkel Muda Surabaya, Senin (29/12).


Sudah sepekan ini dia dirawat di Ruang Mataram 10 RSUD Prof. Sukandar, Mojosari, Kab. Mojokerto. Kondisinya mulai membaik setelah sebelumnya dilaporkan lumpuh, tidak bisa berbicara dan pandangannya kosong akibat depresi.

Hardjono WS adalah penulis puisi, cerpen, novel dan naskah drama. Atas dedikasinya di antaranya dia pernah mendapat penghargaan dari Lembaga Indonesia-Amerika melalui Dewan Kesenian Jakarta serta Direktorat Pengembangan Kesenian dan Kebudayaan di Jakarta. [Abdul Malik, FOTO: Hanif Nashrullah]

Sumber: Kompas

Aliansi BMI Hong Kong Desak Cabut UUPPTKILN No. 39/2004


Berbagai upaya terus dilakukan oleh seluruh pihak untuk meperbaiki nasib buruh migran Indonesia di luar negri. Salah satunya tentang Undang-undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negri. Menurut rencana, UU ini diamandemen dan sebuah tim kajian amandemen yang terdiri dari APJATI dan DEPNAKERTRANS telah dibentuk.


Dalam wawancaranya di salah satu media massa (Bisnis Indonesia, Rabu, 08/10/2008), Ketua Umum APJATI, Nurfaizi, mengatakan bahwa revisi ini diperlukan agar pengiriman Buruh Migran Indonesia (BMI) sebanyak 1-2 juta orang per tahun dapat tercapai disamping untuk mencapai target devisa bagi pemerintah sebesar Rp 152 triliun.

Aliansi BMI Hong Kong Cabut UU PPTKILN (gabungan berbagai organisasi BMI di Hong Kong) melontarkan pernyataan sikap, diantaranya dikirimkan kepada Intermezo, bahwa amandemen UU tersebut adalah berkah bagi Pengerah Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI), karena selama ini jumlah pengiriman BMI ke luar negeri masih dibatasi oleh UU No 39 Tahun 2004, melalui berbagai macam persyaratan. Dan hal ini berarti berkurangnya jumlah keuntungan yang didapatkan dari ’’perdagangan (legal) manusia”. Inilah dasar persetujuan APJATI yang merupakan asosiasi PJTKI terhadap rencana amandemen UU No. 39 tahun 2004.

Selain itu, bagi Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Indonesia, amandemen UU No 39/2004 adalah salah satu usaha untuk menutupi kegagalan kinerjanya dalam menyediakan lapangan pekerjaan yang diamanatkan oleh UUD 45, sementara untuk pemerintahan Indonesia upaya amandemen ini adalah untuk memenuhi target devisa sebesar Rp 152 triliun guna pembayaran hutang luar negri.

Hutang luar negeri yang dilakukan oleh Orde Baru dan telah menimpuk rakyat Indonesia dengan beban hutang luar negri yang akut, hutang yang selama ini hanya dipergunakan untuk menopang bisnis para pengusaha dan pejabat korup, bukan kesejahteraan rakyat.

Berkaitan dengan hal tersebut Aliansi BMI Hong Kong Cabut UU PPTKILN menuntut beberapa hal antara lain: Cabut UU No 39 Tahun 2004 Tentang PPTKILN dan ganti dengan UU yang melindungi dan pro BMI; Segera meratifikasi Konvensi PBB Tahun 1990 Tentang Perlindungan Hak Buruh Migran dan Seluruh Anggota Keluarganya; Melibatkan organisasi buruh migran Indonesia dalam pembuatan kebijakan tentang buruh migran Indonesia.

’’Guna memberikan tekanan kepada pemerintah Indonesia untuk mencabut UU PPTKILN, kami telah membentuk alinsi Aliansi BMI Hong Kong Cabut UU PPTKILN. Dimana beberapa upaya yang telah kami lakukan adalah melakukan aksi demo di KJRI Hong Kong agar UU tersebut dicabut, sekaligus melibatkan para BMI sebagai pelaku dari UU tersebut agar didengar hak-haknya. Mengingat bila terus mengupayakan pengiriman Tenaga Kerja Indonesia ke luar negeri, namun tidak disertai dengan perlindungan yang layak, itu adalah sia-sia,’’ papar Rusemi, juru bicara Aliansi BMI Hong Kong Cabut UU PTKILN kepada Intermezo. Aksi tersebut dilakukan secara berturut-turut, yaitu 14, 18, dan 21 Desember 2008.

Sementara itu Persatuan BMI Tolak Overcharging (PILAR) melakukan aksi turun jalan pada Minggu 14 Desember 2008 dengan tuntutan, terhadap Pemerintah RI: Cabut UU No. 39/2004 dan Segera Rativikasi Konvesi PBB Tahun 1990, Hapus Biaya Training! Tetapkan Satu Bulan Gaji Sebagai Biaya Penempatan, Bubarkan Terminal Khusus TKI di Jakarta, Berikan Pelayanan Penuh Bagi BMI di Hari Minggu.

Dan menuntut Pemerintah Hong Kong: Cabut Aturan 2 Minggu Visa (2 weeks rule), Hapus Pajak Selamanya, Naikan Gaji Buruh Migran.

Dalam siaran pers-nya yang juga diterima Intermezo, terkait UU PTKILN, PILAR mengungkapkan bahwa UU No. 39 bukan UU perlindungan bagi BMI, tapi perlindungan bagi kepentingan negara dan PJTKI/PPTKIS.[rio/foto DOK: PILAR]
>>>tabloid Intermezo, HK

SUKA DUKAKU IKUT KASTING SINETRON


Gara-gara kelewat menuruti egoku , yang tergiur tawaran untuk ikut kasting menjadi bintang sinetron, hampir saja aku tertipu seperti teman-teman yang lain. Syukurlah, Tuhan pun akhirnya menyadarkanku, biarpun harus kehilangan uang dan mendapat teror yang memerahkan telinga.


