Seniman pun Berhak atas Anggaran Publik [3]

Anggaran Kering, Realisasi Minim

Konon negara adalah perwujudan dari kepentingan publik. Sewajarnya aparat dan pejabat yang duduk dalam lembaga-lembaga negara menjadi pelayan bagi publik. Komunitas seniman adalah bagian dari publik. Seperti halnya kelompok profesi lain mereka pun berhak memperoleh layanan dan fasilitas publik.



Inilah logika demokrasi kita. Sayangnya, kenyataan tak selalu sejalan dengan logika. Penyusunan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Pemerintah Provinsi Jawa Timur, misalnya.

Kamis (21/12/2006), jalan voting terpaksa ditempuh guna menetapkan RAPBD 2007, yang oleh sebagian fraksi di DPRD Jatim dianggap tidak rasional dan sarat kepentingan politik. Hasilnya 55 suara mendukung RAPBD, 12 menolak dan 4 suara abstain.

Kubu yang kalah tak terima. Rabu (3/1/2007) empat anggota DPRD yang kontra RAPBD menemui Mendagri di Jakarta agar penetapan RAPBD ditunda. Mereka beralasan RAPBD Jatim sangat timpang antara rencana belanja internal yang terlalu besar dan anggaran publik yang amat kecil. Karena itu harus dikoreksi. Seminggu kemudian, ganti kubu pro RABPD mendatangi Mendagri mengklarifikasikan tuduhan itu.

Belum ada kejelasan bagaimana nasib RAPBD tersebut. Namun di tengah ketidakjelasan itu, tersiar kabar bahwa pangkal ketegangan kubu pro dan kontra disebabkan alokasi dana APBD ditengarai bakal dimanfaatkan oleh kelompok tertentu guna memenangkan pemilihan gubernur Jawa Timur 2008.

Kebenaran mengenai isu itu memang layak diselidiki. Apalagi jumlah RAPBD yang diperkirakan mencapai Rp 5 trilyun itu peruntukannya belum jelas betul. Selain itu kekhawatiran adanya ketimpangan belanja negara untuk kepentingan publik, juga patut dipertanyakan.

“Sebagian besar belanja daerah memang untuk internal dinas, ketimbang pelayanan publik,” ujar Rofi Munawar, Wakil Ketua Komisi E DPRD Jatim. Tentu saja publik di sini adalah rakyat, termasuk mereka yang berprofesi sebagai seniman dan budayawan yang terlibat dalam pengembangan kesenian dan kebudayaan di Jatim. Ironisnya anggaran yang diperuntukkan bagi kesejahteraan rakyat justru kalah besar dibandingkan dengan nilai belanja dinas sehari-hari. Astaga! []

Diproduksi oleh: Ngaji Kesenian hasil kerjasama Harian Surya, Yayasan Tantular, dan Desantara Institute for Cultural Studies. [SURYA-ONLINE, Sunday, 04 February 2007]

0 tanggapan: