Waktu kunjungan besuk di rumah sakit Queen Elizabeth (QE), Habis sudah. Saya peluk dan cium keningnya sebelum meninggalnya. Air matanya mengalir lagi, entah ini tangisan yang keberapa kalinya sejak saya rutin membesuknya. Tangisan karena terharu saat dia sakit ternyata banyak kawan yang semulanya tak dikenalnya mengunjunginya. Saya mengetahui dia sakit dari anggota Shelter Koalisi Organisasi Tenaga Kerja Indonesia di Hong Kong (KOTKIHO).
"Bunda, jangan pergi," pintanya memelas.
"Besok bunda kesini lagi, nak. Kamu istirahat ya. Jangan lupa berdoa," tangis saya nyaris pecah saat akan pamit pulang.
Setelah saya cek lagi dua termos kecil tempat air panas, agar cukup untuk minumnya malam nanti dan membetulkan selimutnya dengan berat saya tinggalkan Superni, yang berbaring lunglai menahan sakit di ranjang, akibat serangan kangker ganas pada bagian tulang belakang tubuhnya.
Superni (33) Buruh Migran Indonesia ( BMI), berasal dari gang Ali Andong, Sawangan, Bojong Sari Lama, Depok. Ibu dari 3 anak ini, ke Hong Kong, kali pertamanya bulan September tahun 2005 melalui PJTKI, Yonasindo Intra Pratama, Karang Sari, Tangerang. Di salurkan ke agen Goltex, Central. Hong Kong.
Kontrak pertama di Shek Thong Tsui, dengan job kerja mengurus seorang kakek. Baru 7 bln bekerja sang kakek, meninggal dunia. Pindah ke majikan kedua di Taipo tapi sayangnya setelah setahun bakerja, majikan pindah bekerja ke Canada. Wong Tai Sin, adalah tempat tinggal majikan ketiga, dengan tugas kerja sama dengan di kontrak pertama yaitu menjaga kakek. Superni, mengakui jika majikan ketiga ini pun sangat baik seperti majikan-majikan sebelumnya. Sehingga kontrak ketiga sudah dijalaninya kurang lebih 3 tahun, tanpa kendala apa pun.
Dipertengahan bulan september, Superni tiba-tiba merasakan ngilu bahkan mengalami kram dikedua belah kakinya, begitu juga pada bagian pinggang. Majikan membawanya ke dokter di wong Tai Sin, bahkan sampai dua belas kali ke dokter dan dikasih suntikan, sakit yang dialami Superni belum sembuh juga. Bahkan terasa makin menyiksa. Setelah Superni mencoba ke dokter lain yang masih di wilayah Wong Tai Sin juga, dokter kedua tidak melakukan pengobatan tapi malah menulis surat pengantar agar Superni melakukan pengobatan ke rumalah sakit Kwong Wah di Yau Ma Tei.
Dua hari tiga malam, tepatnya mulai tgl 12 September, Superni tinggal di rumah sakit Kwong Wah untuk menjalani pemerikasaan atas sakit yang dideritanya.
"Saya tidak menyangka bunda, jika saya kena kengker. Bahkan sudah stadium tiga," katanya dengan wajah sedih.
Pada tgl 15/09.Dengan alasan lebih lengkapnya peralatan pengabotan, Superni, dipindah ke rumah sakit Queen Elizabeth (QE), di King's Park, Jordan. Tepatnya di lantai 3, ruang E, nomor ranjang 33. Waktu kunjungan pasien, siang jam 12 - 1, sedangkan malam hari jam 6 - 8.
Ketika saya tanyai penyebab awal sakit, seingatnya pernah jatuh terpeleset saat belanja di pasar. Setelah jatuh sering terasa ngilu ditulang bagian belakang tapi tak pernah diraukan. Dia pikir cuma akibat capek kerja saja.
Ketika awal Superni menderita sakit, majikan bersikap baik ke Superni. Dia sering menengok Superni di rumah sakit tapi kemudian kunjungan semakin jarang, sejak majikan bersama agen suatu malam, datang ke rumah sakit meminta Superni untuk menandatangani surat putus kerja. Superni menolak untuk diberhentikan kerja dengan alasan dia masih sakit dan masih membutuhkan pengobatan.
"Saya berangkat dari Indonesia sehat, pulang pun ingin dalam keadaan sehat atau sekalian saya pulang dalam keadaan meninggal," ungkapnya suatu malam saat saya membesuknya.
Dia juga sempat menceritakan keadaan ekonomi orang tuanya dan juga keluarganya yang bisa dikatakan masih serba pas-passan. Anak pertamanya berumur 13 th, kedua 10 th dan si bungsu 6 th. Suaminya dengan pekerjaan tidak tetap. Sejak muda Superni pekerja keras, sebelum ke Hong Kong pernah bekerja di Taiwan dan Malaysia..
"Saya tidak ingin jadi beban keluarga, sakit kangkerkan pengobatannya mahal di Indonesia. Jika di Hong Kong tidak bisa sehat, saya milih mati saja," Sering kalimat itu diucapkan dengan tatapan mata kosong.
Sepengetahuan saya, Superni cukup tegar menjalani sakitnya. Malah saya dan kawan- kawan dari anggota Shelter yang menjenguknya kasian tak tega melihat saat Superni kesakitan merasakan ngilu dan katanya sekujur kaki, pinggul dan punggungnya seperti digigit ribuan semut api. Dia merintih sambil mengucap istifar juga menyebut nama Allah.
Karena Superni tak kuat lagi untuk jalan ke kamar mandi bahkan mengangkat bagian pantat ( maaf) saat mau buang air kecil, maka dia harus selalu menggunakan pampers. Sehari semalam bisa menghabiskan 4 sampai 6 pampers. Sedihnya Superni harus membeli pampers sendiri, majikan dan rumah sakit tidak menyediakannya.
Saya kaget ketika suatu hari menengoknya lagi, kalau tidak salah dikunjungan yang empat kalinya mukanya pucat dan suaranya serak bahkan nyaris tidak bisa bicara. Pokoknya kondisi kesehatannya jauh lebih buruk dari hari-hari sebelumnya. Ternyata itu akibat dia mengurangi air bahkan minum obat dengan dibantu roti bukan air. Tujuan dia untuk ngirit pampers.
"Lama-lama sayakan tidak punya uang, bunda," keluhnya sambil menangis.
Beberapa kawannya dan kawan saya saat datang menjenguknya dengan membawa makanan dan pampers juga. Ketika saya tanya apakah pihak Konsulat Indonesia, mengetahui sakitnya. Dia menjawab mengetahuinya sebab salah satu kawannya pernah melaporkan sakitnya tapi pihak Konsulat Indonesia belum ada yang mengunjunginya. Sedang Masalah majikan dan agen yang mendesaknya untuk menandatangani pemutusan kerja, kasusnya sudah dilaporkan pada kantor Domestic Helpers & Migrant Workers Programme - Christian Action.
Superni masih menunggu hasil diagnosa dokter tentang harus menjalani operasi atau tidaknya. Menurut keterangan dokter semua baru akan diketahui hasilnya tanggal 18 mendatang.
Pembaca di Hong Kong.yang ingin membantu Superni silahkan datang langsung ke rumah sakit atau bisa menghubungi Wiwin, sebagai koordinator pengumpul dana bantuan untuk Superni dengan nomor telpon 92475043. Semoga amallan kita bisa meringankan beban deritanya. [Mega Vristian]