SEBUT SAJA NAMAKU Vera. Awal Juli 2007 lalu, aku berkenalan dengan seorang gadis, panggil saja dia Bunda asal Sulawesi. Kepadaku dia mengaku orang yang berkecimpung dalam dunia intertaiment. Dengan kata-katanya yang manis, ia menawari ku, untuk menjadi bintang sinetron dan bisa langsung syuting di Indonesia.

Berkali-kali ku pertimbangan tawaran Bunda. Sampai pada akhirnya, aku mendaftar daftar juga. Ya, siapa tahu bisa jadi bintang sinetron beneran. Setidaknya, begitulah harapan yang tertanam dalam hatiku. Dan bukan hanya aku, banyak teman yang seprofesi denganku- BMI Hong Kong- tergiur dengan tawaran itu.

Dengan gaji yang ku peroleh tiap bulan, aku berusaha mengangsur biaya pendaftaran yang menurutku lumayan besar nilainya. Angka HK$ 11.000, tentu saja tak mungkin kulunasi sekaligus. Masih menurut Bunda, kalau semua biaya sudah lunas, aku langsung bisa pulang ke Indonesia main sinetron.

Namun, entah mengapa, semakin lama ku mengenal Bunda, menurutku semakin banyak keanehan dan perubahan pada dirinya. Makin dekat dengan Bunda , semakin aku rasakan sesuatu yang tidak beres. Bahkan, perasaanku merasa kian terkekang dengan perlakuan Bunda.

Ketika aku baru membayar angsuran sebesar HK$ 3000, hampir setiap hari, Bunda menagih, mendesak agar aku segera melunasi uang untuk biaya syuting yang jumlahnya HK$ 11.000 tadi. Seolah-olah aku ini orang yang berhutang kepadanya .

Selama ini aku menganggap Bunda sebagai seorang sahabat. Juga orang yang aku hormati. Kupikir ia sosok orang yang berhati lembut, selembut sutera. Namun, tutur katanya yang berwibawa ternyata bukan merupakan cermin untuk menilai apakah hatinya benar-benar seputih salju. Di luar itu, tentu saja aku menganggap dia sebagai pembimbingku. Orang yang selalu memberiku latihan selama di Hong Kong, untuk kasting bila pulang ke Indonesia nanti. Selama beberapa bulan aku selalu bersamanya, mulai dari makan hingga jalan-jalan saat menikmati liburan.

Bahkan, saking akrabnya, ia kemudian memperkenalkan aku pada seorang cowok yang tinggal di Indonesia. Sebut saja namanya DD. Menurut cerita Bunda, DD adalah anak buahnya yang juga ikut kasting di Indonesia.

Namun, sama seperti Bunda, lama kelamaan DD semakin menyebalkan. Ia mulai banyak tingkah. Mulai dari minta kiriman pulsa, hingga minta kiriman uang. Sekali dua kali sih nggak apa-apa. Tetapi kalau keterusan, aku bisa bangkrut.

Suatu hari, karena tak tega dengan rengekan DD, akhirnya kukirim juga HK$ 500 ke rekeningnya. Namun, apa yang terjadi? Ketika uang sudah kukirim, ternyata Bunda menghubungi DD. Dia bilang, uang tersebut bukan kiriman dariku, melainkan kiriman Bunda. Sudah pasti hal ini membuatku sangat berang dan benar-benar hilang kepercayaan pada Bunda.

Perasaan bimbang mulai menghantui perasaanku. Haruskan aku melebur kembali harapan yang sudah kugantung tinggi-tinggi untuk menjadi bintang sinetron? Masih dapat kupercayakah semua janji yang terucap dari Bunda? Sedangkan, masalah kecil saja ia sudah berani berbohong.

Sejujurnya, berbagai khayalan tentang sukses seorang pesinetron sudah menari-nari dalam benak dan otakku. Apakah Bunda benar-benar orang yang bisa menjembatani untuk mewujudkan semua khayalan itu? Ataukah, hanya memikirkan keuntungan untuk dirinya sendiri?

Terkait hasratku untuk menekuni dunia sinetron, tidak lupa aku bercerita, bahkan menyempatkan diri menelpon orang tuaku di Indonesia untuk meminta doa restu. Harapanku, dengan doa restu orang tua keinginanku untuk menjadi bintang sinetron bisa terlaksana. Namun, orang tuaku dengan tegas menolak, bahkan tidak akan pernah menyetujui niat dan keinginanku ikut kasting.

Menurut Bapak dan Ibu, ketimbang untuk ikut daftar kasting, uang sebanyak itu mending dibelikan seekor sapi yang lemu ginuk-ginuk, bisa untuk menggarap sawah. Semakin bimbanglah perasaanku. bersamaan dengan itu, di penghujung tahun 2007, banjir bandang melanda sebagian besar daerah Jawa, termasuk tempat asalku.

Tanpa pikir panjang aku turuti nasehat orang tuaku. Positif, aku mengundurkan diri dari rencana kasting dan kukubur dalam-dalam keinginanku untuk menjadi artis dan bintang sinetron. Langsung saja aku mengutarakan niatku pada Bunda, manajer yang juga produser sinetron tersebut. Dengan sendirinya, aku coba meminta kembali uang yang sudah terlanjur kubayarkan padanya. Itupun kalau masih bisa aku minta. Kalau tidak boleh ya tidak mengapa.

