HUT Surabaya: Seniman Lokal Hanya Jadi Penonton

SURABAYA-Pesta ratusan juta rupiah di Taman Surya, yang mengundang sejumlah artis ibu kota bertarif mahal, sebagai puncak acara HUT Surabaya ke 715, Sabtu (31/5) malam, ternyata justru membuat sejumlah seniman asli Surabaya nelangsa. Mereka menganggap, pemkot tidak memanusiakan mereka sebagai seniman lokal. Yang sedikit banyak, ikut membangun Surabaya dengan caranya sendiri.


“Sungguh ironis, yang memeriahkan ulang tahun Surabaya malah Eko Patrio dan artis ibu kota lain,” itulah kalimat ironis yang disampaikan salah satu pelawak Surabaya, Djadi Galajapo, mengalami keluhannya mengenai sikap pemkot dalam menyambut HUT Surabaya.

Menurut Djadi, apa yang dikatakannya tersebut mewakili beban batin yang dipikul oleh seluruh seniman Surabaya. “Bayangkan, kami ini para seniman Surabaya, tapi malam ini, kami justru hanya jadi penonton dalam perhelatan kota kami. Dan kejadian seperti ini, selalu terjadi setiap tahun, setiap kali Surabaya berulang tahun,” keluh juru bicara dari FOSS (Forum Seduluran Seniman) Jawa Timur ini, Sabtu (31/5) siang.

Kalimat pedas juga disampaikan Vera, pentolan Srimulat yang menuding pemkot tidak memiliki keinginan untuk membela seniman lokal. FOSS, kata Vera, secara rutin selalu menyampaikan aspirasi ini ke pemkot. Namun setiap kali pula, mereka mendapat jawaban klise yaitu pihak sponsor yang mengatur semua acara, termasuk mendatangkan artis.

“Ini sungguh aneh, pemkot 'pengatur' Surabaya, mengaku tidak punya kuasa untuk menentukan pengisi acara,” ungkap pelawak yang satu angkatan dengan Tessy ini.
Vera mengaku punya kenangan pahit, ketika pemkot menganaktirikan seniman lokal. Di Hari Jadi Surabaya beberapa tahun lalu, bersama seniman lokal lain, ia disewa untuk pentas. Tetapi lokasinya, persis di pinggir kali dengan honor cuma Rp 75.000. “Sejak itu hingga sekarang, kami malah tidak diundang sama sekali,” sambungnya.

Didik Mangkoeprodjo, 71, pentolan Srimulat mengatakan, keinginannya untuk menghibur warga saat hari jadi Surabaya bukan semata karena dibayar atau tidak. “Saya ini warga Surabaya dan sudah tua. Sebelum saya mati, ingin rasanya ikut syukuran dengan cara melakukan apa yang saya bisa, yaitu menghibur warga kota ini. Hanya itu, saya tidak minta lainnya. Soal dibayar, itu bonusnya,” ujar pelawak berjambul ini setengah berteriak.

Didik juga punya pengalaman kurang mengenakkan, ketika ia ditanggap untuk HUT Surabaya. Waktu itu, ia tampil bersama Tukul. Namun saat dibalik panggung, ia sempat dibentak-bentak kru panggung karena mereka hanya memburu Tukul. “Untuk makan dan ruang ganti, juga ada perbedaan yang sangat mencolok,” tambahnya.

Seorang seniman ludruk, Hengky Kusuma, juga mengeluh karena justru ludruk tidak pernah dilibatkan dalam peringatan HUT Surabaya. “Kami hanya minta setahun sekali, diadakan silaturahmi sesama seniman Surabaya. Sehingga setiap orang tahu, bahwa seniman Surabaya itu belum punah,” tuturnya.***/ AJI BRAMASTRA

SURYA, Sunday, 01 June 2008


0 tanggapan: