Kabupaten Pati, Propinsi Jawa Tengah sejak lama dikenal sebagai daerah yang maju pertaniannya. Tak hanya hasil pertaniannya yang menjadi tumpuan pemenuhan kebutuhan pangan bagi daerah lain. Lebih dari itu, Pati juga menjadi kiblat daerah sekitarnya dalam pengembangan pertanian. Termasuk pengembangan teknologi pertaniannya.
Salah satu teknologi pertanian yang awalnya dikembangkan di wilayah Pati adalah mesin perontok padi atau biasa disebut dengan dos. Dari Pati, mesin sederhana ini menyebar ke berbagai daerah di sekitarnya. Kini mesin yang dioperasikan dengan dikayuh seperti sepeda ini, dengan mudah ditemukan di wilayah Grobogan, Blora, Kudus, Rembang, dan daerah lainnya.
Pembicaraan mengenai pertanian Kabupaten Pati pasti akan menyebut Kecamatan Sukolilo, sebuah wilayah yang terletak di perbatasan Kabupaten Pati dan Kabupaten Grobogan. Kecamatan yang pada tahun 2006 berpenduduk 91.688 jiwa ini (data BPS 2007), sekitar 50% warganya menggantungkan hidup di sektor pertanian.
Dengan luas tanam 13.796 ha pada tahun 2004, produksi padi sawah maupun gaga Kecamatan Sukolilo mencapai 72.334 ton (Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Pati). Atau 14,25% dari total produksi dan merupakan wilayah penghasil padi terbesar di Kabupaten Pati.
Pada tahun yang sama, tercatat produksi padi di Kabupaten Pati mencapai 507.533 ton. Tak bisa dimungkiri, jumlah tersebut berkontribusi besar terhadap posisi Jawa Tengah sebagai penyangga pangan nasional. Saat ini, Jawa Tengah tercatat sebagai salah satu penyanga pangan nasional terbesar, yaitu mencapai 15,7% dengan total produksi padi pada tahun 2007 sebesar 8,6 juta ton (Koran Tempo 6/1/09).
Data-data tersebut menunjukkan bahwa produksi padi Sukolilo tidak dapat dipandang sebelah mata. Jika diasumsikan produksi padi Jawa Tengah tidak mengalami perubahan berarti dalam rentang tahun 2004-2007, produksi padi Kecamatan Sukolilo mencapai 0,84% dari total produksi padi di tingkat propinsi.
Tingginya produksi padi di Kecamatan Sukolilo, tentu tidak dapat dilepaskan dari ketersediaan air untuk pertanian di daerah tersebut. Di sinilah keistimewaan Sukolilo. Meski secara geografis daerah ini berada di kawasan Pegunungan Kendeng Utara yang dikenal sebagai pegunungan kapur, air bukan barang mewah di sini. Mata air dengan debit rata-rata 1.500 liter/detik dapat dengan mudah ditemukan di kawasan ini.
Air dari sumber di kaki Gunung Kendeng inilah yang dialirkan ke lahan pertanian di wilayah Kecamatan Sukolilo dan Kecamatan Kayen. Meski sebagian areal pertanian di Kecamatan Sukolilo mendapatkan air dari saluran irigasi teknis yang berasal dari Waduk Kedungombo, sumber air dari Pegunungan Kendeng tetap menjadi tumpuan.
Kondisi tersebut tentu saja menjadikan keterikatan warga Sukolilo dengan Pegunungan Kendeng Utara sedemikian tinggi. Maka, tak heran jika rencana pendirian pabrik Semen Gresik di kawasan ini, ditentang oleh hampir seluruh warga Sukolilo. Sebab pendirian pabrik tersebut mensyaratkan pemenuhan bahan baku berupa tanah kapur dan tanah lempung yang akan dicukupi dari kawasan Pegunungan Kendeng di wilayah tersebut.
Jika rencana ini benar-benar dilaksanakan, tak hanya perbukitan di Sukolilo yang akan rusak. Mata air dan segala kehidupan yang saat ini bergantung pada sumber-sumber air di pegunungan tersebut juga akan hancur. Termasuk lahan pertanian seluas 15.873,9 ha di Kecamatan Sukolilo dan 9.063,232 ha di Kecamatan Kayen yang mengandalkan pengairannya dari sumber dari Pegunungan Kedeng di wilayah Kecamatan Sukolilo. [am]