Namun, yang terjadi sungguh di luar dugaan. Respons dari bunda sungguh sangat menyakitkan. Bukan hanya Bunda, teman-teman yang lain pun memusuhi aku. Mereka yang semula baik dan akrab denganku, mendadak jadi berubah sikap. Bahkan, ada yang mengancamku dengan kata-kata kasar dan sangat tidak sopan. Mereka bilang akan merobek-robek mulutku, kalau sampai cerita macam-macam tentang dunia kasting yang sedang mereka geluti pada orang lain.

Aku tak pernah mempedulikan semu perlakuan buruk dari teman-teman kasting terhadapku. Hanya, aku tak pernah berhenti dan putus asa mengejar Bunda yang selalu berusaha menghindar dariku, gara-gara aku meminta kembali uangku. Suatu hari, aku mencoba mengirimkan SMS ke handphone-nya. Tetapi, yang datang bukan balasan dari dia. Melainkan dari salah seorang anak buahnya yang tinggal di Indonesia, cowok bernama Bobby. Cowok ini pula yang kemudian menerorku.

Mereka bahkan sempat mengancam, hendak menuntutku lewat jalur hukum. Mereka menuduh aku telah mencemarkan nama baik mereka. Sedangkan, aku tak pernah mencemarkan nama baik mereka. Mereka pikir aku seorang penakut! Apa yang aku katakan berdasarkan kenyataan dan pengalaman yang aku alami sendiri. Sudah begitu, aku tak pernah berurusan dan tak pernah punya masalah dengan lelaki itu. Urusanku hanya dengan manajer yang mereka sanjung-sanjung selama ini, Bunda.

Aku sebenarnya hanya butuh kepastian dari Bunda sendiri, uangku bisa aku minta kembali atau tidak? Kalau boleh ya mohon segera dikembalikan. Kalau nggak boleh, ya tidak apa-apa, asalkan ada alasan yang tepat. Jangan malah berusaha menghindar dan mengerahkan anak buahnya untuk meneror dan memaki-maki diriku.

Suatu hari, aku berusaha menemui Bunda. Masih untuk meminta kepastian darinya. Tetapi, yang kudapatkan dari Bunda dan salah seorang temannya adalah umpatan dan makian. Dengan kasar dan sadis, Bunda mengaku muak melihat aku. Muak melihat wajahku, muak melihat tampangku.

Sebenarnya aku ingin menyelesaikan masalah ini dengan baik-baik dan damai. Tidak ingin ada pertengkaran. Tapi apa boleh buat, Bunda sudah memulainya dengan permusuhan, umpatan dan cacian.

Selang beberapa bulan setelah aku mengundurkan diri dari kasting, kembali aku dipertemukan dengan beberapa teman yang dulu sama-sama ikut kasting untuk menjadi bintang sinetron. Mereka membenarkan apa yang menjadi keputusanku. Belakangan kuketahui, ternyata mereka juga dibohongi. Bahkan, teman-teman Bunda yang ikut memaki-maki aku waktu itu, kembali bersikap baik padaku. Mereka meminta maaf kepadaku.

Akhirnya, dari semua kejadian tersebut, aku bisa menarik hikmah dan pelajaran. Intinya, jangan mudah percaya pada tawaran-tawaran yang belum jelas kebenarannya. Karena itu, aku berpesan pada semua teman-teman BMI di Hong Kong untuk selalu berhati-hati. Terus terang, saat ini BMI Hong Kong selalu di jadikan obyek, atau incaran empuk berbagai macam tipu daya, yang hanya mementingkan keuntungan sendiri. Mereka tidak pernah mau menengok keadaan dan penderitaan orang lain. Waspadalah!!

(Seperti apa yang dituturkan "Vera" kapada saya).

Sumber: blog-e Annie Ristiani
Pernah dimuat Tabloid Apakabar

Rinarengganis


Profil:
Rinarengganis TULUNGAGUNG, JATIM

Kata orang wajahku manis,tp aku agak ceriwis,kadang jg romantis hehehe.... Aku memang agak - agak puitis, waktu nulispun kadang sambil menangis(hikh hihg hik..), mungkin ada orang yang memandangku dengan sinis, tp tak aku gubris, dasar aku orangnya juga cuek abiiiiiisss....(ckikihckikhikckik)



Karya (contoh):

~*~ASMARA~*~

Asmara...... hatiku gundah kini
Kenapa kau gantung cintaku ini
Asmara....... ku ingin berbagi
Tak ingin bila ku terluka sendiri
Asmara ku ingin semuanya pasti
Walaupun itu kan perih di hati

Andaikan putus katamu, tuk pergi meninggalkan aku
Kucoba tuk merelakanmu, melepaskan semua tentangmu
Asmara..... walaupun perih di hatiku,
kan kucoba tuk hadapi semua luka laraku
Asmara........ beri jawaban padaku.........

Asmara....... andaikan putus katamu,
jangan pernah kau menyesali
Andaikan kau tinggalkan aku sendiri,
jangan pernah kau coba tuk kembali

Asmara.... beri aku jawaban pasti
Takkan kubiarkan hatiku luka dan sepi

(terinpirasi dari lagu Samar Bayangan By Nicky Astria)

Baru 2 Bulan Bekerja di HK Sunarsih Pulang Berupa Jenasah


Suasana duka masih terasa jelas menyelimuti keluarga Sukiman yang tinggal di Dusun Yagan, Desa Carat, Kecamatan Kauman Kabupaten Ponorogo. Inilah keluarga almarhumah Sunarsih (19), BMI-HK yang tewas terjatuh dari lantai 17 apartemen tempatnya bekerja. Tepatnya, Flat H 17-F, Riviera Garden, Hoi Chu Mansion, Tsuen Wan, NT, HK.


Tiga hari sebelumnya, almarhumah disemayamkan. Namun, masih tampak bekas-bekasnya bila yang ikut melayat almarhum cukup banyak. Kursi-kursi masih ditumpuk di halaman samping rumah, saat Intermezo datang dan ada sementara orang yang melakukan takziah, diterima dilantai yang belum disemen dengan alas tikar.

Sukiman tampak lebih tabah dibandingkan istrinya, Misti. Ibu Sunarsih tampaknya belum mampu menerima nasib anaknya yang pulang berupa jenasah.

Dengan gamblang Sukiman menjelaskan kronologis keberangkatan anaknya menjadi BMI ke Hong Kong.
’’Sebenarnya anak saya sempat bekerja di Singapura sekali kontrak (2 tahun). Setelah selesai kontrak ia pulang. Di rumah hanya sekitar 3 bulan lantas pergi lagi dengan tujuan Hong Kong,’’ tutur Sukiman

’’Tujuan anak saya ini sebenarnya ingin membantu orang tuanya, salah satunya ya ini Mas, berupa rumah yang sampai saat ini belum rampung. Sunarsih itu anaknya sangat nurut, tidak pernah neka-neka, tahu-tahu baru dua bulan bekerja di Hong Kong kejadiannya seperti ini,’’ tambah Misti sambil sekali-kali menyeka air matanya.

Sukiman mengaku mendapat kabar bahwa anaknya meninggal terjatuh dari lantai 17 tempatnya bekerja pada hari Senin-Legi, 24 Desember 2008 dan jenasah datang Selasa 2 Desember 2008 tepat pukul 01.00 WIB.

Anak Sukiman lainnya, Aan Jarwanto (kakak Sunarsih), juga bekerja sebagai BMI, tetapi di Malaysia. Saat mendapat kabar adiknya meninggal, sang kakak masih bekerja di Malaysia menjalani kontrak keduanya, tetapi langsung pulang. Dan ketika Sang Kakak datang, jenasah almarhumah sudah disemayamkan.

Solidaritas
Intermezo datang hampir bersamaan dengan Sutikno, yang menunaikan amanat mengantarkan uang bantuan Rp 3,5 juta dari rekan-rekan satu apartemen almarhumah. Yang mengordinasikan bantuan itu kebetulan ialah Nurisca Youna (istri Sutikno) dan seorang teman lagi, Eko.

Sukiman dan istrinya tampak berkaca-kaca dan dengan terbata-bata mengucapkan terima kasih, sedangkan Aan Jarwanto hanya terdiam. Tak sepatah kata pun ia ucapkan. Ia kelihatan sangat terpukul atas kematian adik semata wayangnya itu.

Menurut keterangan Sukiman saat kedatangan jenasah yang diantarkan 2 orang dari Jakarta didampingi Suroto, PL-nya. Sedangkan pejabat yang ada hanya sebatas kepala desa setempat beserta beberapa perangkatnya.

Kematian Sunarsih bagi keluarga Sukiman menjadi pertanyaan yang selalu menggelayut dalam hatinya. Pasalnya, menurut penuturan misti, belum berselang lama aanak mengatakan bahwa dalam keadaan sehat dan sudah kerja.

Menurut Nursica, seperti dituturkan Sutikno, majikan Sunarsih sering berganti PRT. Nurisca juga melihat, masih menurut penuturan Sutikno, bahwa setelah 2 bulan di Hong Kong, Sunarsih tampak semakin kurus.

Sumbangan

Sementara itu bersamaan dengan kedatangan jenasah menurut pengakuan Sukiman, memang ada uang duka. ’’Uang duka yang saya terima sebanyak Rp 3,5 juta. Menurut orang Jakarta yang mengatarkan uang tersebut, yang Rp 2 juta dari Hong Kong, Rp 1 juta dari Jakarta, sedangkan Rp 500 ribu dari PL Suroto,’’ tutur nya.

Sebagai petugas lapangan yang merekrut Sunarsih, saat dihubungi per telepon Suroto mengatakan bahwa asuransi masih dalam proses. Untuk asuransi dalam negeri diperkirakan memperoleh sekitar Rp 5 sampai Rp 6 juta, sedangkan dari Hong Kong biasanya Rp 50 sampai Rp 60 juta. Namun, harus sabar menunggu sampai proses penyidikan dan pengadilan selesai, paling tidak sekitar 6 bulan.

Sementara itu untuk mengurusi hal tersebut Sukiman telah menyerahkan pada salah seorang kerabatnya yang kebetulan menjadi pegawai kecamatan.

Selepas takziah dari rumah Sukiman Intermezo bersama rombongan menyempatkan ziarah ke makam almarhumah Sunarsih yang jaraknya sekitar 1 km dari kediaman Sukiman.[Intermezo: pur/uji]

FOTO: Sutikno menyerahkan dana sumbangan dari kawan-kawan almarhumah di HK.

Seniman Kota (Madiun) Keluhkan Gedung

Pelaku seni di Kota Madiun mengeluhkan tidak adanya gedung khusus untuk mereka. Selama ini kegiatan seni, baik dari masyarakat umum maupun pelajar masih meminjam gedung intansi tertentu. ''Tidak adanya tempat untuk melakukan aktivitas seni membuat pemeran atau pertunjukkan kesenian cukup minim di Kota Madiun,'' ujar Soegito, Ketua Persatuan Para Dalang Indonesia (Pepadi) Kota Madiun, Kamis (18/12) malam lalu.


Hal itu disampaikan dalam dengar pendapat antara para seniman dengan Subdin Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (P dan K) Kota dan anggota dewan setempat. Menurut Soegito, dengan adanya gedung khusus, para seniman memiliki bengkel atau tempat bekesenian. ''Juga bisa membuat regenerasi seniman muda lebih mudah,'' tambahnya.

Selain gedung kesenian, pelaku seni juga resah terhadap kabar pemisahan Sub Dinas Kebudayaan dari Dinas P dan K. Yang berkembang, bahwa bidang kesenian akan digabung dengan pariwisata. Menurut Soegito, jika hal tersebut terjadi, dikhawatirkan pemahaman kebudayaan luntur. ''Masuknya bidang kebudayaan dalam Dinas P dan K akan membantu pelestarian budaya,'' tuturnya. Yakni, melalui pelajaran, seperti seni, bahasa daerah dan sejarah untuk pelajar dan generasi muda.

Selain itu, para seniman juga meminta kesejahteraan di kota lebih ditingkatkan. Menurut Soegito, selama ini kesejateraan mereka belum terfikirkan oleh pemerintah. Hal ini terbukti, saat perayaan ulang tahun Kota Madiun, pemerintah malah mengundang dalang dari luar kota. Padahal, lanjutnya, potensi dalang di kota cukup banyak.

Sementara Sumarlan Ka Subdin Kebudayaan Dinas P dan K mengatakan, seniman kota tak perlu resah terkait rencana pemisahan. Karena bidang kebudayaan akan tetap berada di bawah Dinas P dan K. Tetapi diakuinya, ada perubahan sesuai struktur oraganisasi tata kerja yang baru. Yakni, tiga kasi akan dukurangi menjadi dua di tahun 2009. Yaitu Kasi kesenian sekolah dan Kasi kesenian masyarakat dan sejarah mitra. ''Rencananya dalam kasi kesenian masyarakat juga terdapat bidang perfilman. Nantinya seluruh perizinan pembuatan film harus melalui Subdin Kebudayaan,' ' katanya. Terkait dengan gedung kesenian, pihaknya belum bisa memastikan karena harus dirumuskan. ''Itu ada kaitanya dengan dana, jadi kami belum bisa memutuskan,' ' jelasnya. (aan)


Radar Madiun [Minggu, 21 Desember 2008]

Tuding Dewan Kesenian Tidur Saja

PONOROGO - Ahmad Tobroni Turejo, tokoh Warok Ponorogo marah. Kegeraman ini ditunjukan menjelang persiapan Grebeg Suro dan Festival Reyog Nasional (FRN) XV 2008.


Pemicunya, Tobron merasa perayaan tahunan ini ada pihak-pihak yang hanya mencari sensasi saja. Yakni berusaha merusak citra Grebeg Suro yang dianggap penuh sakral dalam rangka melestarikan budaya asli Ponorogo.

Saat bertemu di kantor Pemkab, kemarin (19/12) Tobron langsung mengungkapkan kejengkelannya. Terutama keberadaan Dewan Kesenian Ponorogo yang dianggap hanya tidur saja. "Bagaimana kesenian Ponorogo khususnya reyog akan bisa maju kalau dewan keseniannya saja tidak ada gregetnya," ungkap Tobron.

Terutama dalam memberikan sumbangsih pemikiran maupun tenaganya selama ini. Mestinya, sebagai wadah kesenian yang diharapkan bisa memberikan motor sekaligus motivator dalam kegiatan Grebeg Suro, kapasitas dewan kesenian mestinya berada di garda terdepan. Tidak hanya sebagai penonton saja. "Tapi ini sebaliknya, karena (dewan kesenian) tidak ada kegiatan sama sekali. Lalu dimana tanggungjawabnya? "

Pada kesempatan itu, Tobron sempat menceritakan awal mula diadakan perayaan Grebeg Suro. Kegiatan yang dicetuskan mantan bupati Ponorogo Soebarkah Poetro Hadiwirjo ini, sebagai tindaklanjut dari tradisi masyarakat menjelang perayaan menyambut tahun baru Islam.

Umumnya, masyarakat baik tua maupun muda meleken semalam suntuk dengan keluar rumah. Dan alun-alun Ponorogo sebagai pusat berkumpulnya warga. "Dari sinilah akhirnya lahir kegiatan yang dinamakan Grebeg Suro," jelas Tobron.

Dari tahun ke tahun event ini ternyata mendapat perhatian dan dikemas dalam beberapa acara. Mulai festival reyog nasional, pemilihan kakang senduk hingga kirap pusaka dan larung risalah doa di telaga Ngebel yang paling ditunggu masyarakat. "Melalui Grebeg Suro ini perekonomian masyarakat justru bergairah. Lihat saja berapa saja pedagang yang menggelar dagangannya dan alur keuangan yang juga bisa masuk ke daerah," tegasnya.

Sementara, Ketua Dewan Kesenian Ponorogo, Wahidin Ronowijoyo belum berhasil dikonfirmasi koran ini. Beberapa kali menghubungi telepon genggamnya tidak aktif. (dip/eba)

Radar Madiun [Sabtu, 20 Desember 2008]

Hari Migran Internasional: Mitos Perbaikan Nasib TKI

Ahmad Arif

”Suami saya dipecat dari pabrik. Anak kami tiga, masih sekolah semua. Saya ingin menjadi TKI, tapi takut ke Malaysia. Katanya, banyak TKI yang mati di sana. Saya ingin jadi TKI di Belanda. Kerja apa saja bisa...,” sepenggal surat itu dikirim ke meja saya beberapa hari lalu.



Surat dari perempuan yang mengaku bernama Anisa dari Cirebon itu adalah surat yang kedua dalam sebulan ini. Surat pertama dikirim seorang lelaki bernama Yayan, dari Jakarta. Inti suratnya sama: tuntutan hidup karena tak ada pekerjaan dan harapan untuk jadi tenaga kerja Indonesia (TKI) ke negeri orang.

Permintaan yang sama, dari puluhan orang lain, disampaikan lewat telepon setelah Kompas memuat tulisan tentang kehidupan TKI ilegal di Belanda, November 2008. Kisah-kisah pedih tentang penyiksaan TKI di luar negeri tak menyurutkan minat mereka. ”Lebih baik mencoba jadi TKI. Apa pun risikonya. Di sini sudah buntu,” kata Nina dari Serang.

Ratusan TKI mati

Di balik kisah sukses TKI, berulang kali kisah pedih tentang mereka telah disuarakan. Seperti disampaikan Sri Palupi dan kawan-kawannya dari Institute for Ecosoc Rights, yang memaparkan hasil penelitian mereka di Bentara Budaya, Jakarta, Rabu (17/12). Penelitian itu difokuskan terhadap TKI di Malaysia dan Singapura, tentang Kebijakan Ilegal Migrasi Buruh Migran dan Mitos Pembaharuan Kebijakan.

”Sudah dua tahun saya disiksa majikan dan sudah 10 bulan tidak dibagi makan nasi. Sehari-hari disuruh makan mi instan. Habis itu saya disiksa, ditendang di seluruh badan, diikat di kamar mandi. Telinga saya ditinju hingga keluar darah dari mulut saya,” kisah perempuan berusia 19 tahun, yang diwawancarai tim peneliti Institute for Ecosoc Rights, di penampungan KBRI Malaysia, April 2008.

Pada suatu malam, perempuan yang sudah tiga tahun bekerja di rumah majikannya itu akhirnya melarikan diri. Kisah-kisah pedih lainnya berserak dalam laporan penelitian itu, mulai dari kisah penyiksaan hingga pemerkosaan.

Tak hanya disiksa, ratusan TKI mati di negeri orang. Di Singapura, TKI yang mati sejak 1999 hingga 2007 tercatat 147 orang. Di Malaysia, menurut data KBRI Malaysia, dari Januari 2008 hingga November 2008 ini saja sudah 513 warga negara Indonesia yang mati, dan sebagian besar adalah TKI. Mereka mati dalam sunyi, sepi dari pemberitaan.

Angka-angka ini sering dikecilkan, dibandingkan jumlah TKI di Singapura yang mencapai 80.000 orang. Di Malaysia terdapat 2 juta TKI, sebanyak 1,2 orang di antaranya legal dan sekitar 800.000 TKI ilegal (baca: tanpa dokumen). ”Namun, kematian satu atau dua orang tetap berharga jika negara ini memang mau melindungi warganya,” kata Prasetyohadi, peneliti Institute for Ecosoc Rights.

Mitos pembaruan

Duta Besar RI untuk Singapura Wardana mengatakan, Singapura sekarang sudah berubah, misalnya perubahan dalam pembaruan kontrak kerja bagi pekerja rumah tangga (PRT) setelah masa kerja selama dua tahun habis. ”Kontrak kerja ini dilakukan oleh majikan dan TKI di depan staf KBRI Singapura. KBRI di Singapura juga sudah menata diri dengan perlindungan yang lebih baik kepada TKI. Kita membuka layanan pengaduan 24 jam untuk TKI di Singapura,” kata Wardana.

Namun, di mata Palupi, pembaruan di Singapura itu hanya polesan. Singapura tetap menolak memberikan hak libur secara resmi bagi PRT migran, setidaknya satu hari dalam sebulan.

Kebijakan pembaruan kontrak kerja itu, tambah Palupi, tidak bisa melindungi PRT dengan masa kerja satu tahun yang selama ini rentan terhadap kematian akibat bunuh diri dan ”kecelakaan kerja”. Sedangkan saluran pengaduan TKI itu dinilai masih belum memadai.

Nyatanya, angka kematian PRT di Singapura tetap tinggi. Tahun 2007, misalnya, ada 13 TKI yang mati di negeri ini. ”Mereka depresi karena tidak ada hari libur, beban kerja tinggi, waktu istirahat kurang, dan terkurung di rumah majikan,” ujar Palupi.

Malaysia tetap menjadi ladang pelecehan dan pembunuhan bagi TKI. Baik TKI yang legal maupun ilegal tak mendapat perlindungan hukum di Malaysia. Di negara itu TKI dihadapkan pada dua pilihan: bertahan pada majikan dengan risiko perbudakan atau lari dari majikan dengan risiko ilegal dan menghadapi perbudakan dalam bentuk lain.

Kegagalan negara

Riwanto Tirtosudarmo, ahli kependudukan dan migrasi dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, mengatakan, masalah-masalah terkait TKI yang membesar dari tahun ke tahun adalah puncak gunung es dari kegagalan negara menghidupi dan melindungi warganya. Masalah TKI yang diusir, disiksa, atau bunuh diri itu bermula dari masalah domestik di negeri ini.

Permasalahan itu, di antaranya, adalah sempitnya lapangan kerja dalam negeri, praktik pengiriman TKI yang tanpa dibekali pengetahuan dan kemampuan kerja yang tetap menjamur, serta lemahnya diplomasi Pemerintah Indonesia terhadap pemerintah di negara tujuan TKI.

”Seharusnya kita bisa menekan Singapura dan Malaysia untuk menghargai TKI kita karena mereka juga butuh tenaga kerja dari kita untuk menopang ekonomi mereka,” kata Riwanto.

Palupi mengatakan, perlindungan TKI harus integratif, di dalam negeri maupun luar negeri. ”Presiden harus bersikap tegas untuk melindungi buruh migran, seperti yang ditunjukkan Pemerintah Filipina terhadap pekerja migran mereka,” kata Palupi.

”Kemiskinan di tanah sendiri, tak membuat mereka (TKI) takut mati dan nyeri,” tulis Budi Hardiman dari STF Driyarkarya dalam pengantar buku Tubuh-Alat dalam Kebungkaman Ruang Privat: Problem PRT Indonesia di Singapura, 2005. Namun, akankah orang-orang yang disebut-sebut sebagai ”pahlawan devisa” itu terus dibiarkan mati terhina di negeri orang? (MH)

Kompas, Kamis, 18 Desember 2008 | 03:00 WIB

http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/12/18/00455721/mitos.perbaikan.nasib.tki

Sekali Tampil Dibayar Rp 600, Bubar karena Jarang Tanggapan

Liku-Liku Mujamil, 25 Tahun Menggeluti Kesenian Kethoprak

KUN W- JUMAI, Jember


Sebagai seorang seniman, Muzamil, 72, warga Jl Wahid Hasyim Jember ini merasa bersedih. Kesenian kethoprak yang puluhan tahun digelutinya mulai surut sejak 10 tahun terakhir. Bahkan, bisa dibilang kesenian tersebut kini tenggelam tergerus oleh perubahan zaman.



Berbincang dengan Mujamil seakan tidak pernah kehabisan topik pembicaraan. Kalimat-kalimat sederhana yang dipadu dengan humor-humor segar membuat semua orang yang diajak berbicara betah berlam-lama. Termasuk, kalimat-kalimat berisi pesan agama yang dikemas dengan dialek lawak membuat siapa pun tak tahan menawan tawa.

Maklum, kakek yang biasa disapa Mbah Jamil ini sekitar 25 tahun menggeluti dunia pelawak. Sejak tahun 1965 hingga 1980, Muzamil aktif dalam kethoprak Siswo Budoyo di Puger. "Saat main kethoprak saya menjadi pelawak, sesekali juga berperan sebagai tokoh lain," kata kakek kelahiran Puger ini.

Selama bergelut dengan dunia "entertainment" tempo doeloe itu Mujamil sepertinya mendapatkan apa saya yang dia inginkan. Mulai materi, istri, hingga kebutuhan lainnya.

Menurut ceritanya, setiap ada undangan pentas, rokok yang dilempar penonton jumlahnya mencapai puluhan pak. Rokok-rokok tersebut dilempar pentonton sebagai imbalan atas request lagu, pantun, atau salam kepada penonton yang lain. "Setiap pulang saya membawa pulang satu tas besar berisi rokok, belum lagi yang dibagi-bagikan dengan pemain kethoprak lainnya," ujarnya.

Penampilan pelawak yang banyak ditunggu penonton dan menjadi ikon kethoprak tersebut, juga membuat kantong yang diterimanya menebal. "Sekali manggung biasanya dapat bagian Rp 600. Itu sudah sangat banyak karena beras satu kilo saat itu masih Rp 10," katanya.

Dari hari ke hari, undangan tampil semakin banyak. Bahkan tak hanya di kecamatan-kecamatan di Jember namun mulai meluas hingga Lumajang dan beberapa kota lainnya di kawasan Besuki. "Sekitar tahun 1970-an, kami sering ditanggap Golkar untuk tampil di beberapa tempat," katanya. Saat itulah Mbah Jamil yang menjadi pelawak banyak menerima saweran dari penonton.

Namun, menurut dia, uang dan materi yang berlimpah itu sempat membuatnya melupakan tuhan. Hari-harinya selalu diisi dengan happy dan happy. "Semua tempat-tempat berbuat dosa di Jember ini saya sampai hafal," katanya berkisah. Tak hanya itu, karena seringnya berpindah-pindah untuk tanggapan itu Mbah Jamil mempunyai istri di beberapa tempat. "Istri saya sampai tujuh, bahkan di Sukorejo Jember istri saya sampai dua orang," katanya.

Kehidupan Mbah Jamil, berubah 180 derajat tahun 1980-an. Saat itu dia ingin mendekatkan diri kepada Tuhan. Maka Mbah Jamil pun mendalami ilmu agama pada seorang kiai terkenal di Madura. Saking getolnya menuntut ilmu agama, dia mengaku sempat enam tahun tidak pulang ke kampung halamannya di Puger.

Dia baru pulang setelah mimpi bertemu ibunya. Anehnya mimpi dia alami selama 30 hari berturut-turut. "Setelah saya konsultasikan ke ustad saya, akhirnya saya disuruh pulang dan sungkem kepada ibu saya," katanya.

Saat pulang itulah banyak keluarga dan tetangganya yang tidak percaya jika Mujamil telah mendalami ilmu agama. Maklum Mujamil muda mempunyai istri tujuh orang di mana-mana. "Yang bisa saya lakukan hanya bersabar," katanya.

Kini di usianya yang tidak muda lagi, Mujamil tetap bekerja keras mengisi hari-hari tuanya. "Kalau malam saya menjaga rumah makan di Baratan Patrang, di luar itu juga mengajar ngaji di rumah," kata kakek yang tinggal di Jl Wahid Hasyim Jember ini.

Soal kian redupnya kesenian kethoprak, Mbah Jamil mengaku bersedih. Sebab, minat generasi muda untuk melestarikan budaya sendiri dianggapnya luntur sejak adanya televisi yang sedikit banyak membawa budaya asing.(*)

Radar Jember
[Senin, 08 Desember 2008]

TKI Kini Tidak Perlu Berjongkok

Oleh Djoko Susilo *

Ada "rules of the game" tak tertulis yang cukup dipahami dengan baik oleh para Indonesian expatriates, khususnya para TKI (tenaga kerja Indonesia) yang tinggal dan bekerja di Malaysia: "Jangan pergi ke KBRI jika tidak kepepet oleh urusan." Bertahun-tahun lamanya kantor wakil pemerintah RI di Jl Tun Razak, yang merupakan salah satu jalan utama di Kuala Lumpur, menjadi tempat menakutkan bagi TKI



"Dulu, kita harus antre berjam-jam hanya untuk bisa masuk KBRI. Bukan itu saja, pelayanannya sangat buruk. Sebab, mulai satpam, petugas loket, apalagi diplomatnya berwajah sangar, minimum bermuka masam dalam melayani kita," kata Haryadhi, seorang doktor fisika lulusan Essex University yang bekerja sebagai periset di Telkom Malaysia Sdn.Bhd.

Menurut dosen UAD yang sudah bekerja di Kuala Lumpur selama lebih dari tiga tahun itu, TKI-TKI yang antre pun sering dipaksa duduk berjongkok layaknya rakyat jajahan menghadapi tuan ambtenaar di zaman kolonial.

Mereka harus datang semalam sebelumnya dengan antrean mengular di trotoar di depan KBRI sehingga sering menimbulkan macet, kotor, dan kerusakan taman milik Dewan Kota Kuala Lumpur yang tidak jauh dari KBRI. Dewan Kota Kuala Lumpur pernah mengirimkan protes ke KBRI.

''Saya tidak sempat mengalami nasib seperti TKI lainnya karena punya kenalan orang dalam meski pernah kena bentakan satpam yang galak. Hanya, setelah menyebutkan bahwa saya ini kenalan seorang pejabat kedutaan dan ada urusan penting, satpam berhenti menghardik meski juga tidak minta maaf," kata Haryadhi

Suatu ketika saya tanyakan kepada dubes (saat itu) KPH Rusdihardjo tentang potret pelayanan di KBRI Malaysia. Beliau menjawab tengah mengadakan penertiban. Saat itu memang ada anggota Brimob yang berjaga di depan KBRI.

Mereka saya tugaskan menjaga ketertiban dan keamanan, khususnya memberantas calo,'' tegas Rusdihardjo dalam rapat denga anggota Komisi I DPR. Memang, urusan calo inilah yang dulu memperkeruh dan memperburuk pelayanan KBRI Kuala Lumpur kepada masyarakat Indonesia.

Berubah

Tetapi kini pelayanan di KBRI Malaysia sudah berubah. ''Saya dulu harus membayar 800 ringgit untuk mendapatkan paspor baru dengan waktu penyelesaian 40 hari, sekarang cukup 22 ringgit dan hanya menunggu tiga jam sudah selesai, ya jelas saya sangat senang," tutur seorang TKI yang saya temui seusai mengurus paspor.

Sekarang TKI di Malaysia bukan saja kini tidak perlu lagi berjongkok jika berurusan dengan KBRI, tetapi juga mendapatkan perlayanan kelas satu. Pertama, tarif yang jauh lebih murah dan jelas tertera di papan pengumuman. Kedua, pelayanan yang cepat dan ramah. Ketiga, ruang tunggu yang nyaman.

Jika dulu para TKI harus antre berpanas-panas di Jalan Tun Razak, sekarang mereka bisa menunggu proses penyelesaian dokumennya di ruang luas ber-AC. Jika lapar, mereka pun bisa menikmati makanan yang sehat di kantin yang bagus. Bila mereka mau salat dan buang hajat juga tersedia fasilitas yang bagus dan memadai. "Pokoknya hebat dan jauh berbeda dengan dulu," kata Ahmad, seorang mahasiswa di Universiti Kebangsaan Malaysia yang sempat ketemu saya sambil makan roti canai.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang berkunjung ke KBRI pada 29 Mei 2007 pernah menyampaikan rasa prihatinnya dengan kondisi pelayanan di KBRI tersebut. Saat itu presiden langsung memberikan arahan kepada para pejabat yang intinya, wajib hukumnya untuk memberikan perlindungan, pelayanan dan kemudahan bagi para TKI. Ditegaskan pula, pelayanan kepada warga Indonesia harus lebih baik, cepat, murah, dan mudah.

Perintah itu langsung diterjemahkan dalam tindakan nyata oleh jajaran KBRI Kuala Lumpur dengan komandan DCM (Deputy Chief of Mission) atau wakil Dubes Tatang B. Razak.

Langkah pertama yang ditempuhnya ialah membentuk satgas pelayanan dan perlindungan WNI dalam rangka membentuk pelayanan terpadu. Yakni, mengatur alur pelayanan satu pintu dengan nomor antrean yang disalurkan sesuai kepentingannya.

Tatang juga membenahi sistem kerja petugas dengan membakukan tugas yang bersifat saling mengisi. Untuk itu, direkrut petugas yang bisa melaksanakan tugas dengan baik. Tidak ada KKN dalam rekrutmen pegawai tersebut, semuanya diawasi oleh tim KBRI dan Deplu. Sebanyak 137 petugas kini melayani warga masyarakat di Kuala Lumpur, naik dari 108 sebelumnya.

Tatang dan anak buahnya juga mengembangkan "corporate culture" baru. Di antaranya, selalu tersenyum dan ramah melayani warga masyarakat. Mereka yang bermuka sangar dan tidak bisa senyum langsung dicopot.

"Lha senyum itu kan ibadah. Kalau petugas tidak bisa tersenyum, ya memang harus minggir. Saya mendukung tindakan pimpinan KBRI," tegas Haryadhi yang Januari nanti pindah kerja sebagai periset di University of Texas, San Antonio.

Atas keberhasilannya merombak pelayanan kepada warga masyarakat, rakor para kepala perwakilan RI di Jakarta beberapa waktu lalu menobatkan KBRI Kuala Lumpur sebagai layanan terbaik yang layak ditiru oleh kantor perwakilan pemerintah lainnya. Bahkan, presiden belum lama ini memberikan Piala Citra sebagai penghargaan pemerintah atas keberhasilan KBRI memperbaiki pelayanan kepada masyarakat.

*. Djoko Susilo, anggota Komisi I DPR

Jawa Pos, [Senin, 08 Desember 2